UMAR DI MASA JAHILIAHNYA
Pasar Ukaz
Beberapa
tahun sebelum kerasulan Nabi, apabila sudah tiba bulan Zulhijah
orang-orang Arab dari berbagai penjuru di Semenanjung itu
seperti biasa, sebelum musim ziarah setiap tahun datang berbondong-bondong
menuntun unta mereka untuk digelar di Pasar Ukaz. Pada saat semacam itu pasar
memang ramai oleh kedatangan berbagai macam
kabilah ke tempat tersebut, di antara mereka terdapat tidak sedikit dari
penduduk Mekah. Orang-orang Arab itu memasang tendatenda besar di tengah-tengah hamparan padang pasir
yang terbentang luas tempat pasar itu diadakan, dan sebagian dijadikan
tempat bursa. Di depan tenda-tenda besar di bagian ini orang ramai menawarkan
barangbarang dagangan mereka. Barang-barang buatan penduduk Hijaz sendiri tidak
banyak. Sementara penduduk Mekah sudah datang, termasuk juga orang-orang yang
kebanyakan dari Yaman dan Syam dalam perjalanan musim dingin dan musim panas. Mereka yang datang
menuju tempat ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka membeli
barang-barang yang mereka sukai. Sebagian besar perempuan itu berada di tempat
pedagang pakaian, membalik-balik barang-barang itu, kemudian pilihan pun jatuh
pada barang-barang buatan Yaman atau Syam kesenangan mereka. Jika di antara mereka ada yang cantik,
pemuda-pemuda pun datang ke tenda-tenda itu berpura-pura mau membeli barang.
Mereka lebih ingin menikmati
kecantikan perempuan-perempuan itu daripada berhubungan dengan segala macam barang untuk
kemudian dibawa pulang.
Tak
j auh dari pasar itu terdapat tempat-tempat hiburan yang di waktu siang hari
dikunjungi pemuda-pemuda dan lebih banyak lagi di waktu malam.
Perempuan-perempuan cantik itu pun tak berkeberatan berada di dekat-dekat tempat itu. Apabila malam
tiba pemuda-pemuda itu pergi mencicipi minuman sampai mereka
terhuyung-huyung. Mereka memperturutkan kecenderungan hendak bersenang-senang
itu dan tidak jarang kecenderungan demikian
kemudian menjurus kepada pertengkaran yang mulanya tak seberapa tetapi kemudian
menjadi besar, dan berakhir dengan peperangan antarkabilah yang kadang
berlanjut sampai bertahun-tahun.
Suatu
hari ada seorang penyair tampil di samping pasar itu membacakan
puisinya, yang dibuka dengan syair cinta dan dari syair cinta pindah ke syair membanggakan diri dan kabilahnya,
kemudian menantang dan mengumpat kabilah lain yang tahun lalu pernah
berseteru dengan kabilahnya. Orang banyak pun berdatangan dari pasar mengerumuni penyair yang berjaya itu, mereka memuji
sajak-sajak cintanya itu. Setelah
dari cinta beralih kepada kebanggaan diri banyak orang yang bertepuk tangan kegirangan, tetapi ada juga
yang berteriak menyangkal dan menjelek-jelekkannya. Ketika beralih
menantang dan mengumpat suatu kabilah yang pernah bermusuhan dengan kabilahnya,
teriakan-teriakan yang menyambut gembira dan
yang menentang itu tiba-tiba berubah menjadi pertengkaran sengit, yang
bukan tidak mungkin akan dilanjutkan dengan
menghunus pedang. Sesudah sang penyair selesai membacakan syairnya, ada orang tua yang bijak
dapat menengahi mereka untuk mengajak damai dan ajakannya itu pun
dipatuhi.
Di
antara kerumunan orang banyak itu ada seorang pemuda di bawah umur dua
puluh tahun — bertubuh kekar, besar dan tingginya melebihi semua orang yang
hadir, putih kemerah-merahan dan agak kecoklatan—juga ikut mendengarkan pembacaan puisi
itu. la mengikutinya dengan tekun disertai rasa kagum dan
sebentar-sebentar menganggukkan
kepala, menunjukkan kegembiraannya dan seleranya yang tinggi atas segala
yang didengarnya itu. Tetapi dia tidak ikut berteriak, sebab kebanggaan sang
penyair atas kabilahnya itu dan tantangannya kepada kabilah lain tak ada
sangkut-pautnya dengan dirinya. Dia tidak termasuk salah satu kabilah itu.
Bahkan keduanya mungkin jauh dari tempatnya.
Karenanya ia tak akan dapat menikmati sajak-sajak yang telah didengarnya
itu.
Profil pemuda Umar di Pasar
Selesai
sang penyair membacakan sajak-sajaknya ia memasang telinga
mendengarkan apa yang akan dikatakan orang bijak itu. Setelah dipastikan
mereka cenderung berdamai ia mendahului teman-temannya yang lain pergi melangkah cepat-cepat. Tidak biasa
ia berjalan perlahan, langkahnya yang lebar dan cepat tidak mudah dapat
diikuti oleh yang lain. Teman-temannya mau mengajaknya mengobrol kalau-kalau
dengan demikian ia dapat menahan cara melangkahnya yang lebar itu. Pembicaraan
yang pada mulanya tenang-tenang saja berubah menjadi perdebatan yang panas. Pemuda itu berhenti
melangkah, matanya yang sudah berubah merah menandakan kemarahannya mulai
menyala. Ia memilin-milin kumisnya yang sudah tumbuh lebat seraya
berkata:
"Kalian
mau menakut-nakuti aku dengan anak muda itu! Aku bukan anak Khattab
kalau tidak mengajaknya bergulat begitu aku bertemu dial"
Ia melangkah
lebih lagi cepat-cepat, sehingga teman-temannya di belakangnya agak berlari.
Begitu sampai di gelanggang adu gulat yang diadakan di samping Pasar Ukaz, dilihatnya
pemuda-pemuda yang tegap-tegap sudah berkerumun, menyaksikan salah
seorang dari mereka sedang merundukkan
badannya di dada lawannya yang sudah dibuatnya tergeletak di tanah. Tatkala orang banyak melihat
Umar bin Khattab datang menuju ke
tempat mereka cepat-cepat mereka memberi jalan. Kedua pegulat itu
bergabung dengan para penonton. Mereka yakin kedatangan Umar bukan untuk
menonton tetapi datang hendak bergulat. Masih dengan sikapnya yang marah Umar memutar
matanya kepada para penonton.
Setelah dilihatnya pemuda yang tadi sedang berbicara dengan kawan-kawannya, dipanggilnya untuk diajak
bertanding. Pemuda itu tersenyum
sambil melangkah ke tengah-tengah gelanggang, penuh percaya diri akan kekuatan dan kemampuannya.
Sebelumnya ia tak pernah bertarung dengan Umar. Baru pertama kali ini ia
datang ke Ukaz bersama kabilahnya. Sejak kedatangannya itu ia tak pernah dikalahkan, sehingga setiap lawan harus
benar-benar memperhitungkan. Perawakann\a hampir sama dengan perawakan Umar,
tinggi dan besar. Umar yang sudah
siap beradu kekuatan melangkah maju. Pemuda badui itu berusaha hendak
mematahkan Umar, dan sudah memperlihatkan berbagai macam kepandaiannya dalam bertarung,
sehingga jumlah penonton yang
berdatangan makin banyak, suatu jumlah yang tak pernah ada sebelumnya. Gadis-gadis yang berdekatan
pun berdatangan ke tempat itu
setelah mendengar kedua nama pegulat itu. Mereka ingin menyaksikan apa yang akan terjadi. Mereka sudah
tahu, seperti orang lain yang dalam tahun-tahun yang lalu juga sudah
tahu, bahwa tak ada orang yang dapat mengalahkan Umar bin
Khattab.
Setelah pemuda
badui itu maju dan sudah bergulat dengan pegulatpegulat lain, orang-orang di Ukaz semua
mengharapkan ia akan bergulat dengan
Umar. Mereka bertaruh untuk kedua pemuda itu, siapa yang akan menang.
Setelah Umar menantang lawannya untuk bergulat, secepat kilat berita itu tersebar ke segenap
penjuru di pasar. Semua mereka yang tak terikat oleh pekerjaan datang ke
tempat itu. Selama beberapa waktu Umar
membiarkan lawannya berbicara terus dan berlagak, sedang dia sendiri
dalam sikap defensif, tidak mau membuangbuang tenaga seperti pemuda badui itu. Sesudah
diperkirakan ia sudah cukup lelah diserangnya ia dengan memiting kedua
bahunya lalu dibantingnya ke tanah.
Lapangan itu gegap gempita, orang ramai menyambut kemampuan Umar. Mereka
teringat pengalaman yang sudah lalu menyaksikan ketangkasan Umar dalam
peristiwa serupa. Gadis-gadis dan perempuan pun tidak kalah dengan kaum lelaki
dan pemudanya memuji pemuda Kuraisy yang perkasa ini.
Tempat hiburan
Tak lama
kemudian matahari pun mulai bergeser ke tempat peraduannya. Orang ramai pun sudah mulai pergi,
masing-masing kembali ke tempatnya. Umar berjalan terus masuk ke dalam
pasar diikuti temanteman pengagumnya, dan dibalas Umar dengan senyum, senyum
yang jarang sekali mereka lihat memalut
wajah laki-laki itu. Senyum demikian tidak hanya untuk teman-temannya. Ketika
ia lalu di depan orang banyak
dilihatnya mereka juga memandang bangga kepadanya; gadisgadis pun saling berebut ingin mendapat kesempatan
kalau-kalau tertangkap pandangan matanya atau akan jatuh cinta melihat
paras yang elok. Hatinya merasa lega dan
semua ini terpantul dalam senyumnya itu.
Begitu malam
tiba diajaknya teman-temannya singgah di tempat hiburan yang terdapat di sisi
pasar. Di belakang pasar itu membentang padang Sahara sejauh mata memandang. Umar mencari
tempat terdekat ke Sahara. Setelah
mengucapkan selamat malam kepada orang-orang yang dikenalnya saat ia lalu
di depan mereka, mereka juga membalas salamnya disertai rasa kagum dan bangga. Seorang
gadis pelayan warung bertubuh ramping
melangkah gontai dengan pandangan mata dan senyum merekah di bibir memperlihatkan
seuntai giginya yang manis, yang
hanya tertuju kepada pemuda yang telah berjaya itu. Dalam percakapannya dengan gadis itu Umar
memperlihatkan sikap begitu lembut, yang sejak pasar ada tak pernah
terlihat demikian. Tak lama setelah itu ia
kembali datang lagi membawa khamar (minuman keras) yang sudah cukup
matang untuk para pelanggan yang setia, yang selama pekan pasar setiap malam selalu datang ke
warung itu. Di tengah-tengah teman-temannya Umar paling banyak minum
dibandingkan mereka. Sampai jauh malam pemuda-pemuda masih asyik minumminum
dan bergadang, hanyut mengobrol, dari soal yang bersungguhsungguh sampai ke soal remeh, dari soal mencumbu
perempuan sampai ke soal menunggang kuda, dari cerita-cerita petualangan
sampai ke soal silsilah. Pengetahuan Umar dalam soal ini memang cukup banyak,
ditambah lagi dengan minuman khamar dan kemenangannya bertarung melawan pemuda
pedalaman tadi lidahnya makin lancar. Sementara mereka sedang bercakap-cakap demikian samar-samar
dilihatnya seorang penunggang kuda sedang memacu kudanya cepat-cepat.
Umar berteriak:
"Demi Lat dan
Uzza, sungguh kagum aku melihat kepandaiannya menunggang kuda
itu!"
Temannya
yang tadi mengajaknya berbicara mengenai pemuda pegulat
itu tersenyum.
"Semoga Uzza
mengampuni sepupumu Zaid bin Amr yang berkata dalam
syairnya:
Tak ada Uzza
maupun kedua putrinya yang kupercayai
Tak ada berhala-berhala
Banu Tasm yang kuikuti
Adakah satu Tuhan yang kuanut ataukah seribu tuhan
Adakah satu Tuhan yang kuanut ataukah seribu tuhan
Apabila
masalahnya sudah terpilah-pilah?"
Mendengar
itu wajah Umar berubah j adi masam, merengut.
"Celaka dia!"
katanya. "Dia sudah ingkar. Uzza tidak akan mengampuninya! Tindakan Khattab
tepat sekali mengusir kemenakannya itu dari Mekah dan tak dibolehkan lagi
memasuki Mekah setelah ia memnggalkan agama kita, memusuhi berhala-berhala kita
dan mencari tuhan lain dalam agama Yahudi
dan Nasrani, tetapi karena dari keduanya tidak berhasil ia mengira ada dalam
agama Ibrahim nenek moyangnya. Kalau diserahkan kepadaku niscaya kubantai
dia."
Pembicaraan
kemudian beralih ke soal-soal yang mereka kira dapat menenangkan
perasaan. Sementara mereka sedang bergadang itu tibatiba
terdengar suara-suara lembut dari gadis-gadis yang keluar dari kemah
ke padang sahara. Mereka sedang menikmati bisikan malam atau sedang mau
menunaikan segala keperluannya. Umar menahan bicaranya, seolah terpengaruh oleh
suara-suara itu. Sesudah teman‑temannya
diam, mereka mengalihkan pandangan kepadanya.
la sudah siap berdiri
seraya berkata: Aku ada keperluan; akan kutinggalkan kalian sebentar dan
akan segera kembali lagi. Mereka tersenyum. Memang, kesenangannya mendekati
perempuan, sama dengan kesenangannya
meminum khamar. Umar menuju ke arah datangnya suara lembut itu. la mendengar suara biduanita berkata kepada
teman-temannya: Lihat, itu Umar
sedang menuju ke tempat kita; kita berpura-pura lari karena takut dibantingnya. Sesudah kemudian Umar
berada di dekat mereka, memang, masing-masing mereka berpura-pura lari
dengan terpencar-pencar. Yang masih
tinggal hanya si penyanyi; ia menjatuhkan kerudungnya dan berpura-pura sedang
membetulkannya. Umar segera mengenalnya, yang beberapa hari yang lalu mereka
sudah pernah berjumpa. Selama pekan Ukaz tahun ini saat itulah yang
dirasakannya paling bahagia. Teman-teman
penyanyi itu sudah mengerti tipu dayanya. Mereka tertawa melengking,
marah bercampur ejekan dan rasa cemburu-.
Umar
kembali ke tempat teman-temannya seperti dij anj ikannya tadi. Tak lama
di tempat itu, sesudah membayar kepada pelayan harga minuman yang mereka tenggak, ia pergi
meninggalkan teman-temannya.
Hari
sudah hampir siang ketika Umar bertemu lagi dengan sahabatsahabatnya
itu. Mereka sedang bercerita mengenai kemahiran Umar yang
diperlihatkan dalam beradu gulat kemarin. Mereka sangat mengharapkan Umar akan mau bergulat lagi dengan
lawannya itu sehingga benar-benar
dapat membantingnya, supaya sesudah itu pemuda pedalaman itu tidak lagi bisa berlagak di lapangan
gulat. Tetapi Umar tidak sependapat
dengan mereka, karena yang demikian dianggapnya tidak kesatria. Dia yang
sudah menang, apabila yang mengajak bergulat lawannya untuk membalas kekalahannya, ia tak akan
mundur. Tetapi dia sendiri tak akan memulai mengajaknya bertarung dan
tidak akan menantangnya. Pekan pasar sudah
hampir selesai. Sesudah tiga hari orang akan meninggalkan Ukaz dan akan pergi ke
Majannah untuk bersiap-siap melakukan tawaf ke Ka'bah, dan masing-masing kabilah
akan menyembelih kurban untuk
berhala-berhala mereka. Kalau sudah menyembelih hewan mereka akan pergi ke Zul-Majaz
untuk mendapatkan air sebelum naik ke Arafah. Selama tiga hari sebelum
di Majannah orang sudah disibukkan oleh segala persiapan untuk melakukan
ziarah, bukan untuk bergulat dan bertarung.
Tiga hari itu
sudah berlalu, pemuda desa itu pun sudah menyerah dengan apa yang sudah
dialaminya, setelah dilihatnya Umar memangbukan tandingannya. Orang pun sudah
berkemas hendak meninggalkan Ukaz, dan Umar yang paling pertama mengadakan
persiapan demikian. Menjelang tengah hari budaknya sudah menyiapkan kudanya.
Melihat warna kuda itu yang hitam pekat,
kedua telinganya yang kecil dan kepala tegak dengan kedua kakinya yang
kukuh dan perutnya yang ramping, serta sikap Umar yang penuh percaya diri dan
bangga akan kudanya — pemuda-pemuda yang berasal dari pelbagai kabilah terkemuka itu seolah iri hati. Mereka mengajaknya
berlomba dengan berpacu. Apabila pacuan kuda selesai dan beristirahat,
mereka turun ke Majannah sesudah tidur tengah hari
sebentar.
Ajakan
itti disambut oleh Umar dan mereka pun sudah siap dengan kuda
yang a'kan diperlombakan. Sekarang mereka pergi ke padang Sahara
dan mencari arena tempat berpacu. Setelah siap di atas kuda masing-masing
dan pemandu memberikan aba-aba, secepat itu pula Umar
dan kudanya seperti sudah menyatu melesat secepat kilat, sehingga penonton sudah
tak tahu lagi kuda yang dipacu itu di atas tanah
atau terbang di angkasa. Kemenangan Umar dalam pacuan kuda ini
mengundang kekaguman orang di pasar seperti ketika kemenangannya
dalam bergulat. Gadis-gadis pun tidak hanya sekadar kagum, mereka
sudah hanyut terpengaruh begitu jauh. Penyanyi yang tahun ini memberinya
kenangan begitu manis di Ukaz hanya tersenyum, senyum yang menimbulkan
rasa cemburu kawan-kawannya yang lain. Mereka meliriknya dengan mata Arabnya
barangkali seperti dalam sajak yang diungkapkan penyair Umar bin Abi
Rabi'ah:
Karena
perasaan dengki yang menyelimuti mereka Dahulu orang
memang penuh dengki.
Kabilah, silsilah dan keluarga Umar
Sekarang
orang berangkat dari Ukaz ke Majannah kemudian ke Zul-Majaz.
Segala upacara mereka laksanakan untuk berhala-berhala. Setelah itu setiap kabilah kembali pulang ke
tempat asal mereka masing-masing di Semenanjung.
Dalam
daur tahun berikutnya tiba pula pekan Ukaz. Seperti tahun lalu,
peranan Umar tahun ini juga tidak berbeda, dan demikian seterusnya selama
bertahun-tahun. Tetapi pernah terjadi ketika pada suatu pembukaan pasar itu Umar datang terlambat, orang
sibuk mencarinya dan bertanya-tanya
mengapa ia tidak datang. Lebih-lebih karena perkampungannya terletak di Safa dan bergabung dengan
kabilah Banu Sahm yang berada di sebelahnya. Nenek moyang Umar merasa
dipacu oleh persaingan ini, yang kendati jumlah orangnya lebih kecil dengan
kedudukan yang lemah dibandingkan dengan
kabilah-kabilah besar lainnya,
dalam ilmu dan kearifan mereka lebih tinggi. Ilmu dan kearifan ini menempatkan mereka lebih terkemuka dalam
tugas-tugas sebagai penengah dan
dalam mengambil keputusan jika timbul perselisihan. Mereka yang menjadi
juru bicara mewakili Kuraisy dalam menghadapi kabilah-kabilah lain manakala timbul perbedaan
pendapat, yang biasanya berakhir
dengan perundingan. Kepemimpinan mereka disukai dalam menghadapi perselisihan; mereka fasih
berbicara, pandai bertutur kata.
Kearifan itu kemudian melahirkan orang yang bernama Zaid bin Amr, salah
seorang yang menjauhi penyembahan berhala dan menolak makanan dari hasil kurban untuk berhala itu. Di
samping dia ada pula orang yang bernama Umar bin Khattab, yang merasa
bangga karena ia menjadi anggota kabilah itu.
Inilah
kabilah Umar. Ayahnya, al-Khattab bin Nufail bin AbdulUzza
bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adi bin Ka'b. Adi ini
saudara Murrah, kakek Nabi yang kedelapan. Ibunya, Hantamah binti Hasyim bin
al-Mugirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Khattab
orang terpandang di kalangan masyarakatnya, tetapi dia bukan orang
kaya, juga tak mempunyai khadam. Umar pernah menulis surat kepada Amr bin al-As yang ketika itu
ditempatkan sebagai amir[1] untuk
Mesir, menanyakan asal usul hasil kekayaan yang dihimpunnya. Dalam
surat balasannya itu Amr marah, di antaranya ia mengatakan: "...Sungguh,
kalaupun dalam mengkhianati Anda itu halal, saya tidak akan
mengkhianati Anda atas kepercayaan yang telah Anda berikan kepada
saya. Saya turunan orang baik-baik, yang jika kami hubungkan ke
sana tak perlu lagi saya mengkhianati Anda. Anda menyebutkan bahwa
di samping Anda ada kaum Muhajirin yang mula-mula yang lebih baik dari
saya. Kalau memang begitu, demi Allah wahai Amirulmukminin, saya tidak akan mengetuk pintu untuk
Anda dan gembok pintu saya pun tidak akan saya bukakan kepada
Anda."
Amr bin al-As
begitu marah atas surat Umar itu sampai ia berkata kepada Muhammad bin Maslamah ketika ia datang
sebagai utusan Umar untuk mengadakan
perhitungan: "...Sial benar sejarah ini, yang telah membuat aku menjadi
gubernur Umar! Saya dulu melihat Umar dan
ayahnya sama-sama mengenakan jubah putih berbulu kasar tipis yang tak sampai di lekuk lututnya dan memikul
seikat kayu bakar, sedang al-As bin Wa'il memakai pakaian sutera
berumbai-rumbai."
"Sudahlah
Amr! Umar lebih baik dari Anda, sedang bapa Anda dan bapanya
sudah sama-sama dalam neraka..."
Khattab ini
laki-laki yang berperangai kasar dan keras. Di masa kekhalifahannya pernah Umar
lewat di sebuah tempat yang berpohonpohon,
yang disebut Dajnan, dan katanya: "Aku pernah menggembalakan ternak
Khattab di tempat ini. Yang kuketahui dia kasar dan keras. Menurut sumber at-Tabari disebutkan bahwa di masa
kekhalifannya, ketika melalui Dajnan
Umar berkata: "Tiada tuhan selain Allah Yang telah memberi rezeki
sekehendak-Nya dan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dulu aku menggembalakan untuk
Khattab di lembah ini dengan
mengenakan jubah dari bulu. Dia kasar, payah benar aku bekerja dengan dia; dipukulnya aku kalau lengah.
Ketika aku pulang di waktu sore hanya Allah Yang tahu..." Kemudian ia
mengutip beberapa sajak para penyair.[2]
Khattab
mengawini perempuan bukan karena berahi, tetapi supaya mendapat anak yang banyak. Ketika itu orang yang
banyak anak menjadi kebanggaan orang Arab. Orang masih ingat bagaimana
AbdulMuttalib kakek Nabi
'alaihis-salam
merasa
tak berdaya di tengahtengah
masyarakatnya sendiri, karena tak banyak anak. Lalu ia bernazar kalau mempunyai
sepuluh anak laki-laki sampai dewasa sehingga dapat memperkuatnya, salah seorang di antaranya akan
disembeiih sebagai kurban untuk sang dewa di Ka'bah. Sudah kita sebutkan juga
bahwa Banu Adi merasa sangat tak berdaya, karena jumlah mereka kecil
sehingga oleh keluarga Abdu-Syams mereka diusir dari perkampungannya di Safa. Tidak heran jika Khattab ingin
mendapat anak lebih banyak supaya sedapat mungkin dapat memperkuat
diri.
Ayah Umar
Sebenarnya
Khattab ini cerdas, sangat dihormati di kalangan masyarakatnya, pemberani. Dengan tangkas dan tabah
ia memimpin Banu Adi dalam suatu
pertempuran. Banu Adi ini yang dulu ikut dalam Perang Fijar, yang dipimpin oleh Zaid bin Amr bin
Nufail dan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus saudaranya dari
pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida' yang kemudian melahirkan
Khattab. Setelah Nufail meninggal Amr anaknya yang dari ibu lain kawin dengan
istri ayahnya Jaida'. Pernikahan demikian
biasa dilakukan di zaman jahiliah.
Dari perkawinan Amr dengan Jaida' ini kemudian lahir Zaid bin Amr, yang bagi Umar adalah saudara dan
sekaligus kemenakan.[3] Usia
keduanya berdekatan dan itu pula yang menyebabkan mereka memimpin masyarakatnya
dalam Perang Fijar.
Sesudah Zaid
meninggalkan penyembahan berhala dan tidak mau memakan makanan kurban untuk
berhala itu, kepada masyarakatnya ia berkata: "Allah menurunkan hujan dan
menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta
supaya kamu urus, lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku,
aku tidak tahu di muka bumi ini adakah orang yang berpegang pada agama
Ibrahim?!"
Kemudian
ia membacakan syair yang mengajak orang membuang cara peribadatan demikian
itu.[4] Oleh karena itu
oleh Khattab ia dimusuhi
dan ditentang keras sekali, didorong pula oleh masyarakat Kuraisy yang
akhirnya mengeluarkannya dari Mekah dan tidak diperbolehkan memasuki Mekah lagi. Khattab termasuk di
antara mereka yang paling keras dan kejam.
Di
antara perempuan yang sudah dikawini Khattab termasuk Hantamah
binti Hasyim bin al-Mugirah dari Banu Makhzum yang masih sepupu
Khalid bin al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum kakek mereka bersama,
yang juga pemimpin pemuka-pemuka Kuraisy dan salah seorang pahlawannya.
Dalam pasukan tentara Banu Makhzum dia juga
komandannya, sehingga mendapat gelar sesuai dengan kedudukannya itu.
Dengan kedudukannya yang demikian di kalangan Kuraisy, dialah yang telah
menasihati kakek Nabi, supaya jangan menyembelih Abdullah anaknya sebagai kurban
untuk memenuhi nazarnya, dengan mengatakan: "Janganlah sekali-kali
menyembelihnya sebelum kita memberikan alasan. Kalau penebusannya dapat kita lakukan dengan harta
kita, kita tebuslah." Dengan kedudukannya itu Hantamah adaiah perempuan
yang selalu dekat di mata suaminya dan lebih
diutamakan dari istri-istrinya yang lain. Setelah Umar lahir sang ayah
merasa sangat gembira dan dibawanya kepada
berhala-berhala sebagai tanda kegembiraannya. Kaum fakir miskin di kalangan Banu
Adi yang banyak jumlahnya ketika itu diberi santunan berupa
makanan.
Masa kecil dan remaja
Kapan Umar
dilahirkan? Suatu hal yang tidak mudah dapat dipastikan. Yang jelas ia meninggal sekitar tiga hari
terakhir bulan Zulhijah 23 tahun setelah hijrah. Tetapi yang masih
diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat: ada yang mengatakan dalam usia
lima puluh tahun, ada yang menyebutkan dalam
usia lima puluh tujuh tahun, yang lain mengatakan enam puluh tahun, ada lagi yang
mengatakan enam puluh tiga tahun dan
sebagainya. Besar dugaan ia meninggal sekitar umur enam puluhan. Kalau benar
demikian berarti ketika ia hijrah umurnya belum mencapai empat puluh tahun. Dan
kepastian dugaan ini tak dapat kita jadikan
pegangan.
Semasa anak-anak
Umar dibesarkan seperti layaknya anak-anak Kuraisy. Yang kemudian membedakannya dengan yang
lain, ia sempat belajar baca-tulis,
hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Kuraisy ketika Nabi diutus hanya
tujuh belas orang yang pandai baca-tulis. Sekarang kita mengatakan bahwa
dia termasuk istimewa di antara teman-teman
sebayanya. Orang-orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca-tulis itu suatu
keistimewaan, bahkan mereka malah menghindarinya dan menghindarkan
anak-anaknya dari belajar.
Sesudah Umar
beranjak remaja ia bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran
kota Mekah. Sudah kita sebutkan ia bercerita tentang ayahnya serta
tindakannya yang keras kepadanya saat ia
menggembalakan untanya. Penulis al-'Iqdul
Farid menyebutkan
bahwa pada suatu hari Umar berkata kepada an-Nabigah al-Ja'di:
Perdengarkanlah nyanyianmu kepadaku tentang dia. Lalu diperdengarkannya sebuah kata dari dia. "Engkau
yang mengatakan itu?" tanyanya. "Ya." "Sering benar kau menyanyikan itu
di belakang Khattab." Menggembalakan unta
sudah merupakan kebiasaan di kalangan anak-anak Kuraisy betapapun
tingkat kedudukan mereka.
Beranjak
dari masa remaja ke masa pemuda sosok tubuh Umar tampak
berkembang lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Ketika Auf bin
Malik melihat orang banyak berdiri
sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain
sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: Dia
Umar bin Khattab.[5]
Wajahnya
putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang
lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak mudanya ia memang sudah
mahir dalam berbagai olahraga: olahraga gulat dan menunggang kuda. Ketika ia
sudah masuk Islam ada seorang gembala ditanya orang: Kau tahu si kidal itu sudah
masuk Islam? Gembala itu menjawab: Yang beradu gulat di Pasar Ukaz? Setelah
dijawab bahwa dia, gembala itu memekik: Oh,
mungkin ia membawa kebaikan buat mereka, mungkin juga
bencana.
Penunggang kuda
Dari antara
berbagai macam olahraga, naik kuda itulah yang paling disukainya sepanjang hidupnya. Selama dalam
pemerintahannya pernah ia datang dengan memacu kudanya sehingga hampir
menabrak orang. Ketika mereka melihatnya,
mereka heran. Apa yang membuat kalian heran? tanyanya. Aku merasa cukup segar lalu
kukeluarkan seekor kuda dan kupacu.
Dalam
perang juga dia memegang peranan penting, yang diwarisinya
dari pihak saudara-saudara ibunya Banu Makhzum. Ketika dalam sakitnya
yang terakhir Abu Bakr sudah berkata: "Tatkala aku mengirim Khalid bin Walid ke
Syam aku bermaksud mengirim Umar bin
Khattab ke Irak. Ketika itu sudah kubentangkan kedua tanganku demi di
jalan Allah."
Di samping
kemahirannya dalam olahraga berkuda, adu gulat dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap
puisi juga tinggi dan suka mengutipnya. la suka mendengarkan para penyair membaca puisi di
Ukaz dan di tempat-tempat lain.
Banyak syair yang sudah dihafalnya dan membacanya kembali mana-mana yang
disenanginya, di samping kemampuannya
berbicara panjang mengenai penyair-penyair al-Hutai'ah, Hassan bin Sabit,
az-Zibriqan1 dan yang lain. Pengetahuannya yang cukup menonjol
mengenai silsilah (genealogi) orang-orang Arab yang dipelajarinya dari
ayahnya, sehingga ia menjadi orang paling terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali
dan ia pandai berbicara. Karena semua itu ia sering pergi menjadi utusan
Kuraisy kepada kabilah-kabilah lain, dan
dalam menghadapi perselisihan kepemimpinannya disukai seperti
kepemimpinan ayahnya dulu.
Seperti
pemuda-pemuda dan laki-laki lain di Mekah, Umar gemar sekali meminum
khamar (minuman keras) sampai berlebihan. Bahkan barangkali melebihi yang lain. Juga waktu mudanya
itu ia tergila-gila kepada gadis-gadis cantik, sehingga para penulis biografinya
sepakat bahwa dia ahli minuman keras
dan ahli mencumbu perempuan. Tetapi yang demikian ini memang sudah
menjadi kebiasaan masyarakatnya. Penduduk
Mekah memang sangat tergila-gila pada minuman keras. Dalam suasana teler demikian mereka merasa sangat
nikmat. Perempuan-perempuan hamba sahaya milik mereka menjadi sasaran
kenikmatan mereka, juga mereka yang di luar
hamba sahaya. Syairsyair mereka zaman jahiliah pandai sekali berbicara
mengenai soal-soal semacam itu. Sesudah
datang Islam, yang terkenal dalam soal ini penyair Umar bin Abi Rabi'ah dan yang semacamnya.
Puisi-puisi mereka biasa menggoda gadis-gadis Mekah dengan dorongan cinta
berahi yang mereka warisi dari ibu-ibu dan bibi-bibi mereka. Dalam Islam hal
ini dipandang perbuatan dosa, sedang sebelum itu dianggap soal
biasa.
Istri-istri Umar
Sesudah
masa mudanya mencapai kematangan, Umar terdorong ingin menikah.
Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi dari masyarakatnya dengan harapan
mendapat banyak anak. Dalam hidup‑nya itu ia mengawini sembilan perempuan yang
kemudian memberikan keturunan dua belas
anak, delapan laki-laki dan empat perempuan. Dari perkawinannya dengan Zainab putri Maz'un lahir
Abdur-Rahman dan Hafsah; dengan Umm
Kulsum putri Ali bin Abi Talib lahir Zaid yang lebih tua (senior)
dan Ruqayyah;
dengan Umm Kulsum binti Jarul[6] bin Malik lahir
Zaid yang lebih muda (junior)
dan Ubaidillah.
Islam telah memisahkan Umar dengan Umm Kulsum putri Jarul. Ia kawin dengan Jamilah binti Sabit bin Abi al-Aflah maka lahir
Asim. Nama Jamilah yang tadinya
Asiyah2, oleh Nabi diganti: Sebenarnya engkau Jamilah, kata Nabi. Perkawinannya dengan Umm Hakam putri
al-Haris bin Hisyam bin al-Mugirah
melahirkan Fatimah. Dari perkawinannya dengan Atikah binti Zaid bin Amr lahir Iyad.
Luhayyah, hamba sahaya ibu Abdur-Rahman anaknya yang menengah. Dari
Fukaihah yang juga hamba sahaya yang telah
melahirkan Zaid, anaknya yang bungsu. Kalangan sejarawan masih berbeda pendapat mengenai
nama ibu Abdur-Rahman junior, ibunya
seorang juga seorang hamba sahaya. Kalangan sejarawan masih berbeda pendapat
mengenai nama ibunya itu.
Umar
kawin dengan empat perempuan di Mekah, dan yang perempuan kclima
setelah hijrah ke Medinah. Tetapi ia tidak sampai mengumpulkan mereka di rumahnya. Kita sudah
melihat Islam yang telah
memisahkannya dari Umm Kulsum binti Jarul, dan perempuanperempuan yang
lain diceraikannya. Mereka yang diceraikan itu Umm Hakam binti al-Haris bin Hisyam dan Jamilah yang
telah melahirkan Asim. Kalau ia masih
akan berumur panjang niscaya ia masih akan kawin lagi selain kesembilan
perempuan itu. Ia melamar Umm Kulsum putri
Abu Bakr sewaktu masih gadis kecil, sementara ia sudah memegang pimpinan umat.
Ia memintanya kepada Aisyah saudaranya, Aisyah Ummulmukminin menanyakan
adiknya itu tetapi ia menolak dengan
mengatakan bahwa Umar hidupnya kasar dan sangat keras terhadap perempuan. Juga ia pernah melamar Umm
Aban binti Utbah bin Rabi'ah, yang juga menolak dengan mengatakan bahwa dia
kikir, keluar masuk rumah dengan muka merengut.
Apa
yang dikatakan Umm Kulsum binti Abu Bakr tentang wataknya yang keras
dan kasar, dan apa yang dikatakan Umm Aban bahwa ia selalu bermuka masam dan
hidupnya yang serba keras, merupakan sebagian dari wataknya yang sejak masa mudanya,
dan kemudian tetap begitu dalam perjalanan hidup selanjutnya. Sesudah
menjadi khalifah, maka dalam doa pertamanya ia berkata: "Allahumma ya Allah, aku
sungguh tegar, maka lunakkanlah hatiku. Ya
Allah, aku ini lemah, berilah aku kekuatan. Ya Allah aku sungguh kikir
jadikanlah aku orang pemurah." Sejak mudanya
ia sudah mewarisi sikap keras dan kasar itu dari ayahnya, kemudian didukung pula oleh
tubuhnya yang tetap kekar dan kuat. Mengenai apa yang disebutnya kebakhilan,
karena ia memang tak pernah kaya, dan ayahnya juga tak pernah menjadi
orang kaya. Sepanjang hidupnya ia dalam keadaan sederhana. padahal, seperti
kebanyakan penduduk Mekah ia juga berdagang. Barangkali wataknya yang keras itu
yang membuatnya tak pernah beruntung dalam perdagangan, seperti rekan-rekannya yang lain. Dengan
watak kerasnya dalam perdagangan ia
tak pernah dapat mengeluarkan air dari batu, tak pernah ia dapat mengubah
tanah menjadi emas, demikian ungkapan masyarakatnya sendiri, Kuraisy. Di samping itu.
dalam perdagangan pun ia tak terbatas
hanya pada perjalanan musim panas dan musim dingin ke Yaman dan ke Syam saja, bahkan ia pergi
sampai ke Persia dan Rumawi. Tetapi dalam perjalanan itu ia mengutamakan
untuk mencerdaskan pikirannya daripada untuk mengembangkan perdagangannya.
Dalam M
uruj az-Zahab al-Mas'udi
menyebutkan bahwa selama dalam pelbagai
perjalanan di masa jahiliah itu Umar banyak menemui pemuka-pemuka
Arab dan bertukar pikiran dengan mereka. Kemungkinan besar
segala yang sudah dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai utusan dari pihak
Kuraisy, dan luasnya pengetahuannya mengenai silsilah orang-orang Arab dan
cerita-cerita rakyat masyarakat Arab serta apa
yang diketahuinya dari buku-buku yang dibacanya masa itu, itulah membuatnya lebih
banyak untuk menambah ilmu daripada untuk memperoleh
kekayaan.
Pendidikan dan konsep pemikirannya
Inilah
yang membuatnya lebih percaya diri dan lebih punya rasa harga diri. Orang yang
berharta selalu perlu menjaga hubungan baik dengan semua
orang, untuk melindungi dan memperbesar kekayaannya. Orang yang dalam usaha perdagangan,
keberhasilannya bergantung pada
kelihaian serta menguasai segala seluk beluknya. Tetapi orang yang haus ilmu dan ingin menambah pengetahuannya,
harta kekayaan tak banyak mendapat
perhatian, sebab orang yang sudah keranjingan harta cenderung tidak
memperhatikan ilmu dan lebih banyak meng‑gantungkan diri pada masalah-masalah dunia dan
tunduk pada yang lebih menguasainya. Tetapi orang yang memandang dunia
dan harta itu rendah dan memburu ilmu dan pengetahuan lebih membanggakan diri,
sampai-sampai ia mau menjauhi orang, maka ia tidak akan tertarik pada segala yang ada di tangan mereka karena ia sudah
lebih tinggi dari semua mereka. Tingkat ini yang belum dicapai Umar di
masa mudanya. Rasa bangga dan percaya diri
yang luar biasa itu, itulah yang benarbenar
dihayatinya.
Usaha Umar dalam
memburu pengetahuan membuatnya sejak mudanya
ia memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat memperbaiki
keadaan mereka. Ini juga kemudian yang membuatnya bangga, bersikeras dan
menjadi fanatik dengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu. Ia
tidak mau dibantah atau berdebat.
Karena sikap keras dan ketegarannya itu sehingga dengan fanatiknya ia berlaku begitu sewenang-wenang. Ia
akan mempertahankan pendapatnya
dengan tangan besi dan dengan ketajaman lidahnya. Tetapi yang demikian ini bukan
tidak mungkin akan mengubah pendapat orang lain yang dihadapinya untuk
menjadi bukti kuat dalam pembelaannya dan untuk mematahkan alasan
lawan.
Pandangan orang
mengenai masalah-masalah ekonomi dan sosial di Mekah dan di negeri-negeri Arab
lainnya tidak banyak berbeda. Sudah biasa
beraneka ragam pendapat mereka mengenai masalah-masalah tersebut, yang memang sudah mereka warisi dari
nenek moyang, dan sudah menjadi
pegangan hidup mereka. Dengan begitu mereka sudah cukup puas. Tetapi pertentangan yang masih timbul
mengenai agama dan peribadatannya.
Soalnya, orang-orang Nasrani dan Yahudi yang tinggal bersama mereka tidak mengakui penyembahan
berhala demikian, yang mereka anggap sebagai perbuatan batil. Setiap
orang yang berpikiran sehat harus menjauhinya. Orang-orang Arab yang dalam
perjalanan musim panas ke daerah Rumawi menganggap peradaban orangorang Nasrani dan Yahudi itu lebih maju dari
peradaban orang Arab, dan mereka menghubungkan kemajuan itu dengan agama
mereka. Di samping itu, para penginjil Nasrani waktu itu sangat giat sekali
dalam menyebarkan misi dan mengajak orang menganut agama mereka, sama dengan
kegiatan mereka sekarang. Oleh karena itu beberapa orang Arab yang mempunyai
pengetahuan tidak mengakui penyembahan berhala.
Sebagai
orang yang sudah pandai baca-tulis, adakah juga Umar mau
mengikuti mereka dan meninggalkan kepercayaan masyarakatnya?
Tidak!
Malah dengan sengitnya ia menyerang mereka.
la berpendapat
orang yang meninggalkan kepercayaan masyarakatnya telah merusak
sendi-sendi pergaulan masyarakat Arab. Ia menganggap perlu memerangi dan
menghancurkan mereka supaya tidak berakar dan berkembang. Dalam hal ini
fanatiknya terhadap penyembahan berhala barangkali tidak seberat fanatiknya terhadap
masyarakatnya itu, ingin bertahan
dengan sistem yang sekarang ada dengan segala keutuhan dan ketahanannya
terhadap golongan lain.
Fanatik terhadap agama masyarakatnya
Sejak dahulu
kala sebenarnya dunia memang sudah diumbangambingkan oleh dua masalah pokok, yang sampai
sekarang masih berlaku,
masing-masing ada pembelanya, yakni masalah kebebasan dan organisasi:
kebebasan pribadi dan organisasi sosial. Masyarakat hanya dapat hidup dengan organisasi, dengan
bermasyarakat, dan tak akan ada kehidupan pribadi tanpa kebebasan. Jika terjadi
pertentangan antara kebebasan pribadi dengan organisasi sosial mana yang
harus didukung? Tentu organisasi itu. Kebebasan pribadi tak akan terjamin tanpa
adanya organisasi sosial. Jika organisasi
sosial tidak berlaku, kebebasan pribadi juga ikut tak berlaku. Tetapi! Bukankah kebebasan
pribadi ada batasbatasnya yang
tidak saling bertentangan dengan organisasi sosial? Atau, bukankah organisasi sosial juga ada batas-batasnya
yang dibuat tidak saling bertentangan dengan kebebasan pribadi?
Batas-batas itulah yang menjadi dasar dan
masih tetap menjadi dasar perbedaan. Kebebasan pribadi dibatasi oleh kehidupan ekonomi, kehidupan
sosial dan kehidupan politik di samping hal-hal lain. Demikian juga
dalam organisasi sosial terdapat batas-batas
dalam segala manifestasi dan fasilitasnya. Sudah sering sekali timbul pemberontakan dan
peperangan hanya karena adanya
perbedaan dalam batas-batas kebebasan dan organisasi dalam satu bangsa dan dalam hubungan antarbangsa.
Bahkan tidak jarang timbulnya
peperangan itu karena maksud-maksud hendak berkuasa dan rasa
superioritas, dan para penganjurnya pun kadangkala berlindung di bawah panji kebebasan dan adakalanya
berlindung di bawah panji organisasi internasional yang akan menjamin
adanya kebebasan umum.
Pada masa-masa
tertentu dalam sejarah orang sepakat bahwa kebebasan menyatakan pendapat dan
kebebasan menganut suatu keyakinan tidak
mungkin bertentangan dengan organisasi sosial selama hal itu hanya
terbatas dalam batas-batas berkeyakinan dan berpendapat serta pernyataannya.
Tetapi pada masa Umar hal itu belum lagi dikukuhkan. Sering timbul perang antara Persia dengan Rumawi
karena fanatisme agama. Bahkan sesudah itu pun, pecahnya beberapa kali
Perang Salib antara Eropa yang Kristen dengan pihak Muslimin, yang berlangsung
sampai sekian lama terus-menerus, karena keyakinan itu pula. Soalnya, karena agama dipandang sebagai dasar kehidupan
sosial. Hal ini berlaku mengingat
mereka yang menganut agama selain agama negara sebagai orang asing. Kalaupun mereka masih
menenggang karena mereka sudah mewarisi kepercayaan itu dari nenek
moyang, maka hakhak yang diberikan kepada
masyarakatnya seagama tidak akan diberikan kepada mereka. Tidak heran
jika di masa jahiliahnya Umar sangat keras
memusuhi siapa saja yang bukan penyembah berhala, dan memerangi siapa saja dari masyarakatnya yang
meninggalkan kepercayaan leluhurnya.
Orang-orang
berilmu dan berpikiran sehat buat dia tak ada artinya jika
meninggalkan kepercayaan nenek moyang. Dalam anggapannya, bahkan
ilmu dan pikiran sehatnya itulah yang merupakan kejahatan paling besar.
Orang tidak perlu menjadi pengikut orang-orang bodoh dan golongan awam, tetapi
mereka harus menjadi pengikut sesama masyarakatnya sendiri yang dapat melihat
segala persoalan dengan pandangan yang sehat, dengan pikiran yang jernih dan
saksama dalam mencari kebenaran. Kalaupun
Qus bin Sa'idah dibiarkan menghina berhalaberhala orang Arab, maka
sebagai orang Nasrani ia masih dapat dimaafkan. Tetapi orang-orang semacam Zaid bin Amr
bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Usman
bin al-Huwairis, Abdullah bin Jahsy dan yang semacamnya dari penduduk
Mekah yang meninggalkan penyembahan
berhala, dan yang sebagian membuat syair-syair yang berisi ajaran tauhid, maka bagi mereka tak ada maaf,
dan tak dapat lain harus dimusuhi dan
diperangi. Kalau dibiarkan begitu, akan menyesatkan orang banyak dan akan memecah belah mereka, dan
negeri akan menjurus kepada
kehancuran. Sikap Umar dan orang-orang semacamnya telah dapat menjaga persatuan
Kuraisy dan kedudukan Mekah. Dengan demikian para pemikir itu membatasi
kebijakan mereka di sekitar diri mereka sendiri, dan tidak menghasut orang lain
supaya menjadi pengikut mereka dan
mengubah kepercayaan yang sudah diwarisi dari nenek
moyang.
Umar
termasuk orang yang paling keras dan kejam serta paling berani
menghadapi kaum Sabi'—orang yang meninggalkan kepercayaan leluhur.
Sikap kerasnya dan cepat naik darah itulah yang membuatnya sampai berlebihan dalam bertindak
keras. Ketika itu umurnya belum mencapai dua puluh lima tahun. Usianya yang
masih muda itu jugalah yang
membuatnya begitu fanatik dengan pandangannya sendiri. Sikap demikian itu sejalan pula
dengan bawaannya yang kasar dan
tegar. Dia memerangi mereka yang meninggalkan penyembahan berhala tanpa
kenal ampun, juga mereka yang menghina berhalaberhala
itu.
Permusuhannya terhadap Islam
Pada momentum
ituiah Allah berkenan, lalu mengutus Muhammad kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan
dan agama yang benar. Sesudah ajaran
tauhid mulai tersebar ituiah. penduduk Mekah yang begitu fanatik terhadap penyembahan berhala
mulai menyiksa kaum duafa yang masuk Islam, dengan tujuan supa\a mereka
kembali kepada penyembahan berhala. Sudah tentu Umar bin Khattab laki-laki Mekah yang paling keras menentang dan memerangi
ajaran baru ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi
pengikutnya.
Ibn Hisyam
menuturkan bahwa suatu hari Abu Bakr melihat Umar sedang menghajar seorang budak perempuan supa\a
meninggalkan Islam. Demikian rupa ia
menghajar hingga ia merasa bosan sendiri karena sudah terlalu banyak ia
memukul. Saat ituiah kemudian ia ditinggalkan oleh Umar sambil berkata: Aku
memaafkan kau! Kutinggalkan kau
hanya karena sudah bosan. Hamba sahaya itu menjawab: Ituiah yang dilakukan Allah
kepadamu. Kemudian hamba sahaya itu dibeii oleh Abu Bakr lalu
dibebaskan.
Perlawanan
Umar terhadap Muhammad dan dakwahnya bukan karena
fanatik atau karena tidak mengerti. Kita sudah tahu dia termasuk penduduk
Mekah yang paling mantap dan paling banyak pengetahuannya.
Dia pun sudah mendengar kata-kata Muhammad yang dipandangnya
baik, tetapi sikapnya terhadap dakwah yang baru ini makin menambah sikap
keras kepalanya. makin menjadi-jadi ia menyiksa dan menyakiti kaum Muslimin yang
j atuh ke tangannya, sehingga mereka benar-benar merasa tersiksa karena tindakannya
yang begitu keras kepada mereka. Menurut pendapatnya langkah laki-laki
itu hanya akan merusak dan menghancurkan
tatanan hidup di Mekah. Dia lebih menyukai Mekah dengan segala tata tertibnya serta
penduduknya yang hidup tenang, daripada Muhammad dan dakwahnya yang
ternyata memecah belah persatuan Kuraisy dan
menginjak-injak kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti
akan menambah per‑pecahan di kalangan
Kuraisy dan kedudukan Mekah pun akan makin hina. Jika Kuraisy
menghentikan Muhammad hanya sampai pada menentang mereka yang menjadi pengikut-pengikutnya
dan berusaha supaya orang-orang yang lemah itu meninggalkan agamanya, j
elas hal ini akan menghanyutkan Mekah dan orang-orang Kuraisy ke dalam
kehancuran, dan Kuraisy hanya akan menjadi buah bibir semua orang
Arab.
Dosa apa
gerangan kaum duafa itu sampai disiksa demikian rupa! Semua dosa itu dosa
Muhammad dan pesona bahasanya serta kekuatan logikanya. Retorika yang memukau itulah yang
mempengaruhi pikiran kaum duafa, kaum
yang lemah dan yang lain yang sampai meninggalkan kepercayaan nenek
moyang mereka. Kalau Muhammad meninggal hilanglah semua prahara itu dan suasana
akan menjadi jernih kembali, tanah suci akan
tetap aman dan damai. Terbunuhnya satu orang bukan lagi untuk menyelamatkan satu kabilah tetapi
untuk menyelamatkan semua kabilah di
Mekah. Mereka akan kembali bersatu dan tata tertib akan
stabil.
Tetapi
apa yang dikatakan Muhammad itu memang baik. Tidak lebih
ia hanya mengulang kembali kata-kata itu dan mengajak orang agar mengikuti
dengan cara yang baik pula. Di samping itu, Kuraisy mengenalnya sebagai orang
yang belum pernah berdusta. Akan dibunuhkah dia tanpa alasan kecuali hanya karena
mengatakan, Allah adalah Tuhanku,
dan mengatakan itu karena itulah yang diyakininya dan sudah menjadi keimanannya! Bagaimana caranya
membunuh dia atau menghabisi orang
itu, padahal dia dari Keluarga Hasyim, dan Keluarga Hasyim akan
membelanya.
Di
antara mereka yang sudah beriman kepadanya, memenuhi seruannya dan
bersama-sama dengan dia adalah orang-orang yang berkedudukan dari kabilah-kabilah terhormat,
mereka akan mengadakan pembelaan, seperti Banu Hasyim membela Muhammad.
Abu Bakr dan Talhah bin Abdullah dari Banu
Taim bin Murrah; Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'd bin Abi Waqqas dari Banu
Zuhrah; Usman bin Affan dari Banu
Abdu-Syams; Abu Ubaidah bin al-Jarrah dari Banu Fihr bin Malik, dan az-Zubair bin al-Awwam dari Banu Asad.
Mereka semua orang-orang terpandang dalam kabilah masing-masing dan yang
harus mereka lindungi apabila ada pihak
yang akan mengganggu mereka. Jika seandainya Umar memerangi mereka dan
memerangi Muhammad dan menghasut untuk
menyerang mereka, niscaya akan timbul perang saudara di Mekah, hal yang lebih berbahaya
terhadap kedudukan mereka daripada terhadap Muhammad dan ajakannya
itu.
Bilamana
Umar sudah menyendiri, semua pikiran itu berkecamuk dalam hatinya.
Apabila ia bertemu dengan masyarakatnya dan melihat perpecahan yang ada pada mereka, kembali
keprihatinannya timbul ingin
mengembalikan ketenangan Mekah dengan jalan mengikis sumber penyebab
perpecahan itu.
Pikiran
demikian tetap selalu menggoda hatinya; sampai kemudian Muhammad
meminta pengikut-pengikutnya hijrah ke Abisinia, berlindung kepada
Allah dengan agama yang mereka yakini. Tetapi, sesudah Umar melihat mereka berpisah dengan
keluarga-keluarga dan tanah tumpah
darah mereka, timbul rasa kasihan, terasa luka di hati karena perpisahan itu. Baginya ini adalah soal besar.
Hatinya memberontak, lama sekali ia
memikirkan ingin menghabisi Muhammad dan ajarannya itu. Kalau sudah ia lakukan niatnya itu Kuraisy
akan bebas, dewa-dewa di Ka'bah dan
semua dewa orang-orang Arab akan berkenan. Kalaupun dia hams menderita
akibat perbuatannya itu, akan dia tanggung demi kepentingan Kuraisy dan demi
Mekah. Kuraisy adalah keluarganya dan Mekah tanah tumpah darahnya. Penderitaan
demi keluarga dan negeri sendiri merupakan langkah
terpuji.
Itulah
niat yang sudah menjadi keputusannya. Tetapi rupanya dia lupa,
bahwa Allah mempunyai kebijaksanaan sendiri terhadap makhlukNya, dan
kebijaksanaan Yang Mahakuasa sudah menentukan tak dapat dikalahkan oleh akal
pikiran dan gejolak hatinya yang selama ini panas membara. Maka ia pun beriman
kepada Muhammad untuk kemudian menjadi
seorang al-Faruq,
menjadi
"pemisah," yang namanya akan disebut-sebut
orang, dengan penuh penghargaan, dengan penuh rasa hormat sampai
akhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar