Jumat, 21 Maret 2014


     MA’RIFATUL INSAN



a. prinsip Penciptaan manusia

Allah SWT berfirman:
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا(1)
“Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut”. (76:1).
أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا(67)
“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?”. (19:67).
Kedua ayat di atas dimulai dengan kalimat istifham, yang menuntut perhatian supaya manusia memikirkan diri dan proses kejadiannya, sehingga dengan itu, ia akan berlaku dengan benar dalam kehidupan di dunia ini sesuai dengan fungsi dan tujuan penciptaannya.  
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Pada mulanya ia bukanlah apa-apa, tidak ada, tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kemudian atas kehendak-Nya, ia diciptakan.
Ihwal penciptaan manusia ini, menunjukkan KeMaha Kuasaan Allah. Hal ini harusnya menjadi renungan manusia, betapa tanpa kekuasaan-Nya, dirinya bukanlah apa-apa.   

b. Proses Penciptaan Manusia

Dalam penciptaan manusia, terdapat dua proses, yaitu: (1) Proses azali, dan (2) Proses alami.

1. Proses azali

Proses azali adalah proses dimana peran ke Maha Kun fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitpun campur tangan manusia. Seperti dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah liat yang dibentuk. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam.  Dan Isa Al Masih yang diciptakan tanpa seorang ayah.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ(26)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering yang diberi bentuk”. (15:26).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا(1)
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (4:1).

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ(59)
“Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptaklan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman: “Jadilah”, maka jadilah dia”. (3:59).

2. Proses Alami

Proses alami adalah proses kejadian manusia setelah Adam dan Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan, bertemunya sel sperma dan indung telur di dalam rahim perempuan. Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk dengan melalui beberapa tahapan dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Kemudian setelah sempurna kejadiannya, ia dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang bayi, lalu Allah tumbuhkan ia menjadi dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah wafatkan.
Sebagaimana firman Allah di bawah ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ(15)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ(16)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian saripati itu Kami jadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu bener-benar akan mati. Kemudian kamu akan dibangkitkan  di hari kiamat”. (23:12-16).

c. bahan dasar (bentuk dan isi) penciptaan manusia.

1. Bentuk Dasar.


Bahan dasar manusia adalah tanah yang tidak berharga, sebagaimana diterangkan dalam ayat di bawah ini:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ(8)
"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”. (32:7-8).
Seorang manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat/tanah tembikar yang merupakan bahan terendah yang kurang berharga. Bila manusia suka memperhatikan asal kejadiannya ini, maka ia tidak akan suka menyombongkan diri menentang dan mendurhakai Allah penciptanya. Akan tetapi ia akan tunduk merendahkan dirinya kepada Allah, karena hanya atas karunia-Nyalah ia menjadi ada. 

2. Isi Dasar


Dari bahan dasar yang sangat rendah tersebut di atas, kemudian Allah mengisinya den gan sesuatu yang sangat  tinggi nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaiamana firman-Nya:
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ(9)
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya ruh ciptaan-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (32:9).
 Dengan demikian manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena manusia diberi ruh-Nya.
 Dari dua asal yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya dua hal yang berbeda. Jasad manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah maka ia memiliki kecenderungan yang sangat kuat kepada tanah, yaitu: “Zuyyina linnas hubbus shahawaati minan nisa wal baniina wal qonathiri muqonthoroti nimadz-dzahabi wal fidhoti wal khoilil musawwamati wal an'ami wal harts .... (3:14). 
Sedangkan ruh (jiwa) yang berasal dari Allah, maka ia juga memiliki kecenderungan dan kebutuhan kepada petunjuk Allah yaitu adien, jalan menuju taqwa: Qul aunabbiukum bikhoirim min dzalikum, lilladzinat taqowu .. (3:15).   

d. Potensi dasar manusia

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi external (yaitu potensi disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didaya-gunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat memunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.

1. Potensi Internal

Potensi internal ialah potensi yang menyatu dalam diri manusia itu sendiri, terdiri:

a. Potensi Fitriyah.

Manusia diberikan oleh Allah potensi fitriyah. Makna fitrah ialah al-Islam.  Sebagaimana yang kita pahami dalam ayat dan hadits di bawah ini:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ(30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama yang lurus; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (30:30).
Berkenaan ayat ini Rasulullah SAW bersabda:
عن أبى هريرة t. قال النبي r : "مَا مِن مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ . فَأَبَوَاهُ  يَهُوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ . كَمَا تُنْتَجُ البَهِيْمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءِ. هَلْ تُحِسُّون فِيهَا مِن جَدْعَاءَ ؟". ثمّ يقولُ أبو هريرةَ t   : فِطْرَةَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ، ذاَلِكَ الدِّينُ القَيِّمُ . متفق عليه
“Dari Abu Hurairah RA. Bersabda Rasulullah SAW: “Tiada bayi yang dilahirkan kecuali lahir dalam keadaan fitrah. Maka ayah bundanyalah yang menjadikannya Yahudi. Nasrani atau Majusi. Sebagai lahirnya binatang yang lengkap sempurna. Apakah ada binatang yang lahir terputus telinganya?. Kemudian Abu Hurairah RA membaca: ”Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus”.  (HR. Mutafaqun ‘alaih, Lu’lu’ Wal Marjan).
Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran (dienullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam kandungan) (7:172).

b. Potensi Ruhiyah

Potensi ruhiyah adalah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang hak dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan.
Allah  berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا(7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا(8)
“Demi jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan”. (91:7-8).
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Dari kemampuan ini, Nabi pernah bersabda:
وعن وابصة بن معبد ر.ض قال : أَتَيْتُ رسول الله صلى اللّه عليه وسلّم فقال: جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ البِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فَقَالَ: اسْتَفْتِ قَلْبَكَ ، البِرُّ مَااطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسِ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ. وَاْلإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاَس وَأَفْتَاكَ. رواه احمد والدارمى
“Wabishah bin Ma’bab RA berkata: Saya datang kepada Nabi SAW untuk bertanya tentag bakti (al-birri). Maka sebelum saya bertanya, Nabi bertanya: “Kau datang untuk bertanya tentang bakti? Jawabku: Ya. Bersabda Nabi SAW: “Tanyakan pada hatimu. Bakti itu ialah semua perbuatan yang  menimbulkan ketenangan dalam hati dan jiwa. Sedangkan dosa, itu semua perbuatan yang menimbulkan keraguan dalam hati dan jiwa. Meskipun telah mendapat fatwa dari orangt-orang”. (HR. Ahmad dan Darimi).
Hadits ini menunjukkan bahwa potensi inilah yang menentukan arah kehidupan manusia.

c. Potensi Aqliyah.

Potensi aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sam’a, basar, fu’ad). Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah, tentang “kekuasaan” Allah. Serta dengan potensi ini, ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang bermanfaat baginya yang tentu harus diterima dan hal yang mudharat baginya dan tentu harus dihindarkan.
 Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(78)
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (16:78).
Potensi inilah yang akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah. Dalam hal ini Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا(36)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggung jawaban”. (17:36).
Manusia yang tidak mempergunakan potensi ini, maka sungguh ia telah menyia-nyiakan kelelebihan dan keutamaan yang Allah berikan, sehingga ia tidak pantas   mendapat fadhal disisi Allah, tetapi ia sama dengan makhluk yang terendah yaitu binatang ternak, bahkan lebih hina lagi.
Allah berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ(179)
"... Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Aallah, mereak mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (7:179).

d. Potensi Jasmaniyah.

Potensi jasmaniyah yaitu kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa, kekuatan dan kemampuan.
Sebagaiman firman-Nya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ(4)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik penciptaan”. (94:5).
وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ(3)
“Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu, dan hanya kepada-Nyalah kembalimu”. (64:3).
Potensi jasmaniyah ini adalah merupakan basthoh  fil khalqi (fil jism). Sebagai modal utama untuk melaksanakan tugasnya.

2. Potensi Eksternal

Disamping potensi internal yang melekat erat pada diri manusai. Allah juga sertakan potensi external sebagai pengarah dan pembimbing potensi-potensi internal itu agar berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Tanpa arahan potensi external ini, maka potensi internal tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.

a. Potensi Huda

Yaitu petunjuk Allah yang mempertagas nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus.
Allah SWT berfirman:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا(3)
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”. (76:3).
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(38)
“....Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekawatiran  atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati”. (2:38).

b. Potensi Alam

Alam semesta adalah merupakan potensi external kedua untuk membimbing umat manusia melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah yang dengannya manusia dapat mencapai kebenaran.
Allah berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ(190)الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi ulul Albab. Yaitu, orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring; dan mereka memikirkan tentapenciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, tidalah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia”. (3:190-191).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(22)
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (2:21-22).

e. Tujuan penciptaan manusia

Allah SWT telah menegaskan bahwa, Ia menciptakan manusia tidaklah dengan main-main tetapi dengan tujuan yang hak. Dengan diberi tugas dan kewajiban yang akan dimintai pertanggung jawaban. 
Sebagaimana Firman Allah di bawah ini:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ(115)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (23:115)
Tujuan penciptaan manusia adalah mengabdi kepada-Nya, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)
"Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku”. (51:56).

f. Fungsi dan Tugas manusia di bumi

1. Fungsi Manusia

Fungsi manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً …
"Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan manusia di muka bumi sebagai khalifah”. (2:30).
Arti khalifah fil ardhi adalah mandataris Allah untuk melaksanakan hukum-hukum dan merealisasikan kehendak-kehendak-Nya di muka bumi. Manusia telah dipilih Allah sebagai khalifah-Nya. Untuk melaksanakan fungsinya itu, Allah mengajarkan manusia ilmu (Asmaun kullaha)..

2. Tugas Manusia

Tugas manusia adalah memelihara amanah yang Allah pikulkan kepadanya, setelah langit, bumi dan gunung enggan memikulnya.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا(72) 
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat  itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”. (33:72).
Amanat Allah itu adalah berupa tanggung jawab memakmurkan bumi  dengan melaksanakan hukum-Nya dalam kehidupan manusia di bumi ini. Sebagaimana yang Allah tegaskan kepada nabi Daud as.
يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ(26)
“Hai Daud, sesungguhnya Kami telah mengangkatmu sebagai khalifah di bumi, maka hukumilah manusia dengan hak (wahyu Allah) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu yang menyebabkan kamu tersesat dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang sesat dari jalan Allah akan mendapat siksa yang berat akibat mereka melupakan hari pembalasan”.(38:26).
Untuk menunaikan tangggung jawab yang dipikulkan kepadanya ini manusia harus mengerahkan segala potensi (baik internal dan ekternal) yang ada pada dirinya, dan harus sanggup berkorban dengan jiwa dan hartanya. Dengan pengerahan potensi dan kesanggupan berkurban, maka tugas dan peran manusia untuk mewujudkan kekhalifahan dan menegakkan hukum-Nya pasti akan dapat terwujud.
 Adapun manusia yang tidak mau melaksanakan tugas enggan merealisasikan tugas dan perannya, maka ia adalah manusia yang jahil (bodoh) dan dzalim. 
Sebagaimana yang disinyalir oleh Allah SWT: “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh”. (33:72).

G. sifat dasar manusia dan Cara mengatasinya

Manusia diciptakan disertai sifat-sifat dasar yang negatip. Yang apabila tidak diarahkan ke arah yang positip, maka akan menjatuhkan dirinya ke dalam kerugian.
Allah SWT berfirman:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2)إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
“Demi Masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran (haq) dan kesabaran”. (103:1-3).
Hal ini, merupakan masalah yang sangat serius, karena bila manusia tetap pada tabiat dasar itu, maka ia berada dalam kerugian yang nyata. Oleh karena itu, manusia harus berjuang untuk mengatasinya. Secara umum cara mengatasinya adalah dengan beriman kepada Allah dan melaksanakan amal shaleh, serta saling nasihat menasihati untuk tetap dalam hak dan kesabaran.
Untuk itu marilah kita mengenali sifat-sifat dasar itu dan cara mengatasinya.

1. Keluh Kesah dan Kikir.

Allah berfirman dalam surat Al-Ma’arij (70):19-21.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا(19)إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا(20)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا(21)
"Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat halu’ yaitu keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”.
Keluh kesah dan kikir timbul karena tidak adanya rasa syukur atas karunia yang Allah berikan dan tidak sabar atas cobaan-Nya, sehingga ia senantiasa merasa kurang dan tidak cukup dalam segala hal dan tidak sabar atas musibah-musibah yang menimpanya. Apabila sifat ini dituruti, maka manusia akan terombang-ambing dalam keragu-raguan, dan sikap syu’u dzan kepada Allah, sehingga mengingkari nimat yang telah Allah berikan.
Untuk itu, sifat ini harus diluruskan, dan diarahkan kepada arah yang benar, yaitu dengan mengerjakan shalat dan amalan-amalan shaleh lainnya.. Sedangkan untuk mengatasi sifat kikir yaitu dengan menginfakkan harta kepada fakir miskin.
Sebagaimana firman Allah di bawah ini: 
إِلَّا الْمُصَلِّينَ(22)الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ(23)وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ(24)لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ(25)وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ(26)وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ(27)إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ(28)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(29)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ(31)وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ(32)وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ(33)وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(34)أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ(35)فَمَالِ الَّذِينَ كَفَرُوا قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ(36)
“Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat, dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa, dan orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang takut terhadap hari pembalasan, Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman dari kedatanganya, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela, barang siapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melewati batas, Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara syahadatnya, dan orang yang memelihara shalatnya, Mereka itu kekal di dalam surga lagi dimuliakan”. (70:19-35)

2. Lemah.

Allah SWT berfiman:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا(28)
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu. Dan manusia diciptakan dengan sifat lemah". (4:28).
Dengan tabiakelemahannya itu. Allah memberikan keringanan dan kemudahan baginya. Untuk mengatasi kelemahannya itu manusia harus menerima kemudahan  dan keringan yang  yang Allah berikan. Bagi manusia memadai apa yang telah ia usahakan sesuai dengan keadaannya.
Sebagaimana Firman Allah di bawah ini:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى(39)
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakan”. (53:39).

3. Susah Payah.

Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sangat berat, yaitu adanya berbagai halangan dan rintangan yang harus dihadapinya, sebagaimana firman-Nya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ(4)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah”.
Cara mengatasinya adalah dengan mengadakan perjuangan untuk membebaskan perbudakan manusia atas manusia. Apabila manusia enggan mengadakan perjuangan, maka ia akan senantiasa di dalam kesusahpayahan itu. Oleh karena itu,. ia harus bangkit mempergunakan potensi yang ada  dan menyusun kekuatan bersama-sama untuk perjuangan pembebasan tersebut
Sebagaimana Firman Allah SWT di bawah ini:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ(12)فَكُّ رَقَبَةٍ(13)أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ(14)يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ(15)أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ(16)ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ(17) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ(18) 
"Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakan, dan memberi makanann pada hari kelaparan kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat dan orang miskin yang teramat miskin dan dia termasuk orang yang beriman dan saling berpesan bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka itu adalah golongan kanan”. (90:10-18).

4. Tergesa-gesa.

Allah berfirman:
وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا(11)
“Dan adalah menusia bersifat tergesa-gesa”. (17:11)
Tergesa-gesa ialah ingin mendapatkan/mencapai sesuatu dengan segera tanpa memelalui proses yang seharusnya. Karena ketergesa-gesaannya itu, maka manusia sering terjerembab ke jalan yang salah, sehingga hanya menghasilkan kekecewaan. Karena tergesa-gesa adalah merupakan sifat negatip, maka ia harus ditundukkan dan diarahkan ke jalan yang benar.
Cara mengatasinya adalah dengan bersabar, sebagaimana diperintahkan Allah dalam firman-Nya.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ …
“Bersabarlah kamu seperti sabarnya ulul azmi minar rasul dan janganlah kamu minta disegerakan siksa kepada mereka”. (46:35)

 H. musuh besar DAn teman sejati manusia

1. Musuh Manusia

Musuh besar manusia adalah syaithan (iblis la’natullah) dan golongannya yaitu orang-orang yang mengikuti jalan kesesatan. Mereka senantiasa meniupkan bisikan jahat (yuwaswisudurinnas) ke dalam dada manusia. Al-Quran telah mempertegas: syaitan itu adalah musuh yang harus benar-benar dijadikan musuh. Karena setan itu akan menggiring orang-orang yang mengikutinya ke dalam api neraka.
Sebagaimana Firman Allah SWT di bawah ini:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ(5)إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ(6)
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar; maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu. Sesungguhya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai mushmu, karena syaitan itu hanya mengajak golongannya (kelompoknya) supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. (35:5-6).
Pernyataan permusuhan syaithan (iblis) itu telah ia proklamirkan di hadapan Allah ketika ia terusir dari surga.
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di bawah ini.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ قَالَ ءَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا(61)قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا قَلِيلًا(62)
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada Malaikat: “Sujudlah kamu semua kepada Adam”, lalu mereka sujud kecuali iblis, Dia berkata: “Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?”. Iblis berkata: “Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil”. (17:60-62).
Orang-orang yang sesat dan mengikuti bujuk rayu syaithan mereka adalah hizbus syaithan/golongan syaithan/partai syaithan. Mereka sangat giat menyuarakan kebatilan dan menghalangi tegaknya kebenaran. Mereka adalah manusia yang merugi dunia akhirat dan akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam.
Allah berfirman:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ(19)
"Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itu hizbus-syaitan. Ketahuilah, bahwa hizbus-syaitan itu, itulah  golongan yang rugi”. (58:19)
… فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا(63)
“Barang siapa di antara mereka yang mengikutimu, maka sesungguhnya neraka jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang layak”. (17:63).

2. Teman Sejati manusia

Adapun teman sejati manusia adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang melaksanakan syari'ahnya. Yang  konsisten menegakkan kebenaran. Mereka adalah Hizbullah dan hanya hizbullahlah yang akan meraih kemenangan.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(22)
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saling berkasih sayang terhadap orang-orang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan  keimanan dalam hati mereka  dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun puas terhadap limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah Hizbullah (Partai Allah). Ketahuilah bahwa Partai Allah itulah yang akan menang”. (58:22)..
Dengan demikian, jelas siapa yang harus dijadikan kawan dan siapa yang harus dijadikan lawan. Maka hendaknya manusia mengambil kawan yang layak dijadikan kawan  dan menjadikan lawan siapa tyang layak dijadikan lawan. Dengan tegas Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita bila hendak mengambil kawan. Sebagaimana sabdanya:
اَلرَّجُلُ عَلَى دِّينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُم مَن يُخَالِلُ . رواه ابو داود والترمذى
“Seseorang itu mengikuti dien temannya, maka hendaknya ia memperhatikan siapa yang menemaninya”. (HR. Abu Dawud dan Tarmidzi).
Sabda Nabi tersebut menerangkan, bahwa: seseorang itu akan mengikuti agama, kebiasaan, adat istiadat, tabiat temannya. Hal ini, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh teman dalam membentuk dan mewarnai perilaku manusia, baik pengaruh kepada kebaikan dan kepada keburukan. Karena sangat stretegisnya teman ini, maka apabila manusia ingin senantiasa berada dalam kebaikan, maka harus memilih teman yang baik yaitu mu’min sejati.

  I. pola hidup manusia sepanjang sejarah

Allah SWT berfirman:
إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا(2)إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا(3)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; adayang bersyukur dan ada pula yang kafir”. (76:2-3).
Di dalam menyikapi nikmat yang Allah berikan kepadanya. manusia terpecah menjadi dua: ada yang bersyukur dan ada yang kafir.
Orang-orang yang bersyukur itu adalah mu’min muttaqin. Mereka mempergunakan nikmat-nikmat itu untuk menunjang terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan kepadanya. 
Sedangkan manusia yang ingkar adalah orang-orang kafir. Orang yang kafir ini terbagi menjadi dua, yaitu (1) yang dengan jelas dan terang-terangan menyatakan kafir kepada Allah. Dan (2) yang menampakkan keimanan sedang dalam hatinya ingkar, mereka adalah orang-orang munafik.    

1. Pola hidup orang mu’min-mutaqin

Mereka berjalan di atas petunjuk Allah shirathal mustaqim. Senantiasa melaksanakan dan menjaga syariat-syariat Allah, menegakkan shalat, menginfakkan hartanya di jalan Allah, mengimani kitab-kitab-Nya dan mengimani hari akhirat. Allah membimbing golongan ini karena ketaqwaannya di atas petunjuk-Nya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya.
Allah SWT berfirman:
الم(1)ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ(2)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3)وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ(4)أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(5)
“Inilah al-Kitab yang tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menginfaqkan sebagian rizki yang dianugerahkan Allah kepadanya. dan mereka beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin akan kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka adalah orang-orang yang beruntung ”. (2:2-5).
Orang-orang mu’min mutaqin rela mengorbankan seluruh hidupnya (baik harta dan jiwa) untuk mencari keridhaan Allah.
Sebagaimana ayat di bawah ini.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ(207)
 “Di antara manusia ada orang yang mengorbankan jiwanya untuk mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. (2:207). 

2. Pola hidup orang kafir

Orang-orang kafir menjalani hidupnya dengan menolak wahyu (petunjuk) Allah dan lebih memilih ideologi sesatnya, fastahabbul ‘amma ‘alal huda (41:17). Mereka adalah orang yang tuli, pekak dan bisu tidak mau mendengar peringatan, sebagaimana firman Allah: 
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ(6) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ(7)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka di tutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. (2:6-7).
Mereka mengikuti jejak para penentang kebenaran, Iblis la’natullah, Fira’un, Namrud, Abu Jahal dan lain-lain dengan menyombongkan diri, menolak wahyu Allah dan membuat kerusakan dimuka bumi.
Mereka senantiasa menentang Allah dengan membuat tandingan-tandingan yang mereka sembah (agung-agungkan) dengan penuh kecintaan. Karena kekafirannya itu, Allah menutup hati mereka, membutakan mata mereka, menggiring mereka di atas jalan yang sesat dan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam, satu tempat kembali yang sangat buruk.
Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ(165)
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah. Dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa pada hari kiamat, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya  dan Allah amat berat siksaannya (niscaya mereka menyesal). (2:165). 

3. Pola hidup orang munafik

Orang-orang munafik secara lahiriyah beriman kepada Allah, rasul-Nya dan hari akhirat. Keimanannya ia persaksikan dengan sebenar-benarnya, tetapi mereka bukanlah orang yang beriman.
Golongan ini, hidup ditengah-tengah kaum mu’minin, Mereka jua mendengar wahyu-wahyu Allah disampaikan, namun karena hatinya berpenyakit, wahyu itu tidak bermanfaat sedikitpun.
Orang-orang munafik ini tidak memiliki komitmen dan loyalitas yang jelas kepada Islam, sehingga mereka rela menukar hidayah Allah dengan kesesatan. Mereka tetap loyal kepada setan-setan mereka (musuh-musuh Islam), mengadakan makar untuk menghancurkan Islam. Pola hidup munafik ini dengan jelas diterangkan dalam Surah Al-Baqoroh, sebagai berikut:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ(8)يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ(9)فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ(10)وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ(12)وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ(13)وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ(14)اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ(15)أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ(16)
“Di antara manusia ada orang yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal mereka tidak beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman; padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati merka ada penyakit, lalu di tambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang membuat perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang yang telah beriman: “mereka menjawab: “Akan berimankan kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?”. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak sadar. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan membalas olok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah yang memberi kesesatan dengan petunjuk, maka tidak beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”. (2:8-16).
Allah telah memberikan perumpamaan tantang pola hidup mereka itu, dalam ayat yang sangat indah:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ(17)صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ(18)أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ(19)يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(20)
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar. Atau seperti orang yang ditimpa hujan lebat dari langit disertai dengan gelap gulita, guruh dan  kilat, mereka menyumbat telinga dengan jari mereka, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat telah mnyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. (2:17-20).
Betapa orang-orang munafik tidak dapat mengambil manfaat dari wahyu-wahyu Allah (hujan) yang senantiasa diturunkan, karena keragu-raguan yang ada dalam hatinya., Yang mereka tangkap hanyalah kerasnya suara guntur yang memekakkan telinganya dan kilatan petir yang seakan membutakan matanya, ia menutup telinga dengan telunjuknya, sehinggga tuli dan tidak mendengar peringatan Allah yang terkandung di dalamnya.
Golongan ini, beribadah kepada Allah berada di tepian, bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi. Sekiranya menguntungkan, maka ia tetap dalam kondisi itu, tetapi manakala ia pandang merugikan dirinya, maka ia mundur kebelakang. Mereka teronbang-ombing dalam keragu-raguan dan Allah masukkan mereka ke dalam neraka jahannam.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ(11)
“Di antara menusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika dia memperoleh kebajikan tetaplah mereka adalah keadaan itu dan jika ia ditimpa oleh sesuatu bencana berbaliklah ia kebelakang, Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (22;11) .? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar