UMAR
PEMBEBASAN DAMSYIK DAN PEMBERSIHAN YORDANIA
Barangkali
kita masih ingat bahwa tatkala Abu Bakr bermaksud membebaskan
Syam, ia meminta bantuan semua orang Arab dengan
mengerahkan empat brigade ke sana. Yang pertama di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, yang kedua di
bawah Ikrimah bin Abi Jahl, yang
ketiga di bawah Yazid bin Abi Sufyan dan yang keempat di bawah Amr bin
al-As. Setiap brigade dikhususkan untuk menyerang satu daerah di Syam. Kalau
berkumpul, maka sebagai panglimanya atas
mereka semua adalah Abu Ubaidah. Semua pasukan ini sudah menghadapi
perlawanan dan kekuatan pihak Rumawi, sehingga memaksa mereka bersepakat akan
berkumpul di tepi Sungai Yarmuk. Mereka tidak diberi kesempatan maju oleh
pasukan Heraklius, tetapi berhenti hanya sampai di seberang pantai. Merasa kesal
melihat pasukannya yang dingin, tidak
bergerak, Abu Bakr menulis surat kepada Khalid bin Walid di Irak agar berangkat
ke Syam memimpin semua pasukan itu.
Sesampainya di Syam, ia tinggal selama sebulan lagi di pantai Yarmuk tanpa berhadapan dengan pasukan
Rumawi. Sesudah Abu Bakr wafat dan Umar naik sebagai Amirulmukminin
keadaan tetap dingin. Langkah pertama yang dilakukannya dalam pemerintahannya ia
mengutus Mahmiyat bin Zanim dan Syaddad bin
Aus mengantarkan surat kepada Abu Ubaidah mengenai pemecatan Khalid dari
pimpinan angkatan bersenjata dan menyerahkannya kepada Abu Ubaidah seperti
sebelum keberangkatannya dari Irak ke Syam.[1]
Khalid dipecat dari pimpinan militer
Sementara
Mahmiyat bin Zanim dan Syaddad bin Aus sedang dalam
perjalanan ke Syam membawa surat Umar mengenai pemecatan Khalid, Khalid sendiri sedang mengatur strategi
untuk menghadapi dan menghancurkan
pasukan Rumawi. Dia sudah tahu bahwa pihak Rumawi sedang bersiap-siap hendak menghadapinya.
Maka disusunnya pasukannya ke dalam
beberapa "batalion"[2] seperti yang biasa
dilakukan orang Arab sebelum itu,
sebab yang terlihat tak ada yang lebih besar dari itu. Keesokan harinya
ia bergerak dan bertemu dengan pasukan Rumawi. Pasukan Rumawi dapat dihancurkan dan
segala impiannya ingin bertahan terus di Syam berakhir sudah.[3]
Ada
pula sumber yang menyebutkan bahwa kedua utusan Umar yang
membawa surat tentang pemecatan Khalid itu sampai di Syam pagi
hari ketika sedang terjadi pertempuran yang menentukan itu, dan mereka
menyampaikan surat Amirulmukminin itu kepada Abu Ubaidah tanpa mengumumkan isinya sebelum pertempuran
selesai. Sesudah jelas kemenangan ada di pihak pasukan Muslimin Khalid
diberi tahu dan disiarkan kepada semua pasukan. Barulah ia memegang pimpinan
menggantikan posisi Khalid. Sumber-sumber
lain menyebutkan bahwa selepas pertempuran pun Abu Ubaidah tidak mengumumkan isi
itu. Ia berangkat ke Damsyik di
bawah pimpinan Khalid. Baru setelah selesai semua dan diadakan perdamaian
dengan yang bersangkutan, surat Amirulmukminin tersebut diumumkan. Ada juga beberapa
sumber yang tidak sama dalam
melangsir peristiwa-peristiwa ini, dengan menyebutkan bahwa Umar memerintahkan pemecatan Khalid dari
segala j abatan dalam militer serta
diadilinya ia mengenai hal-hal yang dialamatkan kepadanya dan dimintai
pertanggungjawabannya.
Yang
lebih dapat diterima menurut hemat saya, begitu Abu Ubaidah menerima
berita ia tidak segera mengumumkan pemecatan Khalid, baik waktu pagi sedang
dalam pertempuran di Yarmuk atau sesudah Khalid mendapat kemenangan. Ia
merahasiakan berita itu selama beberapa hari sementara ia sedang mencari j alan apa yang harus
dilakukannya dan bagaimana cara
mengumumkan. Dalam pada itu orang sudah tahu bahwa Abu Bakr sudah wafat
dan Umar yang kini menggantikan kedudukannya. Mereka saling berbeda pendapat,
ada yang tidak senang dengan kepemimpinan
Umar, ada juga yang dari kalangan Medinah sendiri. Setelah itu mereka tenang kembali dan
menerima kenyataan, setelah diketahui bahwa hal itu sesuai dengan pesan
Abu Bakr. Khalid memang sudah memperkirakan
bahwa Umar tidak senang ia menjadi panglima pasukan di Syam, dan dia
pasti dipecat. Hal ini dikatakannya kepada
stafnya yang terdekat, atau barangkali juga kepada Abu Ubaidah sendiri. Saat itulah ia diberi tahu oleh
Abu Ubaidah. Tetapi dia tidak marah.
Bahwa pimpinan angkatan perang itu akan dipegang oleh Abu Ubaidah
diterimanya dengan patuh. Begitu juga dulu, Abu Ubaidah dengan patuh menerima penunjukan Abu Bakr
agar ia berada di bawah pimpinan Khalid ketika Abu Bakr memerintahkan
Khalid berangkat dari Irak ke Syam.[4] Orang pun tidak
marah kepada Umar serta tindakannya memecat Khalid, karena mereka sudah
tahu tentang posisi kedua orang itu sejak
terjadinya peristiwa Malik bin Nuwairah dulu. Demikianlah perombakan dalam pimpinan
militer itu selesai sesudah pertempuran yang dimenangkan oleh Khalid secara
gemilang. Tidak ada pengaruh apa pun
dalam kesatuan umat Islam dan pasukannya yang mungkin akan membawa akibat
yang patut dikhawatirkan.
Inilah
yang lebih dapat saya terima, yang saya simpulkan dari pelbagai sumber. Abu Ubaidah sudah menulis surat
kepada Umar memberitahukan
kemenangan di Yarmuk dalam menghadapi pasjukan Rumawi, dengan mengirimkan seperlima hasil rampasan
perang, dan menyebutkan bahwa dia
telah mengangkat Basyir bin Sa'd bin Ubai al-Himyari untuk Yarmuk, dan
dia sendiri berangkat ke Marj as-Suffar hendak mengejar sisa-sisa tentara musuh yang kalah yang
masih berserakan dan berkumpul di
Fihl (Pella). Dia mendapat berita bahwa Heraklius dari Hims tempat kediamannya mengirimkan bala
bantuan angkatan perangnya ke
Damsyik. Tidak tahu dia, akan memulai dengan Damsyik atau dengan Fihl di
Yordania.
Begitu
menerima dan membaca surat Abu Ubaidah, Umar segera membalasnya: "Mulailah
dengan Damsyik dan perjuangkanlah, karena kota ini benteng Syam dan jantung kerajaannya.
Alihkanlah perhatian Fihl dari Anda dengan pasukan berkuda di hadapan
mereka. Jika Allah memberi kemenangan
sebelum Damsyik, itulah yang kita harapkan, kalau kemenangan di sana tertunda sampai Allah
memberi kemenangan di Damsyik, biarlah yang merebut Damsyik turun ke
sana. Anda sendiri serta para perwira
meneruskan perjalanan hingga dapat menyerang Fihl. Jika Allah memberi
kemenangan kepada kalian, berangkatlah bersama Khalid ke Hims (Emessa atau Horns) dan
tempatkanlah Syurahbil dan Amr di Yordan dan
Palestina."
Begitu
surat Umar diterima, Abu Ubaidah mengirim sepuluh perwira
ke Fihl dipimpin oleh Abu al-A'war as-Sulami. Dia sendiri dan Khalid bin Walid
dengan kekuatan pasukan yang besar berangkat menuju
Damsyik. Pihak Rumawi yang berlindung di Fihl — sementara pengaruh Yarmuk serta
bekas ketakutan yang masih membayang di wajah mereka, terasa sekali mencekam — melihat pasukan
Muslimin sedang menuju ke daerah mereka, cepat-cepat mereka melepaskan
air danau Tabariah (Tiberias) dan Sungai Yordania ke tanah sekitarnya. Dengan
tanah yang menjadi lumpur tak akan mungkin
dapat dilalui pihak la-wan. Pasukan Muslimin marah atas perbuatan
musuhnya itu, terkepung berhenti di hadapan mereka, tak dapat maju di daratan
berlumpur. Sementara mereka masih dalam
keadaan demikian, saudara-saudara mereka sudah berhasil membebaskan Damsyik.
Dengan demikian mereka dapat
memberikan bala bantuan kepada mereka dengan kekuatan pasukan. Pasukan
Muslimin sekarang bertambah kuat dan tambah berani.
Perjalanan Abu Ubaidah dan Khalid ke Damsyik
Tidak
heran pasukan Muslimin dapat membebaskan Damsyik dengan
benteng-bentengnya yang begitu kukuh, ditambah pula dengan pasukan Rumawi yang begitu besar dikirimkan oleh
Heraklius. Dulu ketika Allah memberikan kemenangan kepada pasukan
Muslimin di Yarmuk, mereka berjalan di tanah
dengan air yang sedang mengalir. Tetapi kesuburan dan lahan perkebunan yang ada
tidak melebihi tempat-tempat subur
yang ada di Medinah dan sekitarnya. Godaannya pun tidak sebesar Delta di
Irak. Tatkala mereka dalam perjalanan dari Waqusah di Yarmuk ke Damsyik mereka melihat
keindahan yang begitu memukau. Mereka
melihat tanah-tanah Balqa' di selatan dengan lapangan rumput hijau yang membentang luas sejauh
mata memandang, di sebelah utara terlihat tanah rumput gembala di dataran
Golan, suatu pemandangan yang sungguh indah
dan subur. Mereka juga melihat lahan-lahan pertanian gandum dan j awawut
sela-menyela di antara padang rumput
gembala itu, diselang-seling oleh pelbagai macam pepohonan, ada yang
berbuah ada pula yang tidak, ada yang semerbak menyebarkan harumnya ke
lingkungan sekitar. Sungai-sungai kecil dan kolam-kolam tempat penampungan air mengalir
jernih, kadang berkilauan di
permukaannya, kadang meluap serentak, mengairi perkebunan, pepohonan dan
taman-taman yang indah, turun perlahan-lahan dari bukitbukit yang
lereng-lerengnya ditutupi hamparan hijau, atau ditumbuhi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Dataran-dataran
tinggi itu tampak j elas seperti bukit barisan di tengah-tengah wadi yang
kadang membentang panjang dan kadang
bergelombang naik turun. Keadaan yang memanjang atau bergelombang itu diselimuti oleh
hamparan bungabunga yang semerbak dan sedap dipandang mata. Ditambah
lagi dengan gadis-gadis "kuning,"[5] seperti dalam
ungkapan bahasa Arab — lingkungan alam ini
yang begitu indah, meliuk-liuk di atas dataran tinggi dan di antara
lembah-lembah itu, pandangan terpadu dengan bentukbentuk tubuh yang langsing
dan pipi mereka yang halus kemerahmerahan, menandakan sehat dan segar berisi. Mereka
diciptakan oleh Maha Pencipta dalam
bentuknya yang paling indah. Mereka itu para malaikat penghuni surga ini, yang sekarang sedang
ditapaki orangorang Arab di jalan
menuju ibu kota yang kukuh itu. Di sana sini berdiri kota-kota yang
dibangun oleh pihak Rumawi dan dibangun pula pentas-pentas dan arena-arena tempat pertunjukan
serta bangunanbangunan gereja.
Semua itu merupakan bangunan yang kebesaran dan keindahannya sangat
memukau. Di sebelah sana, di perbatasan agak ke utara tampak gunung-gunung yang menjulang tinggi,
yang puncaknya bermahkotakan salju,
memperlihatkan keagungan, berwibawa seperti orang tua yang sudah tampak putih rambutnya.
Pesona apa ini yang sampai begitu memukau, begitu gemilang! Adakah
dorongan lain yang lebih kuat selain iman sehingga untuk itu mereka mau terjun
mempertaruhkan segalanya! Dan bagi pasukan
Muslimin kekuatan iman kepada Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih
besar! Semua pesona itu telah menambah
kekuatan iman dalam hati mereka, mendorong mereka cepat-cepat menuju ibu kota Syam, yang memang
sangat mereka dambakan hendak
menerobos benteng-bentengnya masuk ke pusat kota.
Bahkan
nama Damsyik itu sendiri memperbesar keinginan mereka hendak cepat-cepat membuat
penyelesaian. Betapa memesonakan yang pernah mereka dengar dari saudara-saudara dan
nenek moyang mereka dulu, yang dalam
musim panas mengadakan perjalanan ke Syam! Betapa pula pembicaraan mereka tentang sejarahnya,
orang-orang setanah air yang beragama Nasrahi, yang datang berziarah ke
Baitulmukadas (Yerusalem). Kemudian mereka pergi ke tempat
bersemayamnya raja di Syam, merasakan
nikmatnya peradaban di sana, membeli barang-barang hadiah yang tak ada
taranya di kota suci di Palestina itu. Orang-orang Nasrani menceritakan sejarah
negeri itu kepada mereka. Hasrat mereka
ingin tahu makin besar, ingin menyaksikan dan menikmati taman-tamannya yang harum, air yang
mengalir di sela-sela keteduhan yang
rimbun serta buah-buahannya yang lezat, dengan segala keindahannya sekarang, lebih-lebih di masa silam.
Damsyik termasuk salah satu kota tua
di dunia kalaupun tidak akan dikatakan yang tertua.[6]
Beberapa
abad silam tempat ini menjadi pusat penyembahan yang besar kaum pagan. Setelah datang agama Kristen, tempat
ibadah pagan itu dijadikan gereja untuk pengikut-pengikut Almasih.
Keagungan dan keindahannya tak ada yang dapat menandingi selain gereja Antakiah
(Antioch), tempat ibadah Kristen terbesar
di Syam, di samping bangunan-bangunan yang didirikan oleh kerajaan Rumawi,
yang keagungan dan kemegahannya
melebihi semua yang dapat ditangkap mata orangorang Arab dalam
perjalanan mereka ke sana itu. Bagaimana pasukan Muslimin tidak ingin secepatnya
sampai ke sana! Apa lagi yang masih menyangsikannya bahwa mereka harus menguasainya
setelah mereka dapat mengalahkan pasukan Rumawi di Yarmuk, dan puluhan ribu
prajurit habis terbantai di medan
perang atau tersungkur hancur di jurang Waqusah!
Damsyik dikepung
Pasukan
yang berjaya hampir tidak mendapat perlawanan yang berarti.
Dalam perang ini pihak Rumawi tak dapat berlindung seperti pasukan
Persia yang berlindung di sungai-sungai dan mengalirnya air yang saling
bersambung di Furat dan Tigris, sebab di Syam tak ada sungai
semacam itu. Juga di pihak Rumawi tak ada yang mau terjun bertempur mati-matian
seperti pasukan Persia, karena^bagi Persia Irak besar sekali artinya, sedang
Mada'in yang menjadi ibu kota para Kisra terletak di pantai Sungai Furat, sungai yang
terbesar. Kebalikannya Syam yang merupakan wilayah kekuasaan Rumawi, ibu
kotanya Konstantinopel jauh dari Baitulmukadas dan dari Damsyik. Pihak yang
mempertahankan pun tak mempunyai semangat
keagamaan yang bersedia mati demi
Baitulmukadas. Sebelum itu Persia sudah pernah mengalahkan Rumawi dan
menguasai Gereja Hari Kiamat[7] dan Gereja Buaian.[8] Dalam menghadapi
perubahan yang menimpa para penguasa itu tidak ada yang menggerakkan hati
penduduk negeri yang akan mengorbankan
nyawa membela rumah-rumah ibadah itu. Kalau Heraklius sudah memukul
mundur Persia dan merebut kembali Palestina, kekuasaan para pejabatnya di sana
rata-rata tidak lebih baik dan tidak lebih
lunak daripada kekuasaan Persia. Oleh karena itu sandaran Heraklius di
negeri-negeri ini hanya kota-kota yang sudah diperkuat dengan
benteng-benteng, seperti Damsyik, Hims dan Antakiah (Antioch), dengan
mengandalkan pada benteng-benteng dan kuatnya pertahanan.
Pasukan
Muslimin sudah sampai di al-Gutah,[9] daerah subur
selatan Damsyik, dan mereka maju dengan semangat yang makin tinggi. Mata mereka beradu pada dataran luas tempat berdirinya
kota-kota penting dan yang tertua, yang seolah sebidang tanah surga yang dibawa
turun oleh malaikat dari langit ke
bumi: sungai-sungai yang mengalir, mata air yang memancar deras, pohon-pohon yang rindang,
kebun-kebun anggur, tin,
zaitun dan taman yang penuh bahagia. Di celah-celah daerah yang
rindang dan teduh itu menyelir hembusan yang membawa keharuman yang segar,
dengan rumah-rumah yang menjadi milik orangorang kaya. Oleh Allah mereka telah diberi segala
yang menyenangkan di dunia ini,
menggambarkan apa dan siapa mereka yang dulu ada di tempat itu —
tuan-tuan yang sudah menikmati segala kesenangan dan dayang-dayang yang seperti bidadari. Mana pula
keindahan yang begitu memesona itu,
kenikmatan yang begitu melimpah yang dulu dilihat oleh orang-orang yang pernah menemani Khalid bin
Walid ke Irak. Ketika itu mereka
sudah melihat pesona dan segala godaan yang luar biasa! Kalau benar
kata-kata Khalid di Irak dulu: "Tidakkah kalian lihat makanan ini yang setinggi gunung? Demi Allah,
kalau hanya untuk mencari makan, dan
bukan karena kewajiban kita berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada
ajaran Allah, pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita yang berkuasa di
sini; dan orang-orang yang enggan berjuang seperti yang kalian lakukan
ini, akan kita biarkan dalam kelaparan dan
kekurangan." Kalau kata-kata ini layak untuk Irak satu kali, maka apa yang ada di Damsyik dan daerah
subur sekitarnya itu lebih layak
seribu kali. Apa yang mereka lihat di sini bukan makanan yang setinggi gunung, tetapi yang di luar
dugaan kebanyakan mereka, makanan yang tak pernah terbayangkan dalam khayal, tak
pernah terlihat mata, tak terdengar
telinga dan tak pernah terlintas dalam pikiran.
Pasukan
Muslimin melihat rumah-rumah dan istana-istana di daerah subur
itu sudah-kosong dan sunyi. Yang terdengar hanya nyanyian burung-burung di taman-taman yang beraneka warna.
Para penghuni rumah dan istana itu sudah meninggalkan tempat-tempat
mereka untuk berlindung di pagar-pagar
tembok kota yang kekar. Tentang kekukuhan dan kekekaran pagar-pagar tembok Damsyik itu
memang sudah menjadi peribahasa. Dibangun dari batu-batu besar yang kuat,
dengan ketinggian lebih dari enam meter dan
tebal lebih dari tiga meter. Benteng-bentengnya pun dengan puncak-puncak yang tinggi dan
kotak-kotak pengintai yang tak
sedikit jumlahnya, tempat berlindung para pemanah dan para pemakai manjaniq[10]. Heraklius
memang sudah makin memperkukuh tempat itu sesudah ada serangan pihak Persia ke
sana, dengan harapan dapat menangkis
setiap serangan kepada kerajaannya. Tembok-tembok itu dilengkapi dengan pintu-pintu yang kuat dan
tangguh dan dapat ditutup rapat sehingga tak mungkin orang dapat masuk
atau keluar. Di sekeliling tembok dipasang pula parit-parit dengan lebar lebih
dari tiga meter, dialirkan ke dalamnya air
Sungai Barada. Dengan demikian seluruh Damsyik itu sudah merupakan sebuah benteng
dengan menaramenara di setiap penjuru. Tak mungkin ada penyerang yang
dapat menerobos kecuali sesudah diadakan pengepungan lama yang akan membuat penghuninya menjadi lemah, kehilangan
semangat dan memaksa mereka menyerah.
Abu
Ubaidah sudah memperkirakan untuk menyerbu kota yang kukuh
ini memerlukan pengepungan yang cukup lama. Maka diperintahkannya pasukannya
membuka dan menempati gereja-gereja dan rumah-rumah daerah subur sekitar Damsyik itu.
Diperkirakannya juga bahwa Heraklius
sudah mengirim pasukan dari Hims atau Palestina untuk mengepung kekuatannya yang di sekitar
Damsyik di antara benteng-benteng
kota dengan kekuatan pasukan Rumawi. Abu Ubaidah memerintahkan Zul-Kula'
al-Himyari menempatkan markasnya di suatu tempat antara Damsyik dengan Hims,
sedang Alqamah bin Hakim dan Masruq al-Akki diperintahkan bermarkas di antara
Damsyik dengan Palestina. Setelah merasa puas dengan strateginya itu para
perwira dan pasukannya diperintahkan maju untuk mengepung ibu kota, sebagai
persiapan untuk melancarkan serangan. la
juga menunjukkan pintu mana yang
harus menjadi bagian mereka masing-masing. Dia sendiri turun di Gerbang al-Jabiah, Amr bin As di Gerbang
Tauma', Syurahbil bin Hasanah di Gerbang al-Faradis dan Yazid bin Abi
Sufyan di Gerbang Kisan sedang Khalid bin
Walid di Gerbang asy-Syarqi. Tak jauh
dari Gerbang itu ada sebuah biara bernama Biara Saliba, yang oleh Khalid
dijadikan tempat tinggalnya, dan kemudian disebut "Biara
Khalid."
Pasukan
Muslimin mulai menempatkan beberapa manjaniq dan "tank-tank"[11] di sekitar kota
dan mulai menyerang benteng-benteng kota itu.
Tetapi benteng-benteng itu rupanya begitu kukuh sehingga dapat bertahan
dari peralatan Arab dan segala macamnya yang masih bersahaja
dan anggota-anggota pasukan yang digunakan pun belum begitu terlatih untuk menghadapi cara-cara pengepungan
demikian. Oleh karenanya, setiap serangan mendapat perlawanan dan
pengawal-pengawal "tank" manjaniq dipukul mundur dengan panah dan tombak.
Ketika itu Nestas, gubernur kota itu dan Bahan panglima perangnya yakin sekali
bahwa Heraklius tidak akan membiarkan ibu
kota kerajaannya di Syam itu jatuh ke
tangan musuh-musuhnya sementara ia tinggal tak jauh di Hims dengan pasukannya yang sangat besar, dan
orang-orang Arab itu tidak akan
bertahan lama dan akan melepaskan kepungannya pergi dari sana seperti yang sudah pernah dilakukan
musuh-musuh sebelumnya. Keyakinan ini
memperpanjang perlawanan mereka, dan pasukan Muslimin tidak pula dapat menembus
kota. Sebenarnya Heraklius tidak menyalahi dugaan mereka. Dari Hims sudah
dikirimnya beberapa pasukan sebagai bala bantuan ke Damsyik. Tetapi dalam
perjalanan angkatan bersenjata ini dihadang
oleh Zul-Kula' dan oleh pasukan berkuda dari Yaman, maka terjadilah pertempuran
sengit antara keduanya. Pasukan Rumawi mundur kembali membawa kekalahan
ke Hims. Mengetahui hal ini Nestas dan Bahan merasa gelisah sejenak, tetapi
kemudian mereka kembali yakin akan kemampuan Damsyik untuk mengadakan
perlawanan. Tak lama lagi musim akan dingin sekali, dan Arab anak-anak Sahara yang panas itu tidak akan
tahan, dan akan kembali pulang ke kota mereka.
Tetapi
keyakinan mereka tidak mengurangi hasrat mereka mengirim
utusan kepada Heraklius meminta bala bantuan dipercepat, khawatir
pengepungan itu masih akan lama dan semangat mereka akan lemah. Heraklius
membalas bahwa ia akan mengirim bala bantuan dan menanamkan semangat kepada pasukannya agar tetap
tabah mengadakan perlawanan. Surat Heraklius itu membangkitkan semangat mereka
dan mereka akan tabah menghadapi dan mengadakan perlawanan terhadap
serangan pasukan Muslimin, kendati mereka tidak akan menanggung risiko keluar
dari pagar-pagar tembok kota untuk menghadapi pihak yang telah mengalahkan dan
menghancurkan pasukan Rumawi di Yarmuk dulu.
Perlawanan mereka cukup lama dan pasukan Muslimin pun tidak kurang pula lamanya mengepung mereka:
ada yang mengatakan tujuh puluh
hari, ada juga yang mengatakan empat bulan, yang lain mengatakan enam
bulan. Selama waktu itu pasukan Muslimin terus memperketat pengepungannya. Sia-sia mereka
menunggu datangnya bala bantuan Kaisar yang begitu lama. Musim dingin pun
berlalu dan sekarang datang musim semi,
pasukan Muslimin masih tidak beranjak dari pengepungannya. Sebaliknya pihak Rumawi sudah
merasa makin lemah dan semangat
mereka terasa makin dingin. Harapan mereka sudah buyar akan memperoleh
bala bantuan dari Kaisar dan mengusir pasukan musuh. Mereka mulai berpikir hendak
mengadakan pembicaraan dan perdamaian dengan pihak
Muslimin.
Penaklukan Damsyik dengan kekerasan atau dengan jaIan damai?
Pasukan
Muslimin akhirnya memasuki kota dan mengadakan perdamaian dengan mereka.
Bagaimana mereka masuk? Dengan jalan kekerasan? Atau pihak Damsyik membukakan
pintu-pintu gerbang? Siapa dari
pihak Muslimin yang mengadakan perjanjian perdamaian, dan dengan cara apa
diadakan? Di sini sumber-sumber masih saling berlawanan, malah masih kacau.
Sumber yang lebih terkenal menyebutkan
bahwa Khalid bin Walid yang tinggal di Gerbang asy-Syarqi tidak tidur dan tidak
membuat orang tidur. la mempunyai mata-mata yang tajam sehingga segala apa yang terjadi di Damsyik
tak ada yang terlewat. Suatu hari ia
menerima laporan bahwa seorang panglima tinggi di kota itu mendapat anak. Karena
gembiranya ia mengadakan pesta dan prajurit-prajurit pun ikut makan dan minum
sehingga mereka lupa akan tugas
mereka. Khalid sudah pula menyiapkan tali-temali dalam bentuk tangga dan
laso[12]. Sesudah mulai
larut malam. ia dan pasukannya yang
dibawanya dari Irak bangun. "Kalau kalian mendengar suara kami bertakbir dari atas pagar-pagar
tembok itu naiklah ke tempat kami," katanya kepada mereka. la melangkah
maju dengan mengajak Qa'qa' bin Amr dan
Maz'ur bin Adi dan yang semacamnya, yang sangat pemberani. Mereka menyeberangi parit
dengan menggunakan kirbat-kirbat.1 Mereka melemparkan
tali-temali itu ke kotak-kotak pengintai di
atas pagar-pagar tembok lalu naik dengan memanjat tangga tali itu. Begitu mereka
sudah memanjat dinding tali-tali sebagian ditarik dan dilemparkan ke
kotak-kotak pengintai berikutnya di dalam kota dan mereka pun terjun. Khalid bersama beberapa orang
lagi meluncur turun dan mereka berhenti di depan pintu gerbang dan
cepat-cepat berusaha membukanya dengan
pedang. Teman-temannya yang berada di atas dinding kini makin banyak.
Setelah mendengar anak buah Khalid bertakbir, cepat-cepat mereka menyeberangi air itu
dan memanjat talitemali tangga menyusul teman-teman mereka di atas pagar
tembok.
Pintu
Gerbang Syarqi merupakan yang terkuat di Damsyik serta paling
banyak airnya dan jalan masuknya paling kukuh. Oleh karena itu jumlah penjaganya tidak banyak. Khalid dan
kawan-kawannya menyergap dan
membunuh mereka saat mereka sedang lengah. Kunci-kunci pintu gerbang itu
dibuka dengan pedang, dan yang tidak ikut naik memanjat pagar tembok menyerbu masuk ke dalam kota
sambil bertakbir. Semua orang yang
ada dalam ketakutan. Berita-berita sudah tersiar di kalangan mereka bahwa pasukan Muslimin telah
menyerbu Gerbang Syarqi dan membunuh siapa saja yang mereka jumpai di tempat
itu. Ketika itu juga cepat-cepat
mereka menyerbu ke gerbang-gerbang yang lain. Sesudah berhasil dibuka, dan perdamaian
diadakan dengan Abu Ubaidah, mereka
diberi jaminan keamanan, ia masuk dari Gerbang Jabiah. Dia tidak tahu apa yang sudah dilakukan
Khalid. Setelah kemudian ia mengetahui ada pertumpahan darah, ia mengutus orang
kepada Khalid agar tindakan demikian itu dihentikan, dan bahwa dia sudah mengadakan perjanjian perdamaian dan
menjamin keamanan mereka. Khalid
membantah bahwa dia membuka gerbang kota itu dengan paksa. Tetapi Abu Ubaidah adalah panglima
pasukan, dan tak ada jalan lain Khalid harus mematuhi perintahnya dan
harus diadakan perjanjian perdamaian dengan pihak
didudukinya.
Demikian
sumber-sumber yang paling terkenal mengenai pembebasan
Damsyik. Kendati peristiwa-peristiwa ini terasa aneh, namun didukung oleh para
sejarawan Arab dan kalangan orientalis — karena pahlawannya Khalid bin Walid. Andaikata yang
menjadi pahlawan bukan panglima
jenius ini — yang banyak mendatangkan berbagai keajaiban dalam perang —
niscaya semua sejarawan akan mengenyampingkan peristiwa itu. Bahkan untuk melaporkannya
pun tak akan ada yang berani. Siapa
selain Khalid yang tidak tidur dan membuat orang tidak tidur! Siapa selain dia yang mampu
mengetahui segala rahasia yang ada di balik pagar tembok kota Damsyik,
sehingga ia tahu betul bahwa ada seorang
panglima tinggi mendapat anak dan dia mengundang orang dan pengawal-pengawal
ikut berpesta makan minum sehingga melalaikan tugasnya? Dan siapa selain
dia, yang sesudah pengepungan yang berlangsung selama tujuh puluh hari itu, atau
empat bulan, atau enam bulan, yang berani menyeberangi parit bersama anak buahnya dengan menggunakan beberapa kirbat, dan
memanjati pagarpagar tembok dengan
tali dan dia sendiri turun ke dalam pagar itu dengan mempertaruhkan diri ke dalam bahaya ketika
fajar menyingsing?! Tetapi di medan perang Khalid memang suatu mukjizat,
suatu keajaiban, seperti yang sudah kita
lihat dalam Perang Riddah, dalam pembebasan Irak dan dalam Pertempuran
Yarmuk. Tidak heran jika ini merupakan
salah satu mukjizat yang telah memberikan keunggulan dan kemenangan dalam
setiap pertempuran yang dihadapinya, sehingga ada kalangan sejarawan Arab dan
orientalis yang mendukungnya.
Tetapi
dukungan ini tidak bebas dari kritik dan kecaman orang. Mereka
mengutip sumber-sumber lain yang lebih wajar dalam hal seperti peristiwa
Damsyik ini. Misalnya, sumber-sumber yang menyebutkan bahwa Abu Ubaidah dengan pasukannya menyerang
Gerbang Jabiah dan dibuka dengan kekerasan, sementara Khalid yang
mengadakan persetujuan damai dengan pihak kota di Gerbang Syarqi. Setelah kedua
panglima itu bertemu di dalam kota Damsyik
perdamaian yang diadakan oleh Khalid
itu diterima oleh Abu Ubaidah dan diperlakukan untuk seluruh kota. Sebenarnya sumber ini tidak
berbeda dengan sumber yang pertama, kecuali yang berkenaan dengan
mukjizat-mukjizat Khalid, seperti dia sudah
mengetahui panglima Rumawi yang mengadakan pesta dan pengaruhnya
terhadap para pengawal, memanjat pagar tembok dan tentang tali-temali. Andaikata soal
mukjizat-mukjizat itu tidak disebut-sebut, dan katanya Khalid yang
membuka Gerbang Syarqi dengan kekerasan dan
Abu Ubaidah yang mengadakan persetujuan dengan pihak Gerbang Jabiah lalu terjadi
perdamaian di seluruh kota, tentu kedua sumber itu tetap sejalan, artinya
bahwa panglima-panglima Muslimin mengetahui bahwa pengepungan itu melemahkan
mereka yang terkepung, lalu mereka sepakat
menyerang semua gerbang kota. Sesudah pihak Damsyik melihat serangan pasukan
Muslimin, terjadi perselisihan apa yang akan mereka perbuat. Lalu
sebagian mereka membuka pintu-pintu gerbang
itu dan yang sebagian lagi kemudian. Lalu panglima yang berikutnya membuka
gerbang itu dengan paksa. Dengan
demikian ada pasukan Muslimin yang masuk dengan cara damai, dan ada pula
yang menyerbu tanpa menemui perlawanan. Maka terjadilah kemudian persetujuan
damai untuk seluruh kota.
Perbedaan pendapat tentang perdamaian Damsyik
Gambaran
ini saling mendukung kedua sumber itu, dan sumbersumber
yang berbeda tentang pembebasan Damsyik tidak lagi saling bertentangan.
Di antara sumber-sumber itu ada yang menyebutkan, bahwa Uskup kota Damsyik
beberapa kali berada di pagar berbicara dengan
Khalid bin Walid. Suatu hari ia berkata kepada Khalid: "Abu Sulaiman, soal
kalian sudah di ambang pintu, tetapi ada perjanjian saya dengan Anda. Maka adakanlah perdamaian dengan
saya mengenai kota ini." Khalid setuju. Khalid meminta tinta dan kertas
lalu menulis: "Bismillahir-rahmanir-rahim. Inilah yang dibuat Khalid untuk penduduk
Damsyik bilamana ia sudah memasuki kota. Keamanan mereka dijamin: jiwa mereka, harta benda, gereja-gereja
dan pagar-pagar tembok kota mereka.
Tak boleh merusak atau menempati bangunanbangunan mereka. Dalam hal ini
mereka memperoleh janj i Allah dan jaminan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa
sallam serta para khalifah dan orang-orang beriman. Jangan sampai mereka
mendapat gangguan bilamana mereka sudah
membayar jizyah." Sesudah menyebutkan tentang surat ini oleh al-B alazuri
ditambahkan, bahwa pada suatu malam Uskup itu mengungkapkan kepada Khalid bahwa kota ini
sekarang sedang dalam hari raya dan
penduduk sedang sibuk. Ia meminta disediakan sebuah tangga, maka dibawakan dua buah tangga.
Beberapa orang pasukan Muslimin
menaiki tangga itu ke atas pagar tembok, lalu turun di sebuah gerbang
yang hanya ada satu atau dua orang. Mereka saling membantu dan gerbang dibuka saat matahari terbit.
Dalam pada itu Abu Ubaidah di bagian
samping sudah. memasuki Gerbang Jabiah dengan cara kekerasan. Uskup itu
menunjukkan kepadanya surat Khalid. Beberapa kalangan Muslimin mengatakan:
"Pimpinan bukan di tangan Khalid, ia tidak
layak mengadakan perdamaian." Maka Abu Ubaidah berkata: "Perlindungan
yang sudah diberikan oleh salah seorang dari Muslimin kepada mereka, tak dapat
dibatalkan."
Sumber
lain menyebutkan bahwa setelah pengepungan berjalan begitu
lama dan keadaan makin terasa berat bagi penduduk Damsyik, diam-diam
mereka menghubungi pihak Muslimin untuk mengadakan perdamaian.
Pihak Muslimin bertahan agar diadakan bagi rata, yakni segala
yang ada di Damsyik separuh untuk mereka. Pihak Damsyik maju-mundur
untuk menerima tawaran ini. Karena garnisun kota itu tak mampu mempertahankan diri dan melindungi penduduk,
maka tak ada jalan lain kecuali menyerah. Setelah mengirim utusan kepada Abu
Ubaidah dan ia menjamin keamanan kota, mereka membukakan pintupintu
gerbang itu. Abu Ubaidah bersama para perwira dan angkatan bersenjatanya
memasuki kota tanpa pertempuran.
Sebagian
orientalis mengatakan bahwa untuk mempertahankan kota Damsyik penanggung jawabnya sudah putus asa. Kota
itu mereka tinggalkan. Sekarang
penduduknya yang mengambil keputusan untuk menyerah dan mereka membukakan
kota itu untuk pasukan Muslimin. Sesudah memasuki kota dan keadaan sudah stabil,
Abu Ubaidah mengadakan persetujuan dengan mereka.
Demikian
beberapa sumber yang beraneka macam mengenai pembebasan Damsyik. Kalangan
sejarawan sepakat — di samping adanya perbedaan-perbedaan bahwa mereka memasuki kota
secara damai, bukan dengan kekerasan. Ini memperkuat apa yang sudah kita
sebutkan di atas, bahwa karena lamanya pengepungan dan mereka putus asa
menunggu bala bantuan dari Heraklius, pihak
Damsyik lalu meminta damai, dengan
adanya perbedaan mengenai syarat-syaratnya. Karena pasukan Muslimin
bermaksud hendak menyerbu tembok-tembok kota, pihak Damsyik segera membukakan
pintu-pintu gerbang itu. Barangkali ada di
antara pintu-pintu yang kemudian dibuka dengan paksa. Kemudian diadakan
perundingan dan berakhir dengan perdamaian.
Sebelum
menyinggung soal syarat-syarat perdamaian ini bersama Abu Ubaidah, Khalid bin
Walid dan rekan-rekannya, kita ingin melintasi
tembok-tembok Damsyik itu. Kita menengok sebentar bersama mereka
ke sela-sela kota yang padat ini, dengan sejarahnya yang beraneka
macam dan indah, dan selama dalam perjalanan ini melihatlihat
selayang pandang apa yang ada di dalamnya. Kita melihat selintas karena
hubungannya erat sekali dengan syarat-syarat perdamaian itu. Di atas sudah saya singgung betapa indahnya jalan
yang menuju ke Damsyik dari Yarmuk
dan tentang keindahan daerah subur sekitar kota itu. Kotanya sendiri sebenarnya melebihi
keindahan dan kemegahan semua ini. Sejak dahulu kala kota ini merupakan
tempat pertemuan niaga timur dan barat. Oleh
karenanya ia menjadi kota yang paling padat penduduknya dan paling kaya, dibelah oleh
sebuah jalan lurus yang menghubungkan barat dengan timur, membentang dari
Gerbang Jabiah ke Gerbang Syarqi. Di
kanan kirinya berdiri toko-toko, orang Arab sendiri tak pernah melihat yang semacam itu
di negerinya, juga di Irak tak pernah mereka lihat. Di tengah-tengah kota
itu mengalir Sungai Barada dengan airnya
yang mengalir deras dan jernih. Di sekitarnya berdiri pula istana-istana yang megah dengan
taman-taman beraneka warna diselang-seling oleh air mancur yang mencuat
tinggi. Alangkah banyaknya di kota Damsyik gereja yang indah sekali, yang
merupakan bangunan-bangunan Rumawi dengan
kemegahan yang beraneka rupa. Jumlahnya lima belas buah, yang terbesar Gereja
Santo Yohana Pembastis (Saint John
the Baptist). Pihak Rumawi membangun gereja ini sebagai tempat pemujaan orang-orang pagan
sebelum mereka menganut agama Kristen. Sesudah menjadi penganut agama Kristen
tempat ini dijadikan pusat kebaktian mereka kepada Yesus dan ibunya
Perawan Maria. Di sekitar gereja-gereja, istana-istana dan toko-toko itu, seperti sudah menjadi kebiasaan orang-orang
dibangun pula gedunggedung teater,
tempat-tempat pemandian dan lapangan olahraga. Alangkah hebatnya semua
ini di mata orang-orang Arab yang lewat di tempat itu! Mereka belum pernah menyaksikan kemegahan dan
keagungan serupa itu. Alangkah
bedanya dengan yang pernah mereka lihat di San'a dan di Hirah! Mana pula jika dibandingkan dengan
Khawarnaq dan Sadir,[13] dua istana an-Nu'man bin al-Munzir bin
Ma'as-Sama'! Coba kita lihat, syarat-syarat perdamaian apa yang
ditetapkan dengan adanya kekayaan yang
begitu besar itu, keindahan yang begitu cemerlang?! Adakah mereka lalu
ditelanjangi dari semua itu dan tidak diberi bagian? Atau membiarkan mereka
mendapat bagian yang lebih kecil?!
Sumber-sumber
itu tidak sama mengenai hal ini, seperti halnya dengan
pembebasan Damsyik. Menurut sumber al-Balazuri, perdamaian itu
berlangsung seperti yang terdapat dalam surat Khalid bin Walid kepada
Uskup Damsyik, seperti yang sudah kita kutip di atas, pihak Muslimin hanya mendapat jizyah tanpa yang
Iain-lain, yang dipungut sebagai imbalan atas keamanan yang diberikan
kepada penduduk kota, meliputi jiwa, harta benda, bangunan-bangunan,
gereja-gereja dan tembok-tembok kota. Untuk memperkuat pendapatnya, Balazuri
mengutip pendapat Abu Abdullah al-Waqidi:
"Yang saya baca dari surat Khalid bin Walid tak terdapat pembagian sama rata
mengenai rumah-rumah dan gereja-gereja." al-Waqidi menambahkan, bahwa
pasukan Muslimin tinggal dan menetap di
rumah-rumah di Damsyik itu karena pemiliknya meninggalkan kota setelah diduduki. Mereka
bergabung dengan Heraklius ketika
tinggal di Antakiah dan rumah-rumah tak bertuan itu ditempati oleh
pasukan Muslimin.
Tetapi
at-Tabari menyebutkan bahwa persetujuan Damsyik itu atas dasar pembagian bersama
mengenai dinar dan harta tak bergerak serta jizyah satu dinar per kepala, Ibn
Kasir menafsirkan pembagian bersama harta
dan barang tak bergerak itu karena sebagian kota dibebaskan dengan
kekerasan dan seharusnya menjadi milik Muslimin semua, dan sebagian lagi yang dibebaskan dengan j alan damai
harus dikenakan jizyah saja. Oleh karena itu pasukan Muslimin mengambil
separuh dari gereja-gereja, rumah-rumah dan harta yang ada di kota atas dasar
dibebaskan dengan kekerasan, dan yang harus
membayar j izyah atas dasar dibebaskan dengan jalan
damai.
Mereka
yang menentukan pembagian bersama mengenai gerejagereja,
rumah-rumah dan harta benda itu menyebutkan bahwa pihak Muslimin
mengambil tujuh buah gereja dari empat belas gereja yang ada
di Damsyik, dan gereja besar, Gereja Santo Yohana Pembaptis dibagi
dua, separuh untuk kaum Nasrani untuk melaksanakan kebaktian dan
membaca Bibel, yang separuh lagi dijadikan mesjid untuk Muslimin
membaca Qur'an serta berzikir dan di bagian atasnya untuk menyerukan
azan.
Pembagian
ini berjalan selama lebih kurang tiga puluh tahun. Dalam
pada itu Mu'awiah bin Abi Sufyan menuntut, kemudian Abdul-Malik juga menuntut
agar sebagian dari gereja itu ditambahkan untuk mesjid. Kendati untuk itu ditawarkan uang yang
tidak sedikit, pihak Gereja menolak
dengan alasan mereka berpegang pada nas perjanjian yang sudah disepakati bersama ketika pembebasan
Damsyik. Setelah naik Walid bin
Abdul-Malik sebagai penguasa, diulanginya lagi permintaan itu kepada pihak Nasrani seperti dulu, dan
akan diberi ganti rugi yang cukup besar jumlahnya. Tetapi seperti dulu juga,
sekali ini pun mereka tetap menolak. Kemudian mereka diancam bangunan itu
akan dirobohkan kalau tawaran itu
ditolak. Setelah ditakut-takuti dengan datangnya kemurkaan Allah mereka
tidak juga merasa takut, maka bagian itu dihancurkan dan dimasukkan ke bagian
mesjid. Setelah yang naik sebagai khalifah kemudian Umar bin Abdul-Aziz, pihak
Nasrani mengadukan perbuatan Walid terhadap
Gereja mereka itu kepadanya. Khalifah menulis surat kepada wakilnya dengan
perintah agar Gereja tersebut dikembalikan kepada mereka, seperti semula.
Ulama fikih dan penduduk Muslimin di Damsyik
tidak senang dengan perintah Umar itu dan mereka berkata: "Akan
merobohkan mesjid kami setelah kami salat dan azan di tempat itu dan
dikembalikan menjadi gereja." Mereka menawarkan kepada pihak Kristen akan memberikan
gereja-gereja yang ada di daerah
subur sekitar Damsyik yang mereka ambil dengan kekerasan dan j atuh ke tangan
pasukan Muslimin, dengan syarat tidak lagi menuntut Gereja Santo Yohana. Mereka
setuju. Umar bin AbdulAziz pun menyetujui.
Kalau
persetujuan Damsyik bukan atas dasar pembagian bersama, tentu sebagian Gereja Yohana tidak akan dijadikan
mesjid, Mu'awiah dan Abdul-Malik
tidak akan menuntut memasukkan sisanya yang masih di tangan kaum Nasrani
ke dalam mesjid, tentu al-Walid tidak akan merobohkan Gereja itu dan pihak Nasrani tidak akan
mengadukan hal itu kepada Umar bin
Abdul-Aziz. Demikian dikatakan oleh mereka yang berpendapat bahwa
perjanjian Damsyik itu atas dasar pembagian bersama, dan tidak terbatas hanya
pada j izyah. Sebaliknya mereka yang berbeda
pendapat mengatakan, bahwa dalam persetujuan Khalid itu Gereja Yohana tidak dibagi-bagi dan tidak ada
gereja-gereja, rumahrumah dan harta
yang dibagi-bagi. Yang diputuskan dalam perjanjian ini hanya jizyah. Mu'awiah
bin Abi Sufyan dan Abdul-Malik bin Marwan menuntut agar Gereja itu dijadikan
mesjid baru sesudah Damsyik menjadi ibu kota kedaulatan Islam dan sesudah
jumlah kaum Muslimin melebihi jumlah
penduduk Kristen dan pemerintahan berada di tangan Amirulmukminin. Kalaupun pihak Kristen
menolak permintaan mereka dan Gereja dibiarkan seperti apa adanya, itu
menunjukkan tentang adanya toleransi Islam
serta menghormati perjanjian perdamaian meskipun keadaan sudah berubah —
Damsyik yang Rumawi Kristen sudah menjadi
Arab Islam. Maka sejalan dengan perubahan itulah kemudian Walid bin
Abdul-Malik bertindak seperti itu. Dengan adanya perkembangan ini pihak Nasrani
pada zaman Umar bin AbdulAziz setuju
Gereja tersebut dijadikan mesjid untuk kaum Muslimin, dan mengambil kembali gereja-gereja di daerah
subur Gutah di luar tembok ibu kota.
Kita
lebih cenderung memperkuat pendapat yang terakhir ini. Bagaimanapun inilah
pendapat mayoritas, berurutan dan narasumbernya juga
terbanyak.
Kalangan
sejarawan memang berbeda pendapat mengenai pembagian
bersama tersebut, tetapi semua mereka sepakat bahwa persetujuan itu
menentukan pengenaan jizyah kepada penduduk Damsyik sebagai imbalan bagi hak-hak
mereka, kebebasan beragama dan melindungi kota
dan harta mereka. Jumlah jizyah itu per kepala satu dinar, gandum,
minyak dan cuka dalam jumlah tertentu. Ini di luar pajak yang biasa
dibayar oleh penduduk Damsyik kepada penguasa Rumawi. Yang demikian ini tetap berlaku, mereka akan
membayarnya kepada siapa saja yang memerintah, termasuk pemerintahan
Muslimin.
Abu
Ubaidah menyampaikan persetujuan perdamaian itu kepada Umar
bin Khattab. Umar kemudian menulis surat kepadanya agar diadakan perubahan,
jizyah harus dibedakan menurut tingkatnya. Kepada yang kaya empat dinar per
kepala dan yang di bawahnya empat puluh dirham. Konon tingkatan itu disesuaikan menurut
kadar kekayaannya, ada yang kurang
dari itu, ada yang menengah dan ada juga yang lebih di bawah. Kemudian
penghasilan Muslimin berupa gandum, minyak, lemak dan madu
ditentukan.
Itulah
jumlah minimum sehubungan dengan jizyah dalam persetujuan Damsyik,
dan demikian juga yang dikatakan mengenai pembagian bersama.
Atas dasar persetujuan yang adil sesudah pengepungan yang memakan waktu lama itu, pasukan Muslimin sudah
mantap di ibu kota Syam itu dan pendudukan Heraklius pun berakhir, sedang
warga yang fanatik kepada Rumawi keluar. Politik Muslimin menjalankan
administrasinya sesuai dengan kebijakan yang digariskan oleh Abu Bakr sebelumnya, ketika ia mengirim Khalid bin Walid
untuk membebaskan Irak: administrasi
kota itu diserahkan kepada pihak Damsyik sendiri. Pemerintahan itu dijalankan seperti yang
digambarkan oleh Khalid dalam kata-katanya kepada beberapa penduduk Irak: "Kalau
kamu orang-orang Arab apa yang membuat kamu memusuhi Arab, dan kalau
kamu orang-orang Persia apa yang membuat
kamu membenci keadilan!" Setelah
keadaan pihak Muslimin di kota yang indah itu kembali tenang, mulailah mereka
memikirkan kewajiban mereka terhadap agama dan tanah
air.
Tentu
wajar saja jika yang pertama-tama dipikirkannya mengenai siapa
pasukan Muslimin yang akan menggantikannya di Fihl di Yordania itu,
dan apa pula yang harus dilakukannya setelah mematahkan kekuatan
Rumawi di sana. Tetapi surat Umar supaya dia mengubah jumlah minimum jizyah masih menyangkut beberapa masalah
yang harus segera dilaksanakan, di antaranya yang harus diprioritaskan,
mengembalikan kekuatan pasukan yang ditinggalkan Khalid bin Walid ke Irak,
dengan Khalid supaya tetap di Syam. Di
antara pesan Abu Bakr kepada Umar saat ia menggantikannya, katanya: "Jika
Allah memberikan kemenangan, dalam menghadapi penguasa-penguasa Syam tariklah
kembali pasukan Khalid ke Irak, karena
mereka penduduk sana dan para penguasa di sana. Mereka sudah terlatih dan
berani menghadapi musuh."
Sekarang
Allah telah membebaskan Damsyik di tangan Abu Ubaidah.
Di samping itu pasukan Muslimin di Irak dalam berperang melawan
pasukan Persia menghadapi pelbagai kesulitan. Mereka amat memerlukan bala bantuan. Kekuatan yang dipisahkan
dari Irak ke Syam merupakan bala bantuan yang tidak dapat dipandang
kecil. Di dalamnya terdapat
pahlawan-pahlawan tangguh yang telah menggoncangkan dan digoncang perang,
dan dalam setiap pertempuran yang dimasukinya sahamnya tidak sedikit. Oleh karena itu Abu
Ubaidah mengangkat Hasyim bin Utbah
untuk memimpin pasukan Irak didampingi oleh alQa'qa' bin Amr dan yang
semacamnya yang nekat dan berani, dan menggantikan mereka yang sudah gugur di
medan perang Syam dengan pasukan yang jumlah dan kekuatannya seimbang dengan
pasukan yang datang dari Irak. Mereka semua
berangkat ke markas Musanna di Zu Qar
yang berbatasan dengan daerah pedalaman di jalan padat yang biasa dilalui kafilah untuk menghindari jalan
yang penuh risiko yang dulu pernah
dilalui Khalid tatkala ia datang ke Syam untuk memberikan pelajaran
kepada Rumawi. Tak pernah terlintas dalam pikiran Hasyim bin Utbah atau para
perwiranya dan pasukannya selama dalam perjalanan mengarungi Sahara itu, bahwa
mereka maju ke Irak untuk bersama-sama
dengan pasukan Muslimin yang dipimpin oleh Sa'd bin Abi Waqqas, Ialu menghadapi pertempuran sangat
menentukan melawan pasukan Persia
yang membuka jalan ke Mada'in dan jantung Persia: Pertempuran
Kadisiah.
Pertempuran Fihl dan kemenangan Muslimin
Kita
tinggalkan mereka sekarang dalam perjalanan mereka itu. Kita kembali menemani Abu Ubaidah di Syam, dan
sebentar lagi kita akan kembali menyaksikan mereka dalam pertempuran
dahsyat yang melumatkan pasukan Kisra,
menggantikan kekuasaannya dan membuka lembaran-lembaran baru yang amat
cemerlang dalam sejarah.[14]
Abu
Ubaidah sudah merasa lega dengan adanya pasukan Muslimin di
Damsyik. Pikirannya sekarang tertuju pada siapa yang akan menggantikannya dalam
pasukan Muslimin di Fihl, Yordania. Sebagian perwiranya sudah dipacu oleh semangat kemenangan.
Mereka mengusulkan untuk melanjutkan perjalanan dari Damsyik ke Hims.
Selama pengepungan Damsyik Heraklius tinggal di kota ini. Setelah dilihatnya
angkatan bersenjatanya tak mampu mencapai ibu kota Syam itu untuk memberikan perlindungan, ia menyingkir dari Hims
ke Antakiah. Jika sekiranya Abu Ubaidah pergi ke Hims dan membebaskannya,
niscaya Heraklius akan menyingkir dari Antakiah ke Anatolia atau ke
Konstantinopel. Kalau ini yang dilakukannya semangat pasukannya di seluruh
Syam akan hancur. Mereka akan angkat
tangan, tidak akan mengadakan perlawanan dan tidak akan bertempur. Tetapi
Abu Ubaidah menolak saran itu. Ia tidak akan menerimanya sebab dalam
perintahnya Umar melarang ia maju mendahului sisa pasukan Rumawi yang ada di
belakangnya yang akan merupakan ancaman
jika ia mundur atau akan memotong barisan belakangnya. Pasukan Rumawi yang
selamat dari Pertempuran Yarmuk masih bertahan di Fihl sebelah selatan
danau atTabariah (Tiberias), kemudian
Heraklius menopangnya dengan angkatan bersenjata baru. Rasa takut angkatan bersenjata
ini belum hilang akibat kekalahan yang mereka alami di Yarmuk ketika
Abul-A'war asSulami berangkat dengan pasukannya hendak menghadapi mereka. Karenanya mereka lalu melepaskan air danau dan
sungai ke daratan sekitar sehingga terjadi tanah lumpur, dan pasukan
Muslimin tak dapat maju. Tetapi pasukan
Rumawi sendiri juga tak dapat maju, sehingga tak ada gunanya bala bantuan Heraklius kepada mereka.
Selama musim dingin dan selama pengepungan kota Damsyik tanah itu tetap
berlumpur, dan pihak Rumawi pun terkepung di balik lumpur di Lembah
Baisan (Scythopolis). Sesudah Damsyik
menyerah dan datang musim panas,
tanah pun sudah mulai kering, Abu Ubaidah menyerahkan Damsyik ke tangan Yazid bin Abi Sufyan dengan
kekuatan pasukan berkuda Yaman yang dipimpinnya. Dia sendiri bersama Khalid bin
Walid dan angkatan bersenjatanya melangkah maju ke Fihl dan Lembah Baisan. Tanah yang sudah mulai kering itu
memungkinkan pasukannya menghadapi pertempuran
lagi.
Ketika
itu Abu Bakr sudah menyerahkan Yordania ke tangan Syurahbil
bin Hasanah, Hims kepada Abu Ubaidah, Balqa' kepada Yazid
bin Abi Sufyan dan Arabat kepada Amr bin al-As. Komando di lapangan kepada pihak
yang mengalami pertempuran di bawah pimpinannya. Perintah ini oleh Umar tidak
diubah. Dengan demikian komando pasukan
Muslimin yang berada di Fihl tetap di tangan Syurahbil, dan yang sebagian masih
tinggal di sana sebelum Damsyik dikepung di bawah Abul-A'war as-Sulami, dan yang datang
sesudah pengepungan Damsyik di bawah Abu Ubaidah.
Syurahbil
mengirim Abul-A'war dengan brigadenya ke Tabariah (Tiberias)
untuk mengadakan pengepungan, Khalid bin Walid memimpin
barisan depan, Abu Ubaidah dan Amr bin al-As masing-masing di sayap
kanan dan kiri sementara Dirar bin al-Azwar memimpin pasukan berkuda. Angkatan bersenjata ini berangkat semua
menyeberangi Sungai Yarmuk di Umm
Qais di dekat sebuah muara di Yordania, yang selanjutnya menyeberangi
Lembah Gor, kemudian bermarkas di Fihl, berhadap-hadapan dengan pasukan Rumawi di Baisan.
Tatkala sudah tak dapat melampaui
tanah berlumpur para komandan itu berunding. Mereka melaporkan kepada Umar mengenai keadaan
itu dan menunggu jawabannya. Bahan
makanan yang tinggal sedikit tidak membuat mereka cepat-cepat berpindah tempat. Tanah subur
yang mereka peroleh lebih baik
daripada yang diperoleh pasukan Rumawi, karena dengan kesuburan yang ada
di sekitar mereka memungkinkan mereka membuat bahan-bahan makanan dan kehidupan
mereka lebih makmur. Pasukan Rumawi yang
kini di depannya terdiri atas delapan puluh ribu orang dengan nafsu besar ingin
menghancurkan pihak yang telah mengalahkan angkatan bersenjata mereka di
Yarmuk dulu dan kemudian merebut Damsyik.
Sesudah
pasukan Muslimin lama bertahan di Fihl, terbayang oleh Siqlar
bin Mikhraq,[15] komandan angkatan
bersenjata yang besar di bawah
Heraklius, lebih baik menyergap musuhnya itu dengan tiba-tiba supaya dapat dihancurkan. Untuk itu pasukan
perintisnya ditugaskan mencarikan
tempat untuk angkatan bersenjatanya di tanah sekitarnya. Setelah malam tiba, ia bergerak dengan pasukan
perintisnya. la sudah yakin bahwa pasukan Muslimin sudah merasa aman, dan
tidak dalam keadaan siap tempur. Dengan demikian, begitu mendapat serangan
pertama barisan Muslimin akan kacau balau.
Tetapi rupanya perhitungannya
meleset. Ternyata pasukan Muslimin sepenuhnya waspada terhadap kemungkinan munculnya pasukan Rumawi. Malam mau
tidur dan bangun tidur Syurahbil
selalu siap siaga. Sergapan Siqlar dan pasukannya itu disambut dengan
gempuran yang luar biasa hebatnya. Pihak Rumawi pun nekat mati-matian bertempur.
Pertempuran ini berlangsung lama semalam suntuk dan bersambung ke hari
berikutnya sampai malamnya lagi. Peranan
Khalid bin Walid dan Dirar bin Azwar waktu itu mengingatkan pasukan Muslimin pada peperangan
dan pertempuranpertempuran
sebelumnya. Sesudah gelap malam pasukan Rumawi tampak kepayahan, barisannya centang perenang.
Mereka berlarian dalam kebingungan setelah melihat apa yang telah menimpa
Siqlar dan para perwiranya.
Tak
adakah tempat berlindung bagi angkatan bersenjata yang sudah kalah
ini dalam pelarian mereka atau rencana pertahanan yang akan dapat menampung
mereka? Tidak ada! Kekalahan dan kebingungan mereka
itu mengantarkan mereka ke dalam lumpur. Mereka tak dapat berjalan lagi. Pasukan
Muslimin terus mengejar mereka. Semula dikira sengaja mereka demikian, tetapi ternyata mereka
memang dalam kekacauan dan
kebingungan, tak dapat melangkah maju atau mundur, juga tak dapat
melarikan diri. Pasukan Muslimin menggempur mereka dengan panah, sehingga mereka tersungkur,
berjatuhan ke dalam lumpur dan tidak
sedikit dari mereka yang terbunuh. Dari delapan puluh ribu itu tak ada
yang lolos kecuali sisa-sisa yang terpencar-pencar. Kemenangan yang diperoleh
pasukan Muslimin sangat meyakinkan dan cukup memuaskan. Rampasan perang yang mereka
peroleh juga tidak sedikit, yang
kemudian dibagi-bagikan di antara mereka. Mereka merasa puas bahwa Allah telah memberi
kemenangan. Abu Ubaidah menulis Iaporan kepada Amirulmukminin di Medinah
memberitahukan mengenai kemenangan itu, dan
bahwa dia bersama Khalid bin Walid sudah akan berangkat ke
Hims.
Dengan
pertolongan Allah itu iman pasukan Muslimin makin kuat ketika mereka melihat
bagaimana Allah menentukan sesuatu yang pada mulanya tidak mereka sukai. Mereka
tidak senang melihat tanah yang berlumpur
karena itu merintangi mereka untuk berhadapan dengan musuh. Apa yang
tidak mereka senangi ternyata meriolong mereka dan membuat musuh yang terkepung akhirnya hancur
berantakan. Bukankah ini merupakan
tanda kebesaran Allah dan suatu bukti bahwa Allah pasti menolong mereka dan mereka akan menggantikan
kekuasaan Rumawi dan Persia?[16]
Perdamaian Tabariah sampai Busyra
Waktu
pasukan Muslimin sudah selesai dengan Pertempuran Fihl, Abul-A'war masih
mengepung Tabariah. Syurahbil keluar dari Fihl bersama Amr bin As dan pasukannya
menuju Baisan (Scythopolis) untuk
mengadakan pengepungan. Tetapi pihak Baisan di setiap tempat sudah memperkuat
diri dan berusaha hendak membendung pasukan Muslimin. Mereka melakukan itu
karena sudah tahu bahwa Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah sudah kembali ke
Damsyik dan akan mengadakan perjalanan
dengan pasukannya ke Hims, bahwa Abul-A'war masih mengepung Tabariah dan bahwa
kekuatan pasukan Muslimin terbagi-bagi di beberapa tempat di Syam. Angkatan
bersenjata yang masih tinggal di sana
untuk mengepung mereka bukan tidak bisa dibendung. Tetapi perlawanan mereka tidak lama dan
sebentar lagi mereka akan terpaksa menyerah dan menerima perdamaian
seperti perdamaian Damsyik. Soalnya, secara
moral keadaan mereka sudah amat lemah
karena nasib yang menimpa mereka di Yarmuk, kemudian di Damsyik dan Fihl.
Di samping itu penduduk Syam tidak begitu memusuhi pasukan Muslimin dalam arti
mau membantu pihak Rumawi dalam mengadakan
perlawanan. Pihak Rumawi memerintah mereka dengan kekerasan dan tangan
besi sehingga tak ada yang mau mendukungnya atau mengharapkan tetap bertahan.
Penduduk Syam sendiri terdiri dari
kabilah-kabilah Arab dan Nasrani. Sudah lama ikatan serumpun dan ikatan seagama bersaing di antara
mereka. Mereka orangorang Arab,
seperti kaum Muslimin, dan juga kaum Nasrani, seperti orang-orang Rumawi. Sesudah melihat kelemahan
Heraklius serta kepengecutan
istananya dan kekalahan perwira-perwiranya, sebagian mereka berpihak
kepada orang-orang Arab Muslim dan ditunjukkannya kepada mereka titik-titik kelemahan Rumawi, di
samping kemenangan yang begitu berkilauan menyilaukan mata mereka dan
membuat orang begitu kagum kepada pemenangnya dan ikut bergabung
kepadanya.
Pengalaman
pihak Tabariah (Tiberias) juga sama dengan yang dialami oleh pihak Baisan.
Meminta kepada Abul-A'war untuk berdamai
dengan Syurahbil. Maka mereka pun dipertemukan dengan pang‑lima
itu lalu diadakan persetujuan perdamaian seperti yang dilakukan dengan pihak Baisan menurut perdamaian Damsyik,
yakni membagi dua rumah-rumah di
kota-kota dan sekitarnya dengan kaum Muslimin dan yang separuh lagi buat mereka; membayar jizyah
per tahun satu dinar tiap kepala dan
sejumlah tertentu hasil gandum menurut kadar tertentu tanahnya. Demikian juga Azri'at (Dar'a
atau Edrei), Amman, Jarasy, Ma'ab
(Moab) dan Busra (Bostra) mengikuti cara-cara di atas dan mengadakan
persetujuan perdamaian seperti dengan mereka dulu. Demikian juga dengan Yordania, Hauran sampai ke
pedalamannya. Dan penguasa Muslimin
yang membangun pasukan di kota-kota setuju menyerahkan kepengurusan
administrasinya kepada warga setempat, dengan syarat administrasi itu harus dilaksanakan
secara adil dan tidak berat sebelah.
***
Menghadapi ancaman Perang Kadisiah
Sekarang
apakah kita akan mengikuti Abu Ubaidah bin Jarrah dan Khalid
bin Walid dalam perjalanan ke Hims, ataukah mengikuti Hasyim bin Utbah dan Qa'qa' bin Amr dan pasukan Irak
untuk melihat bagaimana ketentuan
Allah yang berlaku terhadap Musanna dan anak buahnya yang tinggal bersama dia, dan kita
menyaksikan Kadisiah bersama Sa'd bin Abi Waqqas? Dengan kata lain: Kita
akan mengikuti angkatan bersenjata Muslimin
dalam membebaskan Syam hingga Allah memberi kemenangan di seluruh Syam, atau akan berpindah
ke Irak mengikuti berita-beritanya sampai pembebasannya selesai? Ada ahli
sejarah yang berpihak pada yang pertama, yang sebagian lagi memilih yang kedua.
Dalam hal ini kita akan lebih cenderung
mengikuti yang kedua dan kita akan
berpindah ke Irak, supaya kawasan Kedaulatan Islam berada di bawah mata kita dan mengikutinya secara utuh.
Kita akan melihat di depan mata kita
sendiri terkuak sedikit demi sedikit, ke timur dan ke barat. Ini lebih
tepat buat kita menilai perjuangan Muslimin yang mulamula dulu dalam menghadapi dua raksasa sekaligus,
Persia dan Rumawi, juga lebih cocok
untuk mengetahui politik Umar, untuk mengetahui bagaimana ia menghadapi peristiwa-peristiwa besar
yang datang bertubi-tubi itu, bagaimana pula ia memik.ul beban
pemerintahan di Medinah dan di seluruh Semenanjung Arab untuk menambah
ketenteraman hidup bagi orang-orang Arab
itu dan semangat. pembebasan yang telah melimpahkan kekayaan Persia dan
Rumawi kepada mereka, hal yang tak pernah terlintas dalam pikiran mereka dalam
zaman mana pun sepanjang sejarah mereka.
Tetapi
sebelum kita pindah ke Irak bersama Hasyim bin Utbah dan kawan-kawannya, di sini
kita perlu merenung sejenak, seperti yang kita sebutkan dalam biografi Abu Bakr
tentang adanya perbedaan kalangan sejarawan
sekitar urutan sejarah mengenai peristiwa-peristiwa pembebasan di Syam. Kita
sudah melihat segala peristiwa dalam bab itu bahwa ketika Abu Bakr wafat pasukan
Muslimin sedang berada di Yarmuk, dan bahwa pasukan Muslimin mendapat kemenangan
di Yarmuk pada masa pemerintahan Umar, yakni ketika datang berita ke Syam
tentang meninggalnya Abu Bakr dan pemecatan Khalid bin Walid dari pimpinan angkatan bersenjata serta
penyerahannya kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, bahwa sesudah itu atas
perintah Umar mereka berangkat ke Damsyik,
mengepungnya lalu membebaskannya. Kemudian sesudah perdamaian Damsyik mereka kembali ke
Yordania untuk mengadakan
pembersihan lalu mengadakan persetujuan dengan pihak Yordan seperti yang dibuat dengan Damsyik. Ini
menurut sumbersumber at-Tabari, Ibn
Khaldun, Ibn Asir, Ibn Kasir dan mereka yang sejalan dengan pendapat ini.
Tetapi Azdi, Waqidi dan Balazuri berbeda pendapat dengan Tabari mengenai urutan
peristiwa-peristiwa dalam pembebasan Syam itu. Mereka mengatakan bahwa
peristiwa-peristiwa Ajnadain, Damsyik
dan yang lain sebelum perang Yarmuk, dan yang lain berpendapat bahwa
perang Yarmuk adalah yang terakhir di Syam. Memang sulit sekali kita mengambil
keputusan yang tepat mengenai adanya
perbedaan-perbedaan ini. Tabari sendiri menyebutkan adanya perbedaan ini
dan ia tidak menentukan suatu pendapat. Misalnya ia mengatakan: "Muhammad bin Ishaq berkata:
Pembebasan Damsyik tahun empat belas
bulan Rajab. Pertempuran Fihl sebelum Damsyik, tetapi mereka berada di Damsyik sebagai pasukan
yang meninggalkan komandannya di Fihl
dan mereka dibuntuti oleh pasukan Muslimin, kendati Pertempuran Fihl itu
terjadi tahun tiga belas bulan Zulkaidah. Sebaliknya Waqidi beranggapan bahwa pembebasan
Damsyik tahun empat belas dan
beranggapan bahwa Pertempuran Yarmuk dalam tahun lima belas dan bahwa Heraklius keluar dari
Antakiah ke Konstantinopel dalam
bulan Syaban tahun itu, setelah Pertempuran Yarmuk, dan bahwa sesudah itu dia tidak pernah mengalami
suatu pertempuran lagi.
Rasanya
tak perlu kita berlama-lama mengikuti perbedaan pendapat ini
selama memang tidak mudah untuk menentukan pendapat yang pasti. Dalam bab ini kita sudah berpegang pada
sumber Tabari dan mereka yang
sependapat dengan dia. Sebaiknya ini kita teruskan, selama hal ini tidak
akan merusak apa yang kita inginkan mengenai pencatatan sejarah Kedaulatan Islam itu pada masa
pemerintahan Umar. Pembebasan Damsyik
itu baik terjadi sebelum Pertempuran Yarmuk atau sesudahnya, terjadinya
pembebasan secara umum disepakati, kendati ada perbedaan mengenai tanggal dan
beberapa uraiannya. Sumber Tabari dari Saif bin Amr dan dari mereka yang
mengutipnya, bahwa Pertempuran Yarmuk
terjadi dalam bulan Rajab tahun tiga belas (September 634) dan Damsyik dikepung pada bulan
Syawal tahun itu juga, dan dapat
dibebaskan pada permulaan tahun berikutnya (antara Desember 634 dengan permulaan musim semi tahun
635), sementara Pertempuran Fihl
terjadi sesudah Damsyik pada musim panas tahun 635, kemudian menyusul
kota-kota lain di Yordania.
Setelah
Pertempuran Fihl itu Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid berangkat ke Hims, sementara Hasyim bin Utbah
kembali lagi ke Irak. Kita tinggalkan Abu Ubaidah dan Khalid, dan kita
berangkat bersama pasukan Irak untuk menyaksikan perang Kadisiah, perang yang
sangat menentukan yang telah membukakan
pintu ke Mada'in bagi pasukan Muslimin, dan menurut semua ahli sejarah dianggap
sebagai salah satu perang yang paling
sengit yang telah mengantarkan sejarah dunia ke arah yang
baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar