MA’RIFATUL INSAN
a. prinsip Penciptaan manusia
Allah SWT berfirman:
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ
الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا(1)
“Bukankah
telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut”. (76:1).
أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا
خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا(67)
“Dan
tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya
dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?”. (19:67).
Kedua ayat di atas dimulai dengan kalimat istifham, yang
menuntut perhatian supaya manusia memikirkan diri dan proses kejadiannya,
sehingga dengan itu, ia akan berlaku dengan benar dalam kehidupan di dunia ini
sesuai dengan fungsi dan tujuan penciptaannya.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Pada mulanya ia
bukanlah apa-apa, tidak ada, tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kemudian atas
kehendak-Nya, ia diciptakan.
Ihwal penciptaan manusia ini, menunjukkan KeMaha Kuasaan
Allah. Hal ini harusnya menjadi renungan manusia, betapa tanpa kekuasaan-Nya,
dirinya bukanlah apa-apa.
b. Proses Penciptaan Manusia
Dalam penciptaan manusia, terdapat dua proses, yaitu: (1)
Proses azali, dan (2) Proses alami.
1. Proses azali
Proses azali adalah proses dimana peran ke Maha Kun
fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitpun campur tangan manusia. Seperti
dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah liat yang dibentuk. Hawa yang
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dan
Isa Al Masih yang diciptakan tanpa seorang ayah.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat
berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ
صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ(26)
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering yang
diberi bentuk”. (15:26).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا(1)
“Hai
sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya
Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah
kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu ”. (4:1).
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ
ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ(59)
“Sesungguhnya
misal penciptaan Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah
menciptaklan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman: “Jadilah”, maka jadilah
dia”. (3:59).
2. Proses Alami
Proses alami adalah proses kejadian manusia setelah Adam dan
Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus adanya percampuran antara laki-laki dan
perempuan, bertemunya sel sperma dan indung telur di dalam rahim perempuan.
Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk dengan melalui beberapa tahapan dan dalam
waktu yang telah ditetapkan. Kemudian setelah sempurna kejadiannya, ia
dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang bayi, lalu Allah tumbuhkan ia menjadi
dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah wafatkan.
Sebagaimana firman Allah di bawah ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ
سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا
ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ
ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ(15)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
تُبْعَثُونَ(16)
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari
tanah. Kemudian saripati itu Kami jadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu bener-benar
akan mati. Kemudian kamu akan dibangkitkan
di hari kiamat”. (23:12-16).
c. bahan dasar (bentuk dan isi) penciptaan manusia.
1. Bentuk Dasar.
Bahan dasar manusia adalah tanah yang tidak berharga,
sebagaimana diterangkan dalam ayat di bawah ini:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ
مَاءٍ مَهِينٍ(8)
"Kemudian
Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”.
(32:7-8).
Seorang manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik
rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat/tanah tembikar yang merupakan bahan
terendah yang kurang berharga. Bila manusia suka memperhatikan asal kejadiannya
ini, maka ia tidak akan suka menyombongkan diri menentang dan mendurhakai Allah
penciptanya. Akan tetapi ia akan tunduk merendahkan dirinya kepada Allah, karena
hanya atas karunia-Nyalah ia menjadi ada.
2. Isi Dasar
Dari bahan dasar yang sangat rendah tersebut di atas,
kemudian Allah mengisinya den gan sesuatu yang sangat tinggi nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaiamana
firman-Nya:
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا
تَشْكُرُونَ(9)
"Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya ruh ciptaan-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur”. (32:9).
Dengan
demikian manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena
manusia diberi ruh-Nya.
Dari dua asal yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya dua
hal yang berbeda. Jasad manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah maka ia
memiliki kecenderungan yang sangat kuat kepada tanah, yaitu: “Zuyyina linnas
hubbus shahawaati minan nisa wal baniina wal qonathiri muqonthoroti
nimadz-dzahabi wal fidhoti wal khoilil musawwamati wal an'ami wal harts ....
(3:14).
Sedangkan ruh (jiwa) yang berasal dari Allah, maka ia juga
memiliki kecenderungan dan kebutuhan kepada petunjuk Allah yaitu adien, jalan
menuju taqwa: Qul aunabbiukum bikhoirim min dzalikum, lilladzinat taqowu ..
(3:15).
d. Potensi dasar manusia
Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan
keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan
keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi
internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi external (yaitu potensi
disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi
manusia untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu,
ia harus diolah dan didaya-gunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat
memunaikan tugas dan tanggung jawab dengan
sempurna.
1. Potensi Internal
Potensi internal ialah potensi yang menyatu dalam diri
manusia itu sendiri, terdiri:
a. Potensi Fitriyah.
Manusia diberikan oleh Allah potensi fitriyah. Makna fitrah
ialah al-Islam. Sebagaimana yang kita
pahami dalam ayat dan hadits di bawah ini:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ
اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ(30)
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama yang lurus; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (30:30).
Berkenaan ayat ini Rasulullah SAW bersabda:
عن أبى هريرة t. قال النبي r : "مَا مِن مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ .
فَأَبَوَاهُ يَهُوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ . كَمَا تُنْتَجُ البَهِيْمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءِ. هَلْ تُحِسُّون فِيهَا مِن جَدْعَاءَ ؟". ثمّ يقولُ أبو هريرةَ
t : فِطْرَةَ اللهِ الَّتِى
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ، ذاَلِكَ الدِّينُ
القَيِّمُ . متفق عليه
“Dari Abu Hurairah RA. Bersabda Rasulullah SAW: “Tiada bayi
yang dilahirkan kecuali lahir dalam keadaan fitrah. Maka ayah bundanyalah yang
menjadikannya Yahudi. Nasrani atau Majusi. Sebagai lahirnya binatang yang
lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya?. Kemudian
Abu Hurairah RA membaca: ”Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang
lurus”. (HR. Mutafaqun ‘alaih, Lu’lu’
Wal Marjan).
Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu)
satu potensi kebenaran (dienullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan
senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. Karena Allah telah membimbingnya
semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan)
(7:172).
b. Potensi Ruhiyah
Potensi ruhiyah adalah potensi yang dilekatkan pada hati
nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak dan yang batil, jalan menuju
ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan.
Allah
berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا(7) فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا(8)
“Demi
jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketaqwaan”. (91:7-8).
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini,
yang dapat membedakan jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan
(kesalahan). Dari kemampuan ini, Nabi pernah bersabda:
وعن وابصة بن معبد ر.ض قال : أَتَيْتُ رسول
الله صلى اللّه عليه وسلّم فقال: جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ البِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ،
فَقَالَ: اسْتَفْتِ قَلْبَكَ ، البِرُّ مَااطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسِ
وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ. وَاْلإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ
فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاَس وَأَفْتَاكَ. رواه احمد
والدارمى
“Wabishah bin Ma’bab RA berkata: Saya datang kepada Nabi SAW
untuk bertanya tentag bakti (al-birri). Maka sebelum saya bertanya, Nabi
bertanya: “Kau datang untuk bertanya tentang bakti? Jawabku: Ya. Bersabda Nabi
SAW: “Tanyakan pada hatimu. Bakti itu ialah semua perbuatan yang menimbulkan ketenangan dalam hati dan jiwa.
Sedangkan dosa, itu semua perbuatan yang menimbulkan keraguan dalam hati dan
jiwa. Meskipun telah mendapat fatwa dari orangt-orang”. (HR. Ahmad dan Darimi).
Hadits ini menunjukkan bahwa potensi inilah yang menentukan
arah kehidupan manusia.
c. Potensi Aqliyah.
Potensi aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran
(sam’a, basar, fu’ad). Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya
nalar dan ilmiah, tentang “kekuasaan” Allah. Serta dengan potensi ini, ia
dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang bermanfaat baginya
yang tentu harus diterima dan hal yang mudharat baginya dan tentu harus
dihindarkan.
Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ
أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(78)
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun,
dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
(16:78).
Potensi inilah yang akan dimintai pertanggung jawabannya
oleh Allah. Dalam hal ini Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولًا(36)
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai
pertanggung jawaban”. (17:36).
Manusia yang tidak mempergunakan potensi ini, maka sungguh
ia telah menyia-nyiakan kelelebihan dan keutamaan yang Allah berikan, sehingga
ia tidak pantas mendapat fadhal disisi
Allah, tetapi ia sama dengan makhluk yang terendah yaitu binatang ternak, bahkan
lebih hina lagi.
Allah berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا
مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ
لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ
كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ(179)
"...
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah,
dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda
kekuasaan Aallah, mereak mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk
mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (7:179).
d. Potensi Jasmaniyah.
Potensi jasmaniyah yaitu kemampuan tubuh manusia yang telah
Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa, kekuatan dan kemampuan.
Sebagaiman firman-Nya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ(4)
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik penciptaan”.
(94:5).
وَصَوَّرَكُمْ
فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ
الْمَصِيرُ(3)
“Dia
membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu, dan hanya kepada-Nyalah
kembalimu”. (64:3).
Potensi jasmaniyah ini adalah merupakan basthoh fil khalqi (fil jism). Sebagai modal
utama untuk melaksanakan tugasnya.
2. Potensi Eksternal
Disamping potensi internal yang melekat erat pada diri
manusai. Allah juga sertakan potensi external sebagai pengarah dan pembimbing
potensi-potensi internal itu agar berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Tanpa
arahan potensi external ini, maka potensi internal tidak akan membuahkan hasil
yang diharapkan.
a. Potensi Huda
Yaitu petunjuk Allah yang mempertagas nilai kebenaran yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia ke jalan yang
lurus.
Allah SWT berfirman:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا
شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا(3)
“Sesungguhnya
Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir”. (76:3).
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى
فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ(38)
“....Kemudian
jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekawatiran atas
mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati”. (2:38).
b. Potensi Alam
Alam semesta adalah merupakan potensi external kedua untuk
membimbing umat manusia melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini
merupakan ayat-ayat Allah yang dengannya manusia dapat mencapai
kebenaran.
Allah berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ(190)الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191)
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
ayat-ayat bagi ulul Albab. Yaitu, orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan
berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring; dan mereka memikirkan
tentapenciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, tidalah Engkau
ciptakan semua ini dengan sia-sia”. (3:190-191).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21)الَّذِي
جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ
أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(22)
“Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum
kamu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
dan langit sebagai atap, dan menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena
itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui”. (2:21-22).
e. Tujuan penciptaan manusia
Allah SWT telah menegaskan bahwa, Ia menciptakan manusia
tidaklah dengan main-main tetapi dengan tujuan yang hak. Dengan diberi tugas dan
kewajiban yang akan dimintai pertanggung jawaban.
Sebagaimana Firman Allah di bawah
ini:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ
عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ(115)
“Maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main,
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (23:115)
Tujuan penciptaan manusia adalah mengabdi kepada-Nya, dengan
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ(56)
"Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi
kepada-Ku”. (51:56).
f. Fungsi dan Tugas manusia di bumi
1. Fungsi Manusia
Fungsi manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi,
sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي
جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً …
"Ingatlah
ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan manusia di muka bumi sebagai khalifah”. (2:30).
Arti khalifah fil ardhi adalah mandataris Allah untuk
melaksanakan hukum-hukum dan merealisasikan kehendak-kehendak-Nya di muka bumi.
Manusia telah dipilih Allah sebagai khalifah-Nya. Untuk melaksanakan fungsinya
itu, Allah mengajarkan manusia ilmu (Asmaun
kullaha)..
2. Tugas Manusia
Tugas manusia adalah memelihara amanah yang Allah pikulkan
kepadanya, setelah langit, bumi dan gunung enggan
memikulnya.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ
مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا
جَهُولًا(72)
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat dzalim dan amat bodoh”. (33:72).
Amanat Allah itu adalah berupa tanggung jawab memakmurkan
bumi dengan melaksanakan hukum-Nya dalam
kehidupan manusia di bumi ini. Sebagaimana yang Allah tegaskan kepada nabi Daud
as.
يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي
الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى
فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ(26)
“Hai
Daud, sesungguhnya Kami telah mengangkatmu sebagai khalifah di bumi, maka
hukumilah manusia dengan hak (wahyu Allah) dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu yang menyebabkan kamu tersesat dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang
sesat dari jalan Allah akan mendapat siksa yang berat akibat mereka melupakan
hari pembalasan”.(38:26).
Untuk menunaikan tangggung jawab yang dipikulkan kepadanya
ini manusia harus mengerahkan segala potensi (baik internal dan ekternal) yang
ada pada dirinya, dan harus sanggup berkorban dengan jiwa dan hartanya. Dengan
pengerahan potensi dan kesanggupan berkurban, maka tugas dan peran manusia untuk
mewujudkan kekhalifahan dan menegakkan hukum-Nya pasti akan dapat terwujud.
Adapun manusia yang tidak mau melaksanakan tugas enggan
merealisasikan tugas dan perannya, maka ia adalah manusia yang jahil (bodoh) dan
dzalim.
Sebagaimana yang disinyalir oleh Allah SWT: “Sesungguhnya
manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”.
(33:72).
G. sifat dasar manusia dan Cara mengatasinya
Manusia diciptakan disertai sifat-sifat dasar yang negatip.
Yang apabila tidak diarahkan ke arah yang positip, maka akan menjatuhkan dirinya
ke dalam kerugian.
Allah SWT berfirman:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ(2)إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
“Demi
Masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran (haq)
dan kesabaran”. (103:1-3).
Hal ini, merupakan masalah yang sangat serius, karena bila
manusia tetap pada tabiat dasar itu, maka ia berada dalam kerugian yang nyata.
Oleh karena itu, manusia harus berjuang untuk mengatasinya. Secara umum cara
mengatasinya adalah dengan beriman kepada Allah dan melaksanakan amal shaleh,
serta saling nasihat menasihati untuk tetap dalam hak dan
kesabaran.
Untuk itu marilah kita mengenali sifat-sifat dasar itu dan
cara mengatasinya.
1. Keluh Kesah dan Kikir.
Allah
berfirman dalam surat Al-Ma’arij (70):19-21.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا(19)إِذَا
مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا(20)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ
مَنُوعًا(21)
"Sesungguhnya
manusia itu diciptakan dengan sifat halu’ yaitu keluh kesah. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”.
Keluh kesah dan kikir timbul karena tidak adanya rasa syukur
atas karunia yang Allah berikan dan tidak sabar atas cobaan-Nya, sehingga ia
senantiasa merasa kurang dan tidak cukup dalam segala hal dan tidak sabar atas
musibah-musibah yang menimpanya. Apabila sifat ini dituruti, maka manusia akan
terombang-ambing dalam keragu-raguan, dan sikap syu’u dzan kepada Allah,
sehingga mengingkari nimat yang telah Allah berikan.
Untuk itu, sifat ini harus diluruskan, dan diarahkan kepada
arah yang benar, yaitu dengan mengerjakan shalat dan amalan-amalan shaleh
lainnya.. Sedangkan untuk mengatasi sifat kikir yaitu dengan menginfakkan harta
kepada fakir miskin.
Sebagaimana firman Allah di bawah ini:
إِلَّا الْمُصَلِّينَ(22)الَّذِينَ هُمْ
عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ(23)وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ
مَعْلُومٌ(24)لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ(25)وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ
الدِّينِ(26)وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ(27)إِنَّ عَذَابَ
رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ(28)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ(29)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْعَادُونَ(31)وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ
رَاعُونَ(32)وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ(33)وَالَّذِينَ هُمْ
عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(34)أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ(35)فَمَالِ
الَّذِينَ كَفَرُوا قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ(36)
“Kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat,
dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat bagian tertentu, bagi orang miskin
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa, dan orang yang mempercayai
hari pembalasan, dan orang takut terhadap hari pembalasan, Karena sesungguhnya
azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman dari kedatanganya, dan orang
yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak
tercela, barang siapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melewati batas, Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya
dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara syahadatnya, dan orang yang
memelihara shalatnya, Mereka itu kekal di dalam surga lagi dimuliakan”.
(70:19-35)
2. Lemah.
Allah SWT berfiman:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا(28)
“Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu. Dan manusia diciptakan dengan sifat
lemah". (4:28).
Dengan tabiakelemahannya itu. Allah memberikan keringanan
dan kemudahan baginya. Untuk mengatasi kelemahannya itu manusia harus menerima
kemudahan dan keringan yang yang Allah berikan. Bagi manusia memadai apa
yang telah ia usahakan sesuai dengan keadaannya.
Sebagaimana Firman Allah di bawah ini:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا
سَعَى(39)
“Dan
bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakan”.
(53:39).
3. Susah Payah.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sangat berat,
yaitu adanya berbagai halangan dan rintangan yang harus dihadapinya, sebagaimana
firman-Nya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي
كَبَدٍ(4)
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah”.
Cara mengatasinya adalah dengan mengadakan perjuangan untuk
membebaskan perbudakan manusia atas manusia. Apabila manusia enggan mengadakan
perjuangan, maka ia akan senantiasa di dalam kesusahpayahan itu. Oleh karena
itu,. ia harus bangkit mempergunakan potensi yang ada dan menyusun kekuatan bersama-sama untuk
perjuangan pembebasan tersebut
Sebagaimana Firman Allah SWT di bawah
ini:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ(12)فَكُّ
رَقَبَةٍ(13)أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ(14)يَتِيمًا ذَا
مَقْرَبَةٍ(15)أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ(16)ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ
ءَامَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ(17) أُولَئِكَ
أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ(18)
"Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu
melepaskan budak dari perbudakan, dan memberi makanann pada hari kelaparan
kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat dan orang miskin yang teramat miskin
dan dia termasuk orang yang beriman dan saling berpesan bersabar dan saling
berpesan untuk berkasih sayang. Mereka itu adalah golongan kanan”.
(90:10-18).
4. Tergesa-gesa.
Allah berfirman:
وَكَانَ الْإِنْسَانُ
عَجُولًا(11)
“Dan
adalah menusia bersifat tergesa-gesa”. (17:11)
Tergesa-gesa ialah ingin mendapatkan/mencapai sesuatu dengan
segera tanpa memelalui proses yang seharusnya. Karena ketergesa-gesaannya itu,
maka manusia sering terjerembab ke jalan yang salah, sehingga hanya menghasilkan
kekecewaan. Karena tergesa-gesa adalah merupakan sifat negatip, maka ia harus
ditundukkan dan diarahkan ke jalan yang benar.
Cara mengatasinya adalah dengan bersabar, sebagaimana
diperintahkan Allah dalam firman-Nya.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ
مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ …
“Bersabarlah
kamu seperti sabarnya ulul azmi minar rasul dan janganlah kamu minta disegerakan
siksa kepada mereka”. (46:35)
H. musuh besar DAn teman sejati manusia
1. Musuh Manusia
Musuh besar manusia adalah syaithan (iblis la’natullah) dan
golongannya yaitu orang-orang yang mengikuti jalan kesesatan. Mereka senantiasa
meniupkan bisikan jahat (yuwaswisudurinnas) ke dalam dada manusia. Al-Quran
telah mempertegas: syaitan itu adalah musuh yang harus benar-benar dijadikan
musuh. Karena setan itu akan menggiring orang-orang yang mengikutinya ke dalam
api neraka.
Sebagaimana Firman Allah SWT di bawah
ini:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ
حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ
الْغَرُورُ(5)إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا
يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ(6)
“Hai
manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar; maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai
menipu, memperdayakan kamu. Sesungguhya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka
jadikanlah ia sebagai mushmu, karena syaitan itu hanya mengajak golongannya
(kelompoknya) supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”.
(35:5-6).
Pernyataan permusuhan syaithan (iblis) itu telah ia
proklamirkan di hadapan Allah ketika ia terusir dari surga.
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di bawah
ini.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا
لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ قَالَ ءَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ
طِينًا(61)قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا
قَلِيلًا(62)
“Dan
ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat: “Sujudlah kamu semua kepada
Adam”, lalu mereka sujud kecuali iblis, Dia berkata: “Apakah aku akan sujud
kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?”. Iblis berkata: “Terangkanlah
kepadaku, inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika
Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku
sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil”. (17:60-62).
Orang-orang yang sesat dan mengikuti bujuk rayu syaithan
mereka adalah hizbus syaithan/golongan syaithan/partai syaithan. Mereka sangat
giat menyuarakan kebatilan dan menghalangi tegaknya kebenaran. Mereka adalah
manusia yang merugi dunia akhirat dan akan dilemparkan ke dalam neraka
Jahannam.
Allah berfirman:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ
فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ
الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ(19)
"Syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itu
hizbus-syaitan. Ketahuilah, bahwa hizbus-syaitan itu, itulah golongan yang rugi”. (58:19)
… فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً
مَوْفُورًا(63)
“Barang
siapa di antara mereka yang mengikutimu, maka sesungguhnya neraka jahanam adalah
balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang layak”. (17:63).
2. Teman Sejati manusia
Adapun teman sejati manusia adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang melaksanakan syari'ahnya. Yang konsisten menegakkan kebenaran. Mereka adalah
Hizbullah dan hanya hizbullahlah yang akan meraih
kemenangan.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ(22)
“Kamu
tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saling
berkasih sayang terhadap orang-orang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang
datang daripada-Nya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun puas terhadap
limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah Hizbullah (Partai Allah). Ketahuilah bahwa
Partai Allah itulah yang akan menang”. (58:22)..
Dengan demikian, jelas siapa yang harus dijadikan kawan dan
siapa yang harus dijadikan lawan. Maka hendaknya manusia mengambil kawan yang
layak dijadikan kawan dan menjadikan
lawan siapa tyang layak dijadikan lawan. Dengan tegas Rasulullah SAW telah
memperingatkan kepada kita bila hendak mengambil kawan. Sebagaimana
sabdanya:
اَلرَّجُلُ عَلَى دِّينِ خَلِيلِهِ
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُم مَن يُخَالِلُ . رواه ابو داود والترمذى
“Seseorang itu mengikuti dien temannya, maka hendaknya ia
memperhatikan siapa yang menemaninya”. (HR. Abu Dawud dan Tarmidzi).
Sabda Nabi tersebut menerangkan, bahwa: seseorang itu akan
mengikuti agama, kebiasaan, adat istiadat, tabiat temannya. Hal ini, menunjukkan
betapa kuatnya pengaruh teman dalam membentuk dan mewarnai perilaku manusia,
baik pengaruh kepada kebaikan dan kepada keburukan. Karena sangat stretegisnya
teman ini, maka apabila manusia ingin senantiasa berada dalam kebaikan, maka
harus memilih teman yang baik yaitu mu’min sejati.
I. pola hidup manusia sepanjang sejarah
Allah SWT berfirman:
إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ
أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا(2)إِنَّا هَدَيْنَاهُ
السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا(3)
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar
dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; adayang
bersyukur dan ada pula yang kafir”. (76:2-3).
Di dalam menyikapi nikmat yang Allah berikan kepadanya.
manusia terpecah menjadi dua: ada yang bersyukur dan ada yang kafir.
Orang-orang yang bersyukur itu adalah mu’min muttaqin.
Mereka mempergunakan nikmat-nikmat itu untuk menunjang terpenuhinya
kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan kepadanya.
Sedangkan manusia yang ingkar adalah orang-orang kafir.
Orang yang kafir ini terbagi menjadi dua, yaitu (1) yang dengan jelas dan
terang-terangan menyatakan kafir kepada Allah. Dan (2) yang menampakkan keimanan
sedang dalam hatinya ingkar, mereka adalah orang-orang munafik.
1. Pola hidup orang mu’min-mutaqin
Mereka berjalan di atas petunjuk Allah shirathal mustaqim.
Senantiasa melaksanakan dan menjaga syariat-syariat Allah, menegakkan shalat,
menginfakkan hartanya di jalan Allah, mengimani kitab-kitab-Nya dan mengimani
hari akhirat. Allah membimbing golongan ini karena ketaqwaannya di atas
petunjuk-Nya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya.
Allah SWT berfirman:
الم(1)ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ
هُدًى لِلْمُتَّقِينَ(2)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3)وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ(4)أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ(5)
“Inilah
al-Kitab yang tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan
menginfaqkan sebagian rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya. dan mereka
beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kepada kitab-kitab yang
diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin akan kehidupan akhirat. Mereka
itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka adalah orang-orang
yang beruntung ”. (2:2-5).
Orang-orang mu’min mutaqin rela mengorbankan seluruh
hidupnya (baik harta dan jiwa) untuk mencari keridhaan Allah.
Sebagaimana ayat di bawah ini.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ
بِالْعِبَادِ(207)
“Di antara manusia ada orang yang mengorbankan jiwanya untuk
mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.
(2:207).
2. Pola hidup orang kafir
Orang-orang kafir menjalani hidupnya dengan menolak wahyu
(petunjuk) Allah dan lebih memilih ideologi sesatnya, fastahabbul ‘amma ‘alal
huda (41:17). Mereka adalah orang yang tuli, pekak dan bisu tidak mau
mendengar peringatan, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ
ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ(6) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى
أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(7)
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak,
mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran
mereka, dan penglihatan mereka di tutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”.
(2:6-7).
Mereka mengikuti jejak para penentang kebenaran, Iblis
la’natullah, Fira’un, Namrud, Abu Jahal dan lain-lain dengan menyombongkan diri,
menolak wahyu Allah dan membuat kerusakan dimuka bumi.
Mereka senantiasa menentang Allah dengan membuat
tandingan-tandingan yang mereka sembah (agung-agungkan) dengan penuh kecintaan.
Karena kekafirannya itu, Allah menutup hati mereka, membutakan mata mereka,
menggiring mereka di atas jalan yang sesat dan memasukkannya ke dalam neraka
Jahannam, satu tempat kembali yang sangat buruk.
Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ
حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعَذَابِ(165)
“Dan
di antara manusia ada orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah,
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang yang
beriman sangat cintanya kepada Allah. Dan jika orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa pada hari kiamat, bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya dan Allah amat
berat siksaannya (niscaya mereka menyesal). (2:165).
3. Pola hidup orang munafik
Orang-orang munafik secara lahiriyah beriman kepada Allah,
rasul-Nya dan hari akhirat. Keimanannya ia persaksikan dengan sebenar-benarnya,
tetapi mereka bukanlah orang yang beriman.
Golongan ini, hidup ditengah-tengah kaum mu’minin, Mereka
jua mendengar wahyu-wahyu Allah disampaikan, namun karena hatinya berpenyakit,
wahyu itu tidak bermanfaat sedikitpun.
Orang-orang munafik ini tidak memiliki komitmen dan
loyalitas yang jelas kepada Islam, sehingga mereka rela menukar hidayah Allah
dengan kesesatan. Mereka tetap loyal kepada setan-setan mereka (musuh-musuh
Islam), mengadakan makar untuk menghancurkan Islam. Pola hidup munafik
ini dengan jelas diterangkan dalam Surah Al-Baqoroh, sebagai
berikut:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا
بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ(8)يُخَادِعُونَ اللَّهَ
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا
يَشْعُرُونَ(9)فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ(10)وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا
فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ
الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ(12)وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا
ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ
هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ(13)وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا
قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ
إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ(14)اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي
طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ(15)أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ
بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا
مُهْتَدِينَ(16)
“Di
antara manusia ada orang yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari
akhir”, padahal mereka tidak beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman; padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka
tidak sadar. Dalam hati merka ada penyakit, lalu di tambah Allah penyakitnya;
dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan
kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab:
“Sesungguhnya kami orang-orang yang membuat perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya
mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang yang
telah beriman: “mereka menjawab: “Akan berimankan kami sebagaimana orang-orang
yang bodoh itu telah beriman?”. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang
yang bodoh, tetapi mereka tidak sadar. Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila
mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata: “Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan membalas
olok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
Mereka itulah yang memberi kesesatan dengan petunjuk, maka tidak beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”. (2:8-16).
Allah telah memberikan perumpamaan tantang pola hidup mereka
itu, dalam ayat yang sangat indah:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ
نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ
فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ(17)صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا
يَرْجِعُونَ(18)أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ
يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ(19)يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ
كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ(20)
“Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka
tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar. Atau seperti orang yang
ditimpa hujan lebat dari langit disertai dengan gelap gulita, guruh dan kilat, mereka menyumbat telinga dengan jari
mereka, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi
orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat telah mnyambar penglihatan mereka.
Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan
bila gelap menimpa, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia
melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas
segala sesuatu”. (2:17-20).
Betapa orang-orang munafik tidak dapat mengambil manfaat
dari wahyu-wahyu Allah (hujan) yang senantiasa diturunkan, karena keragu-raguan
yang ada dalam hatinya., Yang mereka tangkap hanyalah kerasnya suara guntur yang
memekakkan telinganya dan kilatan petir yang seakan membutakan matanya, ia
menutup telinga dengan telunjuknya, sehinggga tuli dan tidak mendengar
peringatan Allah yang terkandung di dalamnya.
Golongan ini, beribadah kepada Allah berada di tepian,
bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi. Sekiranya menguntungkan, maka ia
tetap dalam kondisi itu, tetapi manakala ia pandang merugikan dirinya, maka ia
mundur kebelakang. Mereka teronbang-ombing dalam keragu-raguan dan Allah
masukkan mereka ke dalam neraka jahannam.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى
حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ
انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ
الْمُبِينُ(11)
“Di
antara menusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika dia
memperoleh kebajikan tetaplah mereka adalah keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh
sesuatu bencana berbaliklah ia kebelakang, Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (22;11) .?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar