UMAR (KADISIAH)
Pasukan Muslimin telah berhasil menghancurkan pasukan
Rumawi di Fihl. Setelah itu Abu Ubaidah dan Khalid berangkat menuju Hims,
sementara Hasyim bin Utbah dan Qa'qa' bin Amr memimpin pasukan Irak, juga
berangkat sebagai bala bantuan kepada angkatan bersenjata Muslimin. Dari Medinah
Sa'd bin Abi Waqqas berangkat pula seperti mereka yang berangkat dari Syam
memimpin 10.000 anggota pasukannya, yang oleh Umar dikirim untuk mengikis
kekuasaan Persia di seluruh Irak.
Musanna men arik pasukannya
Pimpinan
pasukan di bawah Sa'd ini dari hasil perundingan yang cukup
lama. Soalnya sesudah perang Buwaib Musanna melaporkan kepada
Umar tentang pertemuan pasukan Persia dan Yazdigird (Yazdijird) bin Syahriar anak Kisra yang naik takhta dan
dikirimnya pasukan demi pasukan untuk memerangi pasukan Arab serta
akibatnya dengan bergejolaknya penduduk Sawad terhadap pasukan Muslimin, dan ia
terpaksa menarik pasukannya ke Zu Qar di perbatasan Semenanjung Arab. Ketika
itu Umar menulis kepada wakil-wakilnya di kota-kota kecil dan kabilah-kabilah di
seluruh kawasan Arab dengan mengatakan: "Semua orang yang memiliki senjata dan kuda, yang
mempunyai keberanian atau kearifan
pilihlah dan kirimkanlah kepada saya. Cepat! Cepat! !" Dan katanya lagi:
"Akan kuhantam raja-raja Persia itu dengan raja-raja
Arab."
Sesudah ada beberapa ribu prajurit yang berkumpul, ia berangkat sampai ke suatu tempat mata air yang disebut
Sirar, dan ia berkemah. Tidak jelas,
dia sendirikah yang memimpin pasukan itu ke Irak, ataukah ia tetap di
Medinah dan menunjuk orang lain memimpinnya. Hal ini ditanyakan oleh Usman bin Affan. Ia memanggil
orang untuk salat. Setelah mereka berkumpul, ia meminta pendapat mereka siapa
yang akan memimpin pasukan itu ke
Irak. Orang-orang awam mengusulkan: Berangkatlah dan pimpinlah kami
bersamamu. Umar melibatkan diri dengan pendapat mereka itu, tetapi ia
menginginkan masalah ini dapat dipecahkan dengan cara yang
sebaik-baiknya.
Ia
mengundang sahabat-sahabatnya untuk berunding. Setelah berkumpul
Umar berkata: Berikanlah pendapat kalian; saya bingung. Sesudah
saling bertukar pendapat mereka sepakat agar Amirulmukminin mengirim salah seorang dari sahabat Rasulullah
untuk memimpin pasukan dan dia
sendiri tetap di Medinah untuk mengirimkan bala bantuan. "Kalau
tujuannya kemenangan, itulah yang diinginkan oleh semua. Atau biarlah pasukan lain yang berangkat untuk
memancing musuh sampai datang
pertolongan Allah kepada kita." Yang mengatakan ini kepada Umar di
antaranya Abdur-Rahman bin Auf, untuk mendukung pendapat itu: "Tinggallah di sini dan kirimkan
sajalah pasukan," katanya. "Sudah Anda lihat kehendak Allah kepada Anda
dalam pasukanmu sebelum dan sesudahnya.
Kalau pasukan Anda yang kalah, tidak sama dengan kekalahan Anda. Kalau dalam langkah
permulaan Anda terbunuh atau kalah, saya khawatir kaum Muslimin tidak akan
bertakbir dan tidak akan membaca
lagi syahadat la ilaha illallah." Ketika itu kaum Muslimin oleh Umar dikumpulkan dan ia
berpidato, di antaranya ia mengatakan: "Memang seharusnya kaum Muslimin
bermusyawarah mengenai segala persoalan mereka. Sebenarnya saya seperti kalian,
lalu orang-orang bijak di antara kalian itu
melarang saya keluar. Saya memang berpendapat akan tetap di sini dan
akan mengirim orang."
Sa'd bin Abi Waqqas
Umar
menanyakan kepada pembantu-pembantu dekatnya siapa yang
akan dipilih memimpin pasukan itu. Sementara mereka sedang mengemukakan nama-nama di antara mereka, tiba-tiba
datang surat buat Umar dari Sa'd bin
Abi Waqqas — yang ketika itu termasuk orang terpandang di Najd — bahwa
dia sedang memilih seribu orang kesatria yang berani. Setelah yang hadir
mendengar isi surat itu dan Umar menanyakan siapa yang akan dicalonkan memimpin
mereka, mereka menjawab:
Orang itu sudah ada! Siapa? tanya Umar. Mereka menjawab:
Singa yang masih dengan cakarnya! Sa'd bin Malik!1 Usul mereka
disetujui oleh Umar. la mengutus orang memanggil Sa'd yang ketika
itu tinggal di Najd, dan dia yang diserahi pimpinan dalam perang dengan Irak. Pesan yang pertama diberikan
kepadanya: "Sa'd, Sa'd Banu Wuhaib!
Janganlah Anda tertipu dalam menaati perintah Allah karena Anda dikatakan masih paman Rasulullah
Sallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabatnya. Allah Yang
Mahakuasa tidak akan menghapus kejahatan
dengan kejahatan, tetapi la menghapus kejahatan dengan kebaikan! Antara Allah dengan siapa pun tak ada
hubungan nasab kecuali dengan
ketaatan. Apa yang biasa dilakukan Nabi lakukanlah, dan hendaklah Anda
sabar dan tabah!"
Umar
berpesan demikian karena kedudukan Sa'd di tengah-tengah kaum Muslimin dan masih
kerabat Rasulullah. Dia dari Banu Zuhrah, keluarga paman Nabi dari pihak ibu, dan termasuk
Kuraisy yang mulamula masuk Islam,
dalam usia tujuh belas tahun. Untuk itu ia pernah berkata: "Ketika saya masuk Islam Allah belum
mewajibkan salat." Dan katanya lagi:
"Belum ada laki-laki yang sudah masuk Islam sebelum saya selain orang yang
bersamaan dengan saya masuk Islam pada hari yang sama ketika saya masuk
Islam. Suatu hari pernah saya merasakan
bahwa saya adalah sepertiga Islam." Dan Aisyah putrinya melukiskannya dengan mengatakan: "Ayahku
berperawakan gemuk pendek, jari-jarinya tebal, kasar dan berbulu, menggunakan
cat hitam." Sa'd orang kaya dan hidup
senang, mengenakan pakaian sutera dan cincin emas. Karenanya hadis tentang wasiat
dihubungkan kepadanya. Di masa
mudanya ketika di Mekah ia pernah jatuh sakit hingga hampir mati. Suatu
hari Rasulullah menengoknya dan ia berkata kepadanya: "Rasulullah, harta saya banyak dan tak ada orang
yang akan mewarisinya selain anak saya perempuan. Bolehkah saya
mewasiatkan dengan sepertiganya?" Kata
Rasulullah: Tidak. Kata Sa'd: Separuhnya? Tidak, kata Rasulullah lagi.
Sepertiganya? tanya Sa'd lebih lanjut. Ketika itu Rasulullah berkata:
"Sepertiga, sepertiga itu banyak. Lebih baik Anda membiarkan ahli waris itu kaya daripada membiarkan
mereka menjadi beban dan meminta-minta kepada
orang."
Di
samping sifat-sifatnya demikian itu Sa'd adalah kesatria dan pahlawan pemberani.
Ia termasuk pemanah yang terbilang dari sahabatsahabat Rasulullah. Dia ikut
terjun dalam beberapa peperangan di Badr, Uhud,
Khandaq, Hudaibiah, Khaibar, dalam pembebasan Mekah dan dengan
semua ekspedisi bersama Rasulullah. Dalam pembebasan Mekah
dia yang membawa salah satu dari tiga bendera Muhajirin. Dalam Perang Uhud, ketika orang banyak yang berlarian,
ia tetap bertahan bersama
Rasulullah. Dia melindungi Rasulullah demikian rupa sehingga Rasulullah berkata: "Sa'd, lepaskan (anak
panahmu). Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu!" Dia adalah orang pertama
yang melepaskan anak panah dalam Islam
tatkala ia berangkat dalam satuan Ubaidah bin alHaris ke suatu tempat mata air di Hijaz di Wadi
Rabig. Ia bertemu dengan rombongan
Kuraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb. Lalu mereka menarik diri tanpa terjadi bentrokan
senjata selain panah yang dilepaskan Sa'd. Itu sebabnya ia berkata: "Saya
orang pertama di kalangan Arab yang
melepaskan anak panah di jalan Allah." Begitu itulah sifatnya. Tidak
heran jika ia menjadi singa yang masih dengan cakarnya, dan secara aklamasi
semua orang setuju ia diangkat menjadi komandan pasukan yang akan diberangkatkan ke Irak
untuk menghadapi suatu situasi yang
paling kritis yang pernah dihadapi pasukan
Muslimin.
Sa'd
berangkat dari Medinah menuju Irak dengan 4000 prajurit dengan
membawa istri dan anak-anak mereka. Sesudah ia berangkat berdatangan pula kekuatan pasukan ke Medinah
berturut-turut memenuhi seruan Umar.
Mereka dikirim untuk bergabung menyusul Sa'd. Dengan demikian jumlah dan kekuatan pasukannya
bertambah. Yang membuat kekuatannya bertambah karena seluruh Semenanjung Arab
mengirimkan putra-putra terbaiknya,
terdiri dari para pahlawan, kesatria penunggang kuda, penyair, orator dan
pemimpin-pemimpin yang masingmasing mempunyai kepemimpinan dan kedudukan
tersendiri. Di antara mereka terdapat Amr
bin Ma'di Karib az-Zabidi, Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi, Asy'as bin Qais al-Kindi dan
beberapa lagi pemimpin yang lain,
masing-masing memimpin kabilahnya. Ketika Sa'd sudah mendekati Zarrud
kekuatannya sudah mencapai 20.000 ribu orang. Kekuatan Musanna yang ditarik ke Zu Qar sesudah
pertempuran Buwaib, dan sesudah kekuasaan Persia berada di tangan
Yazdigird, sebanyak 3000, dari jumlah kabilah-kabilah berdekatan yang bergabung
dengan mereka 5000. Pasukan yang datang dari
Syam di bawah komando Hasyim bin Utbah sebanyak 8000. Dengan demikian
jumlah anggota pasukan yang berangkat dari
berbagai penjuru untuk berpartisipasi di Kadisiah sekitar 36.000. Sejak Musanna
berangkat ke Delta Furat dan Tigris di masa pemerintahan Abu Bakr, ini
termasuk pasukan
terbesar yang pernah disiapkan Muslimin untuk menyerang Irak.
Tatkala
Sa'd sampai ke Syaraf, sementara menunggu kedatangan pasukan yang dari Syam, penggalangan kekuatan itu
sudah selesai. Tetapi Musanna tidak
bersama pasukannya, karena luka-lukanya akibat pertempuran di jembatan telah membusuk dan dia
meninggal setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada Basyir bin
al-Khasasiah. Juga alMu'anna bin Harisah,
saudara Musanna, tidak ikut serta dalam pasukan ini, sebab dia mendapat berita, bahwa Qabus bin
Qabus bin al-Munzir pergi ke
Kadisiah atas perintah pihak Persia untuk mengajak orangorang Arab
bergabung dengan pasukan Persia memerangi pasukan Muslimin. Dia adalah penulis Banu Bakr bin Wa'il,
seperti an-Nu'man bin al-Munzir ketika dulu menulis kepada mereka
mengajak bergabung dengan pasukannya.
Mu'anna cepat-cepat meninggalkan Zu Qar menuju daerah Banu Bakr bin Wa'il untuk mengacaukan
rencana Qabus, dan meminta Banu Bakr tetap setia pada kekuasaan Muslimin.
Setelah itu ia kembali ke Zu Qar dengan membawa Salma istri saudaranya,
Musanna, dan sama-sama berangkat menyusul
Sa'd di Syaraf, yang ketika itu sudah siap akan bertolak ke
Kadisiah.
Salma
dan Mu'anna masuk menemui Sa'd. Ia menyampaikan laporan
tentang Qabus dan Banu Bakr bin Wa'il. Disebutkannya juga pesan
Musanna kepadanya untuk tidak menyerang musuh, Persia, kalau mereka dan semua staf berkumpul, dan jangan
menyerang mereka di dalam wilayah mereka sendiri, tetapi seranglah mereka
di daerah yang berbatasan dengan negeri
mereka, yang dekat ke daerah pedalaman Arab dan tidak jauh dari daerah perkotaan. Kalau
Allah memberikan kemenangan kepada pasukan Muslimin melawan musuh, segala yang
ditinggalkan untuk mereka; kalau kebalikannya mereka lebih tahu mencari
jalan keluar dan lebih berani di negeri sendiri, sampai nanti Allah memberikan
giliran mereka yang membalas menyerang musuh.
Setelah
Sa'd mengetahui pendapat Musanna dan wasiatnya, ia merasa
makin sedih atas kematiannya itu dan mendoakannya. Pimpinan yang di tangannya supaya diteruskan dan ia
mengharapkan segala yang baik bagi
keluarganya. Setelah itu ia melamar Salma dan mengawininya. Perkawinan
cara demikian ini merupakan salah satu adat kebiasaan orang Arab sebagai penghargaan untuk mengenang
almarhum dan sebagai penghormatan kepada jandanya sehingga ia tetap
dengan harga dirinya dan terhormat seperti
pada masa suaminya yang dulu masih hidup.
Persiapan Umar untuk mengulang kembali ke Irak
Umar
bin Khattab di Medinah mengikuti terus gerak gerik dan berpindah-pindahnya
pasukan di Irak itu. Salah satu perintahnya kepada Sa'd supaya dalam setiap situasi ia selalu menulis
laporan kepadanya dan siap menerima perintah-perintahnya. Sa'd memang
sudah menulis laporan kepadanya begitu ia sampai di Syaraf, sebelum diterima
berita kematian Musanna, dan menyebutkan
juga segala berita tentang dia dan ia
mengharapkan bimbingannya. Setelah membaca surat Sa'd Umar mengirim pesan
kepada Sa'd, yang pendapatnya sama dengan pendapat Musanna dalam wasiatnya. Ia mengeluarkan perintah
kepada Sa'd segera berangkat ke Kadisiah — di zaman jahiliah Kadisiah
merupakan pintu masuk ke Persia — dan agar berada di antara daerah pedalaman
dengan perkotaan, mengambil jalan dan jalur
ke Persia. Kemudian katanya: "Anda jangan gentar karena besarnya jumlah lawan
dan perlengkapan yang lebih besar.
Mereka orang-orang yang banyak tipu muslihatnya. Kalian harus sabar dan tabah dengan
disiplin yang baik dan niat yang jujur dalam mengharapkan kemenangan menghadapi
mereka, sebab mereka tak pernah bersatu. Kalaupun mereka bersatu, hanya di luarnya. Jika yang terjadi sebaliknya,
kembalilah kalian ke garis belakang
sampai ke pedalaman. Di sana kalian akan lebih berani, dan mereka lebih penakut
dan lebih tidak tahu apa-apa, sampai nanti Allah memberi kemenangan dan giliran kalian yang
membalas menyerang mereka." Surat itu di antaranya ditutup dengan:
"Laporkanlah segala persoalanmu dan seluk
beluknya, bagaimana kalian berpangkal dan di mana letak musuh kalian berada, dan
buatlah surat laporan kalian sedemikian rupa sehingga seolah-olah saya
melihat kalian, dan jelaskan keadaan kalian dengan
sejelas-jelasnya."
Dalam
mengirimkan perintah-perintahnya itu soal-soal besar dan kecil
tak ada yang dilupakan oleh Umar. Tidak cukup hanya memberi semangat kepada para
perwira dan prajuritnya, ia juga menggugah hati mereka, dan menyebutkan segala kebanggaan mereka
dan kaum mereka. Tidak lupa ia mengingatkan tentang kekuatan dan tipu
muslihat musuh. Bahkan ia melukiskan
beberapa rencana, dan menyebutkan kepada mereka saat berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain, seolaholah ia sudah
tahu keadaan dan geografi negeri itu. Dalam suratnya kepada Sa'd antara
lain ia mengatakan: "Kalau Anda sudah sampai di Kadisiah — dan di zaman jahiliah
Kadisiah merupakan pintu masuk ke Persia — dan menjadi gerbang segala bahan
keperluan mereka, tempat berlabuh yang
luas, subur dan kukuh, di belakangnya jembatan-jembatan lengkung dan sungai-sungai yang jarang ada,
maka pasukan kalian agar
waspada[2] dan berada di antara daerah pedalaman dengan daerah
perkotaan."
Pada
saat keberangkatannya ia menulis dari Syaraf: "Kalau hari anu
dan hari anu berangkatlah dengan pasukan Anda sampai tiba di antara
Uzaibul Hijanat dengan Uzaibul Qawadis, dan berkelilinglah dengan
pasukan Anda di sekitar daerah itu." Dalam suratnya yang lain kepada Sa'd ia berkata: "Laporkanlah kepada saya,
sudah sampai di mana Anda dan
rombongan Anda, siapa komandan mereka yang mengatur bentrokan dengan
kalian. Apa yang ingin saya tulis tak dapat saya lakukan karena terbatasnya pengetahuan saya
tentang apa yang kalian serang dan yang sudah menjadi keputusan mengenai
keadaan musuh. Lukiskanlah kepada kami
tempat-tempat perhentian pasukan Muslimin dan kota tempat kalian berada
dengan Mada'in demikian rupa sehingga seolah-olah saya melihat
sendiri."
Umar mengikuti perkembangan dari jauh
Dalam
suratnya Sa'd melukiskan negeri-negeri serta letak Kadisiah dari
Atiq — salah satu anak sungai Furat — dan Khandaq Shapur. Dilukiskan juga dataran Kadisiah yang hijau, yang
membentang pan-j ang ke Hirah, terletak di antara dua jalan yang salah
satunya di antara Khawarnaq dengan Hirah,
jalan mendaki dan yang sebuah lagi menuju ke Walajah dalam genangan air yang melimpah.
Kemudian disebutkan juga bahwa penduduk Sawad yang dulu sudah mengadakan
perdamaian dengan pasukan Muslimin sekarang
membelot, bergabung dan membantu pihak Persia. Atas surat itu Umar membalas:
"Surat Anda sudah saya terima dan mengerti. Tetaplah di tempat Anda
sampai Allah nanti menceraiberaikan musuh. Ketahuilah bahwa sesudah itu
akibatnya akan dirasakan. Jika Allah mengaruniakan Anda sampai mereka mundur,
janganlah Anda menjauhi mereka sebelum Anda
dapat menyerbu mereka di Mada'in,
karena di situlah nanti kehancuran mereka, insya Allah. Saya sudah yakin bahwa kalian akan dapat
mengalahkan mereka, maka janganlah
ragu mengenai hal ini." kemudian ia mendoakan Sa'd dan pasukan Muslimin
umumnya.
Surat-menyurat
antara Umar dengan Sa'd ini membuktikan betapa besarnya perhatian Umar terhadap Irak. la
mengikuti berita-berita pasukan itu
dengan sangat saksama serta perhatiannya seolah dia sendiri yang menjadi komandan memimpin pasukan yang sudah
siap tempur. Dia yang mengarahkan
panglimanya dan mengikuti setiap gerak geriknya. Begitu juga halnya dengan pasukan Muslimin
di Syam. Dia menulis kepada Abu
Ubaidah bin Jarrah sama seperti yang ditulisnya kepada Sa'd bin Abi Waqqas. la mengikuti
perjalanan para panglima serta pasukannya itu dengan pikirannya, bahkan dengan
hati dan segenap raganya; seolah ia
hadir dan berjalan bersama mereka, ikut menjaga mereka dari bahaya musuh,
ikut bersama-sama dalam suka dan duka,
sangat mengharapkan sekali akan kemenangan mereka. Dan untuk mencapai kemenangan ini ia mengumumkan
seruan demi seruan di segenap penjuru Semenanjung Arab, mengajak mereka
yang mampu berperang lalu mengarahkan
mereka ke Irak atau ke Syam. Soalnya, karena ia yakin sekali bahwa kalau
Mada'in tidak dibebaskan, termasuk Irak keseluruhannya, begitu juga Hims dan
Antakiah tidak dibebaskan, termasuk seluruh
Syam, maka tanah Arab akan terus-menerus berada dalam ancaman dua ekor singa — Persia dan Rumawi.
Ancaman terhadap negeri-negeri Arab
berarti ancaman terhadap agama yang baru tumbuh ini. Melindungi agama ini dan kebebasan
berdakwah merupakan fardu ain bagi
setiap Muslim, terutama sekali bagi Amirulmukminin, dan kemudian bagi setiap Muslim. Untuk
melindunginya, cakar kedua singa itu
harus dipangkas, dan mengikis setiap kekuatan yang mengancam Semenanjung
itu.
Perjalanan Sa 'd menuju Sydraf
Dengan
sudah diterimanya surat-surat Umar itu maka sekarang ia memulai perjalanannya dari Syaraf menuju Kadisiah.
Tetapi ia baru akan meninggalkan Syaraf sesudah mengadakan mobilisasi dan
menyiapkan pasukannya demikian rupa yang
sudah diketahui dan disetujui oleh Umar. Ia mengangkat beberapa pimpinan
pasukan, mengatur pimpinan regu, setiap sepuluh regu dipimpin seorang
arif.[3] Untuk
beberapa angkatan ia mengangkat tokoh-tokoh
yang mula-mula dalam Islam. Untuk
garis depan dan sayap kanan dan kiri ia menempatkan pahlawan‑pahlawan
yang dulu ikut berperang bersama-sama Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa
sallam. Dalam angkatan itu terdapat 1.400 orang yang berperang bersama
Rasulullah, di antaranya sekitar 70 orang veteran Badr, sekitar 310 orang mereka yang pernah ikut berperan
dalam Bai'aturRidwan dan yang sesudahnya, 300 orang pernah
dalam pasukan pernbebasan, 700 dari anak-anak para sahabat Nabi dari seluruh
penjuru kawasan Arab. Sa'd berangkat
perlahan-lahan memimpin mereka hingga mencapai Uzaib. Mereka berhenti di sini dan
tinggal cukup lama sebelum meneruskan perjalanan ke
Kadisiah.
Uzaib
adalah sebiiah gudang senjata Persia yang dijaga ketat dalam sebuah benteng yang kukuh. Pasukan perintis
Muslimin waktu subuh sudah sampai ke
tempat itu. Mereka berhenti di depannya sambil melihat-lihat benteng itu. Ternyata di setiap
benteng mereka melihat ada orang yang mengawasi. Oleh karena itu mereka menahan
diri, tidak segera maju, sampai
kemudian ada sekelompok pasukan datang menyusul mereka hendak menyerang
benteng itu. Setelah berada di dekat benteng
mereka melihat seseorang memacu kudanya ke arah Kadisiah, dan benteng-be'nteng tampaknya sudah kosong, tak
tampak ada orang. Saat itu mereka yakin bahwa kemunculan orang itu di
benteng suatu muslihat untuk melihat dan mengetahui kekuatan mereka, setelah itu
ia akan cepat-cepat ke Persia
memberitahukan keadaan mereka. Di benteng itu pasukan Muslimin menemukan
ada beberapa tombak, panah dan keranjang
yang mereka pergunakan. Zuhrah bin al-Hawiah segera pula memacu kudanya mengejar dan akan menawan
orang itu. Tetapi tidak tersusul. Ia kembali ikut melibatkan diri dengan pasukan
Muslimin yang lain membicarakan ketabahan dan
keberaniannya.
Menyerang Uzaib dan menuju Kadisiah
Sa'd
bin Abi Waqqas masih di Uzaib tatkala sudah tak ada lagi pasukan Persia. Setelah
itu ia mengirim pasukannya dalam upaya mengadakan serangkaian serangan ke
sekitarnya untuk menanamkan rasa gentar di kalangan penduduk sambil membawa
rampasan dan tawanan
perang. Salah satu pasukan berkuda cepat ini berangkat malam hari
menuju Hirah. Sesudah melewati Sailahin dan sudah menyeberangi jembatannya
dalam perjalanan ke ibu kota Banu Lakhrn mereka mendengar ada suara-suara ribut. Mereka segera
berkumpul dan membuat tempat
persembunyian sambil mencari kejelasan. Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba lalu pasukan
berkuda didahului oleh putri seorang marzahdn (pembesar Persia)
Hirah dalam iring-iringan membawa
pengantin ke tempat penguasa daerah Sinnain, salah seorang bangsawan
Persia. Setelah pasukan berkuda itu melalui tempat persembunyian tersebut pasukan Muslimin segera
menyergap mereka yang mengelilingi
pengantin perempuan itu. Mereka kucar-kacir berlarian. Barang-barang
bawaan mereka rampas, putri marzaban dan tiga puluh perempuan keluarga para
pembesar serta seratus orang lagi pengikutnya berikut rampasan perang dalam jumlah besar dan
berharga itu mereka bawa pulang dan diserahkan kepada Sa'd di Uzaib, yang
kemudian dibagi-bagikannya kepada pasukan Muslimin.
Penduduk
Irak sekarang dicekam rasa ketakutan. Mereka mati kutu dan
pembangkangan mereka terhadap pasukan Muslimin mulai reda. Sa'd
merasa tenang dengan keadaannya di Uzaib itu dan ia terus memperkuat diri. Banyak keluarga Arab yang
dilepaskan, dan perempuanperempuan itu dijaga oleh satu pasukan berkuda.
Untuk itu ia menugaskan Galib bin Abdullah al-Laisi. Sesudah itu ia pergi ke
Kadisiah dan berpangkal di benteng Qudais,
sedang Zuhrah bin Hawiah di balik jembatan Atiq. Ia membagi-bagi pasukan,
tiap kelompok di satu tempat tertentu. Ia tinggal di sana mengirimkan pasukan
berkuda cepat untuk membawa bekal bahan makanan berupa kambing, sapi, gandum,
tepung dan segala macam keperluan.[4]
Sa'd
tinggal di Kadisiah selama' sebulan. Kehidupan pasukan cukup
makmur dengan makanan yang dibawa oleh pasukan berkuda cepat
yang sudah menyebar sampai ke Hirah, Kaskar dan Anbar. Sa'd menulis kepada Umar
melaporkan keadaan mereka. Barangkali dalam laporan ini ia melukiskan keadaan
Kadisiah lebih terinci lagi. Ia menyebutkan
bahwa Persia tidak mengutus orang kepada mereka dan tidak menyerahkan pimpinan tentaranya untuk memerangi
mereka kepada siapa pun yang mereka ketahui. Hanya saja tak lama sesudah
itu diketahuinya dari penduduk Hirah, bahwa
Yazdigird telah menyerahkan pimpinan
perang ke tangan Rustum bin Farrukhzad, dengan perintah untuk berangkat
menghadapi pasukan Muslimin. Sekali lagi ia kemudian menulis surat
menyampaikan berita ini. Dalam balasannya Umar mengatakan: "Janganlah Anda berkecil hati karena
berita yang Anda terima tentang mereka atau apa pun yang mereka bawa.
Mintalah pertolongan kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya. Ajaklah
orangorang yang arif dan tabah berdoa
kepada-Nya. Dengan doa itu Allah akan membuat mereka lemah dan lumpuh.
Buatlah laporan kepada saya setiap hari."
Mungkin
kita heran bahwa pihak Persia begitu lamban tidak segera menghadapi
Sa'd dan pasukannya, setelah mereka mengadakan pertemuan
dengan Yazdigird dan siap membantunya untuk mengadakan pembalasan atas kekalahan pasukan mereka di
Buwaib. Sa'd meninggalkan Medinah pada permulaan musim semi tahun itu. Kemudian
ia tinggal selama beberapa bulan di
Syaraf dan di Uzaib, dan lebih sebulan tinggal di Kadisiah sebelum ia
mengetahui tentang perjalanan pasukan Persia untuk memeranginya. Jadi selama itu
di mana pasukan Persia? Dan apa yang dilakukan Yazdigird selama bulan-bulan
itu?
Yazdigird bertukar pikiran dengan Panglima Besarnya, Rustum
Sebenarnya
mereka tidak lengah. Yazdigird sudah mengirim surat kepada Rustum bin Farrakhzad mengatakan: "Anda
seorang kesatria masa sekarang. Saya ingin mengirim Anda untuk memerangi
orangorang Arab itu." Rustum
membalas: "Biarlah hamba di Mada'in. Mudahmudahan kerajaan mendukung
hamba kalau tidak di medan perang, dan cukuplah dengan Tuhan. Muslihat kita sudah
mengenai sasaran. Pandangan yang tepat dalam perang lebih berguna
daripada kemenangan. Perlahan-lahan lebih
baik daripada tergesa-gesa, memerangi pasukan demi pasukan akan terasa lebih berat buat musuh
kita. Orang-orang Arab itu masih akan mengancam kita Persia sebelum
dihancurkan lewat tangan hamba ini."
Melihat balasan Rustum itu Yazdigird berunding dengan para pembesarnya. Ia kebingungan setelah
mendengar segala tindakan orang-orang
Arab itu dan apa yang mereka lakukan terhadap putri marzabdn serta serangan mereka ke
Irak. Diulanginya lagi katakatanya kepada Rustum tadi. Tetapi Rustum
juga mengulangi kata‑katanya: "Terpaksa hamba mengenyampingkan pendapat itu
dengan membanggakan diri hamba. Kalaupun harus begitu hamba tidak akan membicarakannya lagi. Saya berdoa untuk Baginda
dan kerajaan Baginda. Biarlah hamba
tinggal di markas hamba dan mengirim Jalinus. Kalau dia mampu, itulah yang kita harapkan, kalau
tidak kita kirim yang lain. Kalau
sudah tak ada jalan lain kita harus sabar menghadapi mereka. Kita sudah
membuat mereka dalam posisi yang lemah dan kepayahan sedang kita masih kuat, masih utuh.
Harapan hamba masih pada pasukan berkuda selama hamba belum
terkalahkan."
Setelah
serangan-serangan Arab makin gencar terhadap daerah Sawad
di hilir sampai ke hulu, dan kaum marzaban dan pejabatpejabat1
Persia melaporkan kepada Yazdigird, bahwa kalau mereka tidak
ditolong terpaksa mereka akan tunduk di bawah perintah pasukan Muslimin,
hilanglah segala keraguannya dan ia segera memerintahkan Rustum berangkat ke Sabat. Tetapi perjalanan ini
diketahui oleh Sa'd. Ia pun menulis
surat kepada Umar dengan balasan seperti yang sudah kita sebutkan di atas, dan
dimintanya ia mengirim utusan kepada penguasa Persia untuk mengajak
mereka dan membahas masalah itu.
Delegasi Muslimin kepada Yazdigird
Adakah
dengan suratnya itu Umar bermaksud supaya Sa'd mengirim
utusan kepada Rustum atau kepada Yazdigird? Dan ke mana sebenarnya utusan-utusan itu pergi? Beberapa
sumber masih berbeda pendapat.
Sebagian berpendapat bahwa para utusan itu berbicara dengan Rustum.
Setelah misi itu gagal terjadilah peristiwa Kadisiah. Yang sebagian lagi berpendapat bahwa utusan-utusan itu
pergi sebagai delegasi kepada
Yazdigird di Mada'in lalu mengalami kegagalan, maka terjadi peristiwa Kadisiah. Sumber ketiga
mengatakan, bahwa para utusan itu
terlebih dulu menemui Rustum, sesudah tak berhasil, baru mereka pergi
sebagai delegasi menemui Yazdigird, tetapi untuk meyakinkannya ini juga'tidak
lebih berhasil. Maka kembalilah mereka dari Mada'in untuk bergabung dengan
saudara-saudaranya pasukan Muslimin dalam menyerang
Kadisiah.
Kemungkinan
delegasi pasukan Muslimin itu pergi kepada Yazdigird di Mada'in sebelum Rustum
bertemu dengan siapa pun di Kadisiah.
Waktu
itu Rustum masih di Sabat, tak jauh dari Mada'in, seperti yang sudah
kita lihat. la belum pergi ke Kadisiah
untuk menghadapi Sa'd dan
pasukannya di tepi seberang Sungai Furat. Rustum memang memperlambat
kepergiannya sesuai dengan politik yang sudah disebutkannya kepada Yazdigird.
Oleh karena itu, tatkala ia sampai di Sabat dengan perjalanan pasukannya itu ia merasa sudah cukup
untuk menanamkan rasa aman dalam hati penduduk Sawad, begitu juga
mengirimkan pasukannya untuk penduduk Hirah
dan kota-kota lain yang tersebar di hilir sampai ke hulu Sawad dengan
mengecam mereka karena kepercayaan mereka
yang masih goyah akan kekuatan kerajaannya dan karena ketakutan mereka
kepada Arab. Ia menjanjikan mereka akan menceraiberaikan orang-orang Arab itu
dan mencampakkan mereka ke Sahara Semenanjung, dan jangan sekali-kali mereka
bermimpi hendak kembali ke Irak lagi.
Kebalikannya
Sa'd bin Abi Waqqas, ia harus melaksanakan perintah
Umar. Oleh karena itu ia mengirim delegasi yang terdiri dari orangorang cerdik
pandai, bijaksana dan berani kepada Yazdigird. Di antara mereka an-Nu'man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan,
al-Asy'as bin Qais, Amr bin Ma'di
Karib, al-Mugirah bin Syu'bah, al-Mu'anna bin Harisah dan yang lain semacamnya.
Mereka mendapat perintah agar mengajaknya kepada Islam. Kalau ia menolak maka akan
terjadi perang. Bilamana delegasi
itu sudah sampai di Mada'in, penduduk kota itu tak habis heran melihat
mereka kurus-kurus, diperhatikannya sosok mereka, dari pakaian yang terjuntai di bahu, cambuk di
tangan dan sandal di kaki, sampai kepada kuda yang begitu lemah menapak
tanah dengan kakinya. Mereka bertanya-tanya
antara sesama mereka: Bagaimana mereka berani memerangi kita, berambisi
mengalahkan kita dan menyerbu ibu kota kita?!
Delegasi
itu meminta izin hendak menghadap Yazdigird. Setelah ia memanggil
para menteri dan bermusyawarah dengan mereka, delegasi itu
diizinkan masuk. Dengan sikap sombong dan angkuh ia berkata kepada mereka: "Apa
yang mendorong kalian datang ke negeri ini? Adakah
kalian nekat mendatangi kami karena kami sedang sibuk dengan
urusan kami sendiri?" Nu'man bin Muqarrin menjawab dengan menyebutkan
bahwa Allah telah mengutus seorang rasul dari kalangan Arab
dengan membawa wahyu dari Allah, dan diajaknya ia masuk Islam.
"Kalau Tuan-tuan menolak harus membayar jizyah, dan kalau masih
juga menolak maka akan terjadi perang." Dan ditutup dengan mengatakan: "Kalau
Tuan-tuan menerima agama kami, kami tinggalkan bagi
Tuan-tuan Kitabullah yang akan dapat Tuan-tuan jadikan pegangan dan menjalankan hukum atas dasar itu. Kami tidak
akan mencampuri urusan Tuan-tuan.
Tuan-tuan sendiri yang mengurus negeri Tuan-tuan ini. Kalau Tuan-tuan membayar jizyah kewajiban
kami melindungi se-gala kepentingan Tuan-tuan."
Berat
sekali dirasakan oleh Yazdigird mendengar kata-kata semacam
itu. Tetapi dia memilih cara yang lebih arif dan bijaksana disertai
ketabahan hati: "Kami tfdak melihat ada suatu bangsa di dunia ini
yang lebih malang, lebih kecil jumlahnya dan paling sering bertengkar
seperti kalian ini," katanya kemudian. "Kami telah mengangkat kalian sebagai wakil kami di daerah-daerah
pinggiran untuk menjaga dan melindungi kalian. Janganlah Persia sampai
menyerbu kalian dan janganlah berambisi
hendak melawan mereka. Kalaupun jumlah kalian besar, janganlah kalian tertipu oleh jumlah yang
besar. Kalau kalian terpaksa harus bekerja keras, kami sudah menentukan
bahan makanan untuk kesejahteraan kalian, kami hormati pemimpin-pemimpin kalian,
kami beri kalian pakaian dan kami angkat
seorang raja atas kalian untuk menyantuni kalian."
Mendengar
kata-kata itu delegasi tersebut diam. Tetapi Mugirah berdiri
dan berkata: "Paduka Raja, mereka itu pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka Arab.
Mereka orang-orang terhormat yang mempunyai rasa malu sebagai orang-orang terhormat. Orang
yang menghormati dan menghargai hak mereka hanya orang yang terhormat.
Tidak semua yang mereka bawa itu sudah
mereka katakan, dan tidak semua j ang Tuan katakan mereka jawab.
Berikanlah jawaban Tuan kepada saya, supaya mereka menjadi saksi atas segala yang saya
sampaikan Tuan. Mengenai keadaan yang begitu buruk di pihak kami, memang
seperti yang Tuan katakan, bahkan lebih buruk dari itu..." Kemudian
disebutkannya mengenai penderitaan hidup orang-orang Arab, dan Allah telah
mengutus seorang rasul kepada mereka seperti
dikatakan Nu'man bin Muqarrin tadi. Kemudian katanya: "Tuan pilihlah,
mana yang lebih Tuan sukai: membayar j
izyah, pedang atau menyerahkan diri demi keselamatan
Tuan."
Mendengar
itu Yazdigird ^sudah tklak sabar lagi. "Kalau bukan karena
utusan itu tidak boleh dibunuh, kubunuh kalian. Sudah, selesai!" katanya berang. Kemudian ia minta dibawakan tanah
dan berkata: "Bawalah ini kepada
pemimpin mereka kemudian seretlah ia sampai keluar dari pintu Mada'in. Kembalilah kalian
kepada pemimpin kalian dan beritahukan bahwa saya akan mengirim Rustum
kepadanya agar ia menguburnya
dan mengubur kalian di parit Kadisiah, setelah itu ia akan mendatangi
negeri kalian, ia akan membuat kalian kewalahan, kalian akan
lebih hebat mengalami kehancuran daripada yang kalian alami dari
Shapur."
Delegasi
itu tidak merasa takut karena kemarahan Yazdigird atau akan merasa gentar
menghadapi ancamannya. Malah Asim bin Amr berdiri
dan mengangkat sendiri tanah itu ke bahunya seraya berkata: "Sayalah
pemimpin mereka!" Lalu ia pergi membawa tanah itu keluar dari
Iwan (balairung) Kisra. Setelah itu ia menaiki kudanya dan pergi bersama
kawan-kawannya menuju Kadisiah. Begitu sampai ia menemui Sa'd
di benteng Fudaik dan menceritakan semua kejadian itu dan bagaimana
sampai ia membawa tanah Persia itu seraya berkata: "Ini berita
bagus. Allah telah memberikan kunci kerajaan mereka kepada kita."
Mengenai
segala yang terjadi antara Yazdigird dengan delegasi Sa'd itu, semua sejarawan
Arab sependapat. Tak ada perbedaan di antara
mereka selain mengenai kata-kata dalam dialog kedua pihak. Beberapa
orientalis berpendapat, bahwa cerita-cerita itu baru belakangan
ditulis orang — kalaupun tidak mengenai intinya, sekurang-kurangnya
detailnya. Mengenai detail ini, hanya sebagian kecil saja yang kita kutip di
sini. Orientalis-orientalis tersebut mengatakan demikian dengan alasan, bahwa para sejarawan Muslimin itu tidak
membuang kesempatan bahwa setiap
ada delegasi Muslimin yang berhubungan dengan pihak Majusi dan Nasrani, dari juru bicara mereka
selalu mengalir katakata tentang
orang Arab sebelum Islam serta bagaimana permusuhan dan pertentangan di antara mereka; tentang
penderitaan mereka, sampai kemudian
Allah mengutus seorang rasul kepada mereka, memberi petunjuk dan agama
yang benar: Maka mereka pun dipersatukan, dilepaskan dari kelaparan. Allah
telah memberikan kepada mereka kemakmuran
yang tak pernah dikenal oleh leluhur mereka. Padahal ada di antara kaum
Muslimin itu yang sebelum Islam dulu sudah hidup makmur dan berkecukupan,
seperti penduduk Yaman dan penduduk di sepanjang pantai Teluk Persia. Kata-kata
semacam itu oleh kalangan sejarawan itu
dikaitkan kepada Muslimin yang hijrah ke Abisinia di masa Nabi, yaitu ketika diundang oleh Najasyi dan
ditanya tentang sebab-sebab alasan mereka meninggalkan agama yang dianut
masyarakatnya. Hal demikian juga dikaitkan
dengan Muslimin yang pergi ke Irak
di masa Abu Bakr, kemudian yang hampir serupa terjadi juga dengan Khalid
bin Walid ketika bertemu dengan Georgius, panglima Rumawi
dalam Perang Yarmuk. Hal seperti itu sekarang oleh mereka dikaitkan lagi kepada
delegasi dalam pertemuannya dengan Yazdigird. Bukankah semua ini menunjukkan
bahwa kata-kata semacam itu baru belakangan
saja dikarang orang untuk maksud-maksud politik, dan yang dikatakan Muslimin yang mula-mula dulu itu sebagai
propaganda Islam di satu segi, dan di segi lain untuk memperkuat
kekuasaan amirulmukminin?
Selanjutnya
kalangan orientalis itu menambahkan — untuk memperkuat
kritik mereka — bahwa para sejarawan Muslimin itu tidak segan-segan
membawa cerita-cerita yang lebih menyerupai dongeng. Di antaranya
Yazdigird memanggil pembesar-pembesarnya dan memanggil juga
Rustum dari Sabat dengan menceritakan kepada mereka pertemuannya dengan delegasi Muslimin itu, dan katanya ia
menganggap pemimpin mereka orang pandir, bodoh, karena telah membawa
tanah di atas kepalanya. Kalau mau, dapat
saja ia menyuruh yang orang lain. Lalu kata Rustum kepadanya: Dia tidak
pandir, juga bukan pemimpin mereka. Tetapi
dia bermaksud mempertaruhkan diri demi masyarakatnya. Dari apa yang didengarnya
itu Rustum kemudian meramal. Dia keluar dari tempat Raja dengan perasaan marah
bercampur sedih. Soalnya, karena dia
seorang peramal bintang-bintang sudah menunjukkan, bahwa
orang1orang yang keluar dari Mada'in membawa tanahnya berarti mereka keluar akan membawa bumi Persia.
Untuk menjaga akibat ramalan ini, setelah mereka pergi ia memanggil
seseorang dan katanya: "Kalau tanah itu
dapat disusul dan dikembalikan kepada kita, kita akan dapat mengatasi
masalah. Kalau sampai mereka berhasil membawanya kepada pemimpin mereka, berarti mereka
akan menguasai bumi kita." Sesudah ternyata orang itu tak dapat menyusul
mereka, Rustum bertambah pesimis dan menganggap pendapat dan perbuatan
Raja itu sangat keji.
Tetapi,
sungguhpun begitu ia dapat menentang Raja tatkala ia diperintahkan pergi
mengadakan serangan kepada pasukan Muslimin. Ketika itu Yazdigird berkata
kepadanya: "Berangkatlah; kalau tidak saya sendiri yang akan berangkat." Rustum
berangkat dari Sabat, dengan memerintahkan
Jalinus di barisan depan memimpin 40.000 prajurit, dan dia sendiri mernimpin 60.000, dengan menempatkan
Hormuzan di sayap kanan, dan di sayap kiri Mehran Bahram Razi. Kemudian ia
menulis surat kepada saudaranya,
Bendawan: "Maka perkuatlah bentengbenteng kalian dan persiapkanlah
kekuatan kalian, sehingga seolah-olah pasukan Arab itu sudah memerangi negeri
dan keluarga kalian. Saya berpendapat
mereka harus dicegah dan dilawan sehingga keberuntungan mereka akan berbalik menjadi kekalahan." Setelah
menerangkan apa yang telah
dilihatnya dalam ramalan nujum ia menyudahi suratnya dengan mengatakan:
"Saya kira mereka akan mengalahkan kita dan menguasai segala milik kita." Kendatipun begitu
ia meneruskan perjalanannya seolah-olah takdir sudah memaksanya untuk
menghancurkan Persia, termasuk dia sendiri.
Kalangan
orientalis itu menganggap sumber tentang penujuman ini sebagai khayalan kosong, dan menganggapnya untuk
memperkuat bantahannya tentang cerita
para sejarawan Muslimin mengenai apa yang terjadi antara delegasi Sa'd
dengan Yazdigird. Saya tidak begitu cenderung dengan pendapat mereka, tetapi juga
tidak merasa begitu perlu menuduh mereka.
Bahwa
kaum Muslimin dahulu itu mengatakan kepada musuhmusuh
mereka mengenai perpecahan dan segala kelemahan yang mereka
alami sebelum Islam, dan kemudian mereka menjadi umat yang bersatu dan kuat
sesudah bergabung ke dalam panji Islam, dan mereka berbicara tentang diutusnya Rasulullah yang
membawa agama dan prinsip-prinsip
yang luhur, karena memang itulah yang sebenarnya maka mereka menjadi kuat
dan bersatu. Jika memang demikian keadaannya, tidak heran dan kemudian tidak perlu
mereka mengarangngarang cerita untuk maksud-maksud politik atau apa pun.
Agama ini memang suatu revolusi terhadap
kepercayaan-kepercayaan dan sistem yang berlaku di tanah Arab, Persia dan Rumawi
waktu itu. Dan memang menjadi suatu
revolusi yang universal yang dibawa oleh pengemban risalah itu untuk disampaikan kepada segenap umat
manusia serta mengajak mereka kepada
prinsip-prinsip yang dibawanya. Sudah menjadi kewajiban mereka pula yang
sudah beriman kepada ajarannya dan menjadi pengikutnya untuk meneruskan dan
kemudian menyampaikan ajarannya itu. Dalam
menyampaikan ajaran Islam, Rasulullah sudah menulis kepada Heraklius, kepada Kisra, kepada
raja-raja dan pemimpin-pemimpin
yang lain, yang sekaligus mengajak mereka. Tidak heran jika umat Islam kemudian mengikuti jejaknya,
dan berbicara mengenai agama mereka
di mana pun mereka berada, dan kepada setiap orang yang berhubungan dengan mereka. Itu hal yang
wajar sekali waktu itu.
Tokoh-tokoh
revolusi Prancis berbicara tentang itu dan menyiarkannya ke mana pun mereka
pergi di muka bumi ini. Mereka berbicara tentang penindasan dan kezaliman
Prancis sebelum revolusi, serta kekuasaan,
kehormatan dan kedudukan yang diperoleh Prancis sesudah itu,
karena prinsip-prinsip ideologinya yang luhur. Demikian juga di Rusia,
yang masih terus mereka lakukan. Jadi tidak heran j ika kaum Muslimin
berbicara tentang agama mereka, dengan menyebutkan keadaan
yang begitu buruk sebelumnya dan berjayanya kedudukan mereka
sesudah itu. Yang mengherankan justru kalau mereka tidak melakukannya! Bagaimana orang beriman akan tidak
mengajak orang pada yang diimaninya kalau ia yakin bahwa itu benar, dan yakin
pula bahwa orang yang mendiamkan
kebenaran adalah setan bisu! Bagaimana seorang mukmin yang melihat dasar-dasar
kebahagiaan umat manusia dalam prinsip-prinsip yang dianutnya itu tidak
mengajak orang lain untuk itu, kalau memang
sudah itu yang menjadi keimanannya. Kalau mereka juga yakin dengan prinsip-prinsip
tersebut tugasnya terhadap mereka sudah dij alankannya, dan itulah yang
menjadi dasar persaudaraan yang sebenarnya
antara dia dengan mereka, dan dasar kebebasan, kebahagiaan dan keislaman
mereka.
Tentaog
pendapat yang mengatakan bahwa penujuman itu lebih menyerupai dongeng, rasanya tidak perlu saya ikut
berbicara lebih dalam, karena saya
tidak mengerti soal nujum, juga saya tidak tahu sampai sejauh mana ilmu itu dapat mengantarkan
kita kepada seluk beluk bumi tempat
kita hidup ini, dan peristiwa-peristiwa apa yang terjadi di sana. Tetapi
masih banyak orang yang mempercayainya dan menganggap bahwa ilmu nujum itu dapat mengantarkan
orang pada hal-hal yang gaib.
Bagaimanapun juga, yang sudah pasti orang-orang Persia masa itu merupakan
orang yang paling banyak mempercayai perbintangan dan menjadikannya pegangan dalam
kehidupan, dari kaum terpandangnya
sampai orang-orang awam. Mereka tidak menganggap ilmu itu cerita takhayul. Dalam menentukan pasti
tidaknya peristiwaperistiwa itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi
seorang sejarawan, bahwa yang akan
dijadikan ukurannya bukanlah sampai berapa jauh hal-hal dan segala pendapat itu sesuai atau tidak
dengan penilaiannya secara pribadi, tetapi yang menjadi ukuran dalam
menentukan keabsahannya adalah kepercayaan dan pandangan masyarakat pada waktu
peristiwa-peristiwa itu terjadi. Bahwa
orang-orang Persia pada zaman itu mempraktekkan ilmu nujum, besar sekali
dugaan bahwa para komandan pasukannya juga
sangat besar perhatiannya pada masalah itu. Menurut sumber yang sudah umum diketahui, bahwa
Rustum sendiri seorang ahli ilmu
nujum, dan bahwa dengan itu ia sudah melihat apa yang akan terjadi
terhadap Persia. Ambisi dan kesombongannya itulah yang
membuatnya menentang apa yang dilihatnya itu, dan dalam mengurus
negeri ia bersekutu dengan Boran. Kepergiannya memimpin pasukan
untuk menghadapi Sa'd bin Abi Waqqas dan pasukan Muslimin
adalah atas perintah Yazdigird.
Perjalanan Rustum ke Kadisiah
Sementara
Rustum berangkat memimpin 120.000 anggota pasukan Persia,
Sa'd juga sedang mengerahkan pasukannya ke Najaf, Firad dan kampung-kampung para kabilah yang tersebar di
Sawad; dan menggiring binatang,
ternak, hasil bumi dan berbagai macam makanan untuk
pasukannya.
Rustum
sudah sampai di Hirah, yang ketika itu sudah mengadakan perjanjian damai dengan
pasukan Muslimin. Ia memanggil pemukapemuka
kota itu dan menyalahkan perbuatan mereka. Mereka diancam dan hampir saja menjadi sasaran pembalasan
dendamnya. Salah seorang pemuka
mereka yang lebih bijak berkata kepadanya: Kalian jangan mengambil
keputusan untuk tidak membantu kami, dan menyalahkan kami karena kami tidak membela diri. Rustum
sudah melewati Hirah menuju Najaf, dan Jalinus ke Sailahin. Ketika di
Najaf itulah ia mengetahui bahwa pasukan
berkuda Muslimin menyerang kawasan Furat dan Tigris. Maka ia pun mengirimkan angkatan
bersenjatanya untuk memerangi
mereka. Pihak penyerang pun sudah pula mengetahui berita tentang angkatan
bersenjata ini. Amr bin Ma'di Karib menarik mundur pasukannya, kecuali Tulaihah bin Khuwailid
al-Asadi, ia tidak mau kembali bersama mereka. Ketika melihat penolakan itu
salah seorang anggota pasukannya
berkata: "Dalam dirimu sendiri sudah ada pengkhianatan. Sesudah Ukkasyah
bin Mihsan terbunuh Anda tak akan berhasil." Ia mengacu pada anak buah Tulaihah
ketika orang ini dulu mendakwakan dirinya
nabi dan memerangi Khalid bin Walid dalam Perang Buzakhah.[5] Sungguhpun begitu Tulaihah tetap bersikeras menolak
mundur. Ia meneruskan perjuangannya sampai masuk ke dalam markas Rustum dengan
sembunyi-sembunyi dan membunuh dua orang anggota pasukan berkudanya dan membawa kedua kuda
orang-orang itu. Sesudah itu ia
pergi memacu kudanya. Sekelompok perwira anak1 buah Rustum mengejarnya. Ketika sudah mendekati
markasnya ia dapat membunuh dua orang
di antara mereka dan yang seorang lagi ditawan. Sampai di situ mereka
yang mengejarnya kembali. Dengan membawa tawanannya
itu ia masuk menemui Sa'd. Ketika oleh Sa'd ditanya mengenai
perbuatan Tulaihah ia berkata: "Saya sudah terjun ke dalam peperangan sejak saya
masih anak-anak. Saya sudah mendengar cerita tentang para pahlawan, tetapi saya belum
mendengar yang seperti ini: orang ini
menempuh perjalanan sejauh dua farsakh1 ke sebuah markas yang dihuni
oleh 70.000 anggota pasukan. Dia tidak mau keluar sebelum merampas
beberapa kuda tentara dan memorakporandakan tendatenda besar. Setelah kami berhasil menyusulnya,
orang pertama yang sama dengan seribu kesatria, dibunuhnya; kemudian orang yang
kedua, sama dengan yang pertama. Setelah itu saya menyusulnya dan saya
menunjuk pengganti saya untuk mengimbangi saya. Saya yang akan menuntut balas atas kematian dua orang itu. Saya
sudah melihat maut tetapi sekarang saya menjadi
tawanan."
Ramalan nujum menurut Rustum
Rustum
meneruskan perjalanannya hingga sampai ke Kadisiah sesudah menghabiskan waktu
empat bulan sejak ia meninggalkan Mada'in
untuk berperang menghadapi musuh. Tetapi dengan perlahan-lahan
dan berlambat-lambat demikian, menurut perkiraannya, pihak
Arab akan menjadi lemah kalau mereka tidak mendapat bahan makanan
yang cukup, atau mereka akan menjadi bosan sendiri tinggal terlalu
lama, dan akan kembali pulang. Juga berlambat-lambat begitu untuk menghindari
pertemuannya dengan Sa'd, mengingat ramalan buruk
yang sudah diisyaratkan oleh pernujuman mengenai nasib Persia.
Seperti yang sudah kita lihat, dia lebih suka tinggal di Mada'in dan
akan mengadakan mobilisasi untuk memerangi pihak Arab, pasukan
demi pasukan, sampai barisan mereka berantakan dan semangat
mereka menjadi surut. Tetapi Yazdigird menolak pendapatnya itu
dan memerintahkannya ia sendiri yang harus berangkat. Itulah sebabnya ia
berlambat-lambat sampai memakan waktu empat bulan dalam
perjalanan yang sebenarnya dapat ditempuh dalam beberapa hari
saja.
Rustum
sudah sampai di Kadisiah dengan pasukannya yang terdiri dari 120.000 orang,
didahului oleh 33.000 gajah, di antaranya gajah putih
milik Shapur. Gajah-gajah yang lain sudah jinak dan mengikutinya.
Tetapi dia masih berharap — dengan kekuatannya yang begitu besar
— sekiranya pasukan Arab itu mau pergi meninggalkan negerinya tanpa
pertempuran, sebab dia tahu bahwa kalau dia kalah mereka akan menduduki Mada'in dan seluruh Persia. Dia seorang
kesatria yang dielu-elukan orang di mana-mana, seorang panglima perang,
pahlawan yang sangat besar kemampuannya, yang di seluruh Persia tak seorang
pahlawan pun yang seperti dia. Tetapi dari
tanda-tanda penujuman itu dia sudah berprasangka buruk. Ditambah
lagi dalam tidurnya ia dikerumuni oleh
mimpi-mimpi yang disertai isyarat perbintangan untuk lebih memperkuat
kepercayaannya. Di samping itu, pasukan Arab yang sudah memperlihatkan keberaniannya, tak dapat
dibendung oleh pasukan dan perlengkapan Persia yang jumlahnya begitu besar, tak
dapat dibendung oleh pasukan-pasukan gajah dalam peperangan yang
bertubitubi sejak Musanna mulai menyerang Delta sampai ia mencapai kemenangan besar terhadap Persia di Buwaib. Dalam
semua pertempuran itu, baik jumlah
orang ataupun perlengkapan pasukan Arab jauh di bawah Persia. Namun begitu, mereka lebih unggul
dan dapat menundukkan lawan. Sesudah kemenangan itu mereka berhasil
mengangkut rampasan perang yang bukan main besarnya. Rupanya sudah menjadi suratan takdir mereka akan mendapat kemenangan.
Buat Rustum sudah merupakan
kemenangan kalau ia dapat memukul mundur mereka sampai ke Semenanjung
tanpa bertempur dengan Asadi (Tulaihah bin Khuwailid) di negerinya dan di
kerajaannya.
Rustum
sudah mengatur barisan pasukannya berhadap-hadapan dengan
pasukan Muslimin dengan menempatkan pasukan gajah di depan.
Dengan begitu, dengan memamerkan kekuatan itu sudah akan menimbulkan rasa takut.
Ia mengutus orang kepada Sa'd agar mengirim seorang pemikir dari Muslimin untuk menjelaskan
kepadanya apa maksud kedatangan
mereka. Yang diseberangkan kepadanya Mugirah bin Syu'bah yang kemudian
diterima dan didudukkan di atas peterana. Syu'bah berbicara kepadanya tentang Rasulullah
serta risalah yang dibawanya, seperti yang pernah disampaikan sahabat-sahabatnya
kepada Yazdigird di Mada'in sebelumnya. Selanjutnya ia berkata:
"Anakanak kami sudah merasakan makanan
negeri kalian, dan kata mereka sudah
tak sabar lagi." Pembicaraan itu berakhir seperti yang juga dikatakan sahabat-sahabatnya dulu: Menerima Islam
atau membayar jizyah. Kalau semua itu ditolak, maka
perang.
Pertempuran Kadisiah, bagaimana mulanya
Mendengar
Mugirah menyebut-nyebut soal jizyah yang harus dibayarkan
Persia kepada Arab, timbul kesombongan teman-temannya. Ada
yang naik pitam di antara mereka. Tetapi Rustum meminta Mugirah menunggu
dulu sambil mempertimbangkan keadaan. Keesokan harinya ia mengirim orang lagi
kepada Sa'd agar mengirimkan delegasi yang akan
membicarakan masalah perdamaian. Utusan Sa'd itu pun berbicara sama seperti yang
dikatakan Mugirah. Rustum menawarkan kepadanya seperti yang ditawarkan Yazdigird
kepada sahabat-sahabatnya, bahwa ia akan
memberikan bahan makanan untuk kesejahteraan orang-orang Arab,
menghormati pemuka-pemuka mereka asal mau pulang ke negeri mereka. Setelah
utusan Muslimin itu menolak kecuali Islam, jizyah atau perang, sekali lagi
Rustum memintanya menunggu dulu. Setelah itu ia mengutus orang lagi dengan permintaan agar
dikirim seorang utusan yang lain lagi. Kaum Muslimin sejak masa Nabi dulu
tak pernah mau menunda-nunda tugas-tugas
delegasi lebih dari tiga hari; sesudah itu damai atau perang. Setelah pihak
Muslimin tetap bertahan dengan pendirian mereka: Islam, jizyah atau perang,
sekarang memang sudah tak ada j alan lain kecuali
perang.
Coba
kita lihat, sampai berapa jauhkah pengaruh ramalan buruk Rustum
dan keprihatinannya itu mengenai kesudahan perang nanti sehingga
ia mau mencari j alan damai berapa pun harga yang harus dibayarnya? Beberapa
sumber ada yang berpendapat demikian, dan beberapa sejarawan menyebutkan bahwa hati Rustum
memang sudah cenderung kepada Islam kalau tidak karena stafnya yang
menolak. Pendapat ini lebih dapat diterima mengingat apa yang akan kita lihat
sebentar lagi mengenai kekuatan dan
keberanian pihak Persia dalam dua
hari pertama Pertempuran Kadisiah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa maksud
Rustum mengulur-ngulur pasukan Muslimin dengan harapan akan terjadi
perselisihan pendapat di kalangan mereka. Kalau mereka berselisih sesudah
melihat kekuatan pasukan Persia yang begitu
besar menuju ke tempat mereka, mereka akan makin lemah, mereka tidak akan mampu melawan panglima yang
terkenal perkasa dan pasukannya itu.
Mana pun dari kedua pendapat itu yang benar, sikap Muslimin tetap tak
berubah, satu sama lain tak berbeda pendapat: Islam, jizyah atau perang. Ketika
itulah Rustum mengirim orang kepada Sa'd
dengan mengatakan: Kalian menyeberang ke tempat kami atau kami yang akan
menyeberang ke tempat kalian. Sa'd tidak akan menyeberangi sungai itu. Contoh
seperti Perang Jembatan masih terbayang dalam pikirannya. Juga ia tidak akan
membiarkan Rustum menyeberang dan menyusun
barisan untuk memeranginya. Oleh karena itu ia tetap tenang di tempatnya dengan posisinya yang
dilindungi sungai di depan‑nya, Parit
Shapur di sebelah kanannya dan sahara yang membentang luas di
belakangnya.
Sa'd
memang tidak akan menyeberangi sungai, dan Rustum pun tidak
akan tetap kaku di tempatnya itu. Wibawa kerajaan sudah centang perenang,
kekuasaannya di Mada'in sudah makin lemah dalam hati penduduk Irak yang terdiri
dari orang-orang Persia dan Arab. Kalau Rustum tak dapat menghajar Kadisiah dengan sekali
pukul, kekuasaan itu akan hancur dan wibawanya akan lenyap. Di samping
itu, pasukan Yazdigird memang sudah
berapi-api ingin menghadapi pasukan Muslimin, ingin menghapus kenistaan
dan kehinaan yang dulu tercoreng di kening
kawan-kawan mereka. Jadi buat Rustum tak ada jalan lain harus
menyeberangi sungai dan menghadapi musuh. Ketika Sa'd menolak menyeberangi Atiq lewat jembatan, ia berkata
kepada mereka: Tak ada kemenangan
yang sudah kami peroleh yang akan kami kembalikan kepada kalian. Rustum menunda dan menunggu sampai
malam gelap. Ia memerintahkan anak buahnya menimbun Sungai Atiq dengan
tanah dan batang-batang kayu dan segala yang ada pada mereka yang tak
diperlukan dalam perang.
Sekarang
pasukan Persia menyeberangi jembatan itu. Kemudian Rustum
menempatkan pasukan gajah di tengah-tengah, di sayap kanan dan
kiri yang membawa peti-peti dan anggota pasukan, sementara pasukannya sendiri di
belakangnya. Untuk dia sendiri dipasang kemah yang dilengkapi dengan peterananya yang mewah dan
bersulam emas. Demikianlah kedua
angkatan bersenjata itu sudah bersiap-siap akan bertempur. Dari detik ke detik kedua pihak saling
menunggu dimulainya perang. Mereka sadar, bahwa mereka sedang menghadapi
suatu pertempuran yang paling dahsyat, yang
akan menentukan, pasukan Persia yang
kalah dan jalan ke Mada'in terbuka bagi pihak Arab, atau pasukan Muslimin yang kalah lalu kembali ke
padang pasir di Semenanjung. Hanya
Allah Yang tahu, masih akan dapatkah mereka kembali ke Irak sekali
lagi?
Menghadapi
pertempuran demikian Yazdigird ingin sekali mengikuti
perkembangannya dari waktu ke waktu, bahkan dari detik ke detik, sehingga seolah ia berada di tempat itu.
Kebalikannya dari Rustum, ia percaya akhirnya akan memenangkan
pertempuran. Bukankah ia masih muda, pemuda
tidak mengenal putus asa, kegagalan dan kekalahan tidak akan pernah dibayangkan! Bukankah Persia
sudah seia sekata dengan dia, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya
terhadap siapa pun yang naik takhta? Sudah dapat dipastikan yang menang adalah
Persia!
Persia
akan pasti menang. Makin kuat keinginannya akan mengikuti jalannya
pertempuran yang akan dimenangkan Persia itu. Oleh karenanya, ia menempatkan orang-orangnya dari Mada'in ke
Kadisiah. Mereka yang terdekat dari medan pertempuran akan menyampaikan
beritaberita itu kepada yang lebih
dekat dan yang ini akan meneruskan kepada yang berikutnya, dan begitu
seterusnya hingga sampai ke Mada'in. Dengan
demikian berita demi berita akan. masuk ke telinganya. Ia percaya sekali, bahwa berita terakhir yang akan
diterimanya adalah tentang kemenangan pasukannya yang
telak.
Penyakit Sa 'd kambuh lagi
Berita
pertama yang kini diterimanya sudah menambah harapannya akan
kesudahan yang selama itu diyakininya. Dalam pertempuran pertama
itu ada berita bahwa penyakit yang sering diderita Sa'd bin Abi Waqqas kini kambuh, sehingga ia tak dapat naik
kuda atau duduk. Ia hanya
tertelungkup dengan dada bertopang ke bantal dan mengawasi pasukannya
dari gedung dengan melemparkan sobekan-sobekan berisi perintah-perintah. Ia
menderita sakit tulang pinggul dan bisul-bisul, sehingga pada saat-saat yang
sangat diperlukan oleh pasukan Muslimin, kesatria pahlawan yang amat piawai ini tak mampu
bergerak dari tempatnya. Harapan
Yazdigird bertambah besar setelah ada berita yang disampaikan kepadanya bahwa beberapa kalangan
Muslimin yang ada kurang puas
terhadap Sa'd dan mereka mengejek karena penyakitnya itu, sehingga ada
yang berkata:
Kita
berperang hingga Allah memberikan pertolongan-Nya Dan
Sa'd menahan diri sampai di pintu Kadisiah, Kami
kembali, dan istri-istri pun banyak yang menjanda Tetapi
istri-istri Sa'd tak ada yang menjadi janda.
Begitu
pun ejekan orang, sampai juga kepada Sa'd dan bahwa sebagian
kalangan terkemukanya mencurigainya dan membuatnya sangat terganggu. Mereka
menuduhnya lemah dan kurang bersemangat. Hal ini sangat menyinggung perasaannya, dia marah dan
berkata kepada mereka yang ada di sekelilingnya: Gotonglah saya dan
perlihatkanlah kepada orang-orang itu.
Mereka yang di sekelilingnya itu mengangkatnya dan pasukannya
menyaksikan sendiri penyakit yang dideritanya. Mereka pun dapat mengerti. Tetapi buat Sa'd itu
tidak cukup; dia mengecam mereka
yang banyak mengganggunya itu dengan berkata kepada mereka: "Sungguh, kalau tidak karena musuh
kita sudah di tengahtengah kita, niscaya kujatuhkan hukuman yang berat
kepada kalian sebagai
pelajaran bagi yang lain. Setiap ada orang sesudah itu akan mengulangi lagi dengan merintangi pasukan
Muslimin dari musuh dan mengganggu perhatian mereka padahal musuh sudah
di depan mereka, hukurnan itu kujadikan suatu ketentuan bagi mereka yang
kemudian!"
la
memerintahkan anak buahnya, di antaranya Abu Mihjan asSaqafi,
untuk mengurung dan mengikat mereka di dalam gedung. Menghadapi sikap tegas serupa itu mereka tidak
saja menerima alasan Sa'd, bahkan mereka mengumumkan kesetiaan dan kepatuhan
mereka. Jarir bin Abdullah al-Bajili pernah mengucapkan kata-kata, di
antaranya: "Saya sudah menyatakan
ikrar setia kepada Rasulullah, bahwa saya akan patuh dan taat kepada
siapa saja yang memegang pimpinan, sekalipun ia seorang budak Abisinia (budak kulit
hitam)." Semangat ini yang kemudian
kembali menyala dalam jiwa pasukan Muslimin. Dengan demikian bibit-bibit
fitnah itu menjadi reda dan dapat diredam.
Ketika
itulah Sa'd menulis kepada komandan-komandan pasukan: "Saya
mengangkat Khalid bin.Urfatah menggantikan saya memimpin kalian. Kalau tidak
karena penyakitku ini kambuh, sayalah yang akan memegang pimpinan. Saya sekarang tertelungkup
tetapi hati saya bersama kalian. Ikutilah perintahnya dan patuhilah dia.
Segala yang diperintahkannya itu atas
perintah saya." Surat itu dibacakan kepada semua pasukan dan mereka pun sepakat
menerima alasan Sa'd dan dengan senang hati mereka menyetujui segala
tindakannya.
Dalam
keadaan masih serupa itu Sa'd berpidato kepada pasukan berikutnya. Sesudah mengucapkan syukur dan
puji-pujian kepada Allah ia berkata: "Hanyalah Allah yang Hak, tiada bersekutu
dalam kerajaan, dan tak ada yang bertentangan dalam wahyu-Nya. Allah
'azza wa jalla berfiman:
"Dan
se‑belumnya
sudah Kami tulis dalam Zabur — sesudah pesan (yang diberikan
kepada Musa) — "Bahwa bumi akan diwarisi oleh hambahamba-Ku yang saleh." (Qur'an,
21: 105).
Ini
adalah warisanmu dan inilah yang dijanjikan Allah. la telah mengizinkan ini bagi
kalian sejak tiga
tahun lalu. Kalian dapat makan dari sana. Membunuh, memungut dan menawan mereka
sampai hari ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang
pernah mengalami perang di antara kamu. Rombongan itu sudah mendatangi kalian,
sementara kalian adalah pemuka-pemuka Arab dan orang-orang pilihan setiap kabilah. Mereka yang
kamu tinggalkan akan membanggakan kalian. Kalau kalian menjauhi dan
mengharapkan hidup akhirat, Allah akan memberikan kepada kalian dunia dan
akhirat. la tidak
akan memberikannya kepada siapa pun sampai tiba waktunya. Tetapi
kalau kalian gagal, kalau kalian lemah kalian akan kehilangan kekuatan dan hari
akhirat kalian akan sia-sia."
Asim
bin Amr melihat Sa'd sedang menahan sakitnya. Makin terharu
ia mendengar kata-katanya itu, lalu katanya kepada mereka: "Penduduk negeri ini oleh Allah sudah dihalalkan
bagi kalian. Dan selama tiga tahun
ini kita mendapat pukulan dari mereka sedang mereka tidak mendapat apa-apa dari
kita. Kita lebih unggul dan Allah bersama kita. Kalau kita sabar dan
tabah dan kita dapat membuktikan pukulan dan tikaman yang tepat, maka segala
harta mereka, perempuan, anak-anak dan
negeri mereka buat kalian. Tetapi kalau kita lemah dan gagal — dan semoga
Allah melindungi dan menjaga kita — tak ada lagi dari kalian ini yang masih akan tersisa karena
dikhawatirkan akan berbalik menjadi kehancuran. Berhati-hatilah! Demi
Allah! Ingatlah masamasa lalu dan apa yang
sudah dikaruniakan Allah kepada kita. Tidakkah kalian lihat bahwa bumi
di belakang kalian adalah padang gersang, kering, tak ada sedikit pun tempat berteduh atau
tempat berlindung untuk mempertahankan diri! Arahkanlah tujuan kalian ke
akhirat!"
Sa'd
kemudian memanggil orang-orang yang pendapatnya paling dapat
diterima, berani dan terpandang. Di antara mereka sebagai pemikir
yang bijak adalah Mugirah bin Syu'bah dan Asim bin Amr; yang dikenal pemberani Tulaihah bin Khuwailid dan Amr
bin Ma'di Karib, dan dari kalangan
penyair terdapat Syammakh, al-Hutai'ah dan Abadah bin at-Tabib dan
beberapa lagi dari kelompok-kelompok lain. Ia berkata kepada mereka: "Berangkatlah kalian dan
sampaikanlah kepada mereka apa yang
menjadi kewajiban kalian dan kewajiban mereka di pusatpusat kekuatan itu. Di
kalangan orang Arab kalian mempunyai kedudukan yang seperti keadaan kalian
sekarang ini; ada yang penyair, orator, pemikir dan prajurit yang berani. Kalian
adalah pemimpinpemimpin mereka. Berangkatlah kalian kepada mereka, ingatkanlah
mereka dan berilah mereka semangat dalam
berperang."
Mereka
semua berangkat, ada yang mengucapkan pidato, ada yang membacakan
syair dan menjanjikan kemenangan dengan kata-kata yang dapat
menggetarkan hati dan perasaan. Huzail al-Asadi berkata kepada kelompoknya:
"Saudara-saudara Ma'add!1 Jadikan benteng-benteng kalian
sebagai pedang! Jadilah kalian di situ sebagai singa di hutan, seperti
harimau yang segera berubah muka, siap menerkam! Percayalah kepada
Allah dan pejamkan mata kalian! Kalau pedang sudah tak berdaya,
gunakanlah batu karena batu dapat menggantikan apa yar.g tak ada
dalam besi!" Dan Asim bin Amr berkata: "Saudara-saudara dari kalangan
Arab, kalian adalah pemuka-pemuka Arab. Kalian sudah bertahan terhadap
pemuka-pemuka Persia. Tetapi yang kalian pertaruhkan adalah surga sedang mereka mempertaruhkan dunia.
Sekali-kali tidak mungkin mereka lebih pasrah dengan dunia mereka itu
daripada kalian dengan akhiratmu. Janganlah
membicarakan sesuatu hari ini yang di kemudian hari akan membawa aib bagi
orang Arab."
Mereka
masing-masing lalu berbicara di sekitar soal ini. Setiap pemuka berpidato kepada jemaahnya, dan saling
memberikan semangat agar penuh disiplin, patuh dan tabah, saling memegang
janji dan saling mengikat diri untuk menang atau mati.
Kedua angkatan bersenjata berhadap-hadapan
Rustum
sudah melihat persiapan pasukan Muslimin. Semangat cinta
tanah airnya segera timbul. Lupa ia pada ramalan buruknya, sudah tak
ingat lagi pada ramalan-ramalan penujumannya. Persia telah mengembalikan
prajurit teladan itu yang dikenalnya sebagai pahlawannya yang terbesar. Oleh karena itu, tak lama
lagi, ketika pasukannya menyeberang sungai, mereka sudah dibariskan dalam
keadaan siap berperang. Dia sendiri sudah mengenakan baju besi dan topi baja dan
sudah siap pula dengan senjatanya. Pelana kudanya yang sudah dipasangkan, dan
ketika menaikinya ia berkata: Suatu pukulan yang menentukan akan kita mulai besok. Kemudian ia
memerintahkan kepada orang yang
dapat mengobarkan semangat perang kepada pasukannya, membela tanah air dan mengusir orang-orang Arab
yang kasar tak beradab itu, yang telah menaklukkan beberapa generasi untuk
mengekang leher Persia. Sekarang
mereka tiba-tiba bermimpi mau memerangi dan mengalahkan Persia. Aib yang bagaimana lagi
yang lebih besar dari ini yang harus kita tolak!
Dengan
demikian kedua angkatan bersenjata itu kini sudah saling berhadapan, hanya
tinggal menunggu perintah gempur. Semangat kedua pihak sudah begitu berkobar. Yang terdengar oleh
pasukan Muslimin hanya tentang surga yang kekal di samping kenikmatan
dunia, dan oleh pasukan Persia yang terdengar hanya tentang tanah air, tentang
kerajaan dan Kisra serta keagungannya.
Dalam
pada itu Sa'd bin Abi Waqqas sudah berpesan kepada pasukannya: Kalau kamu sudah
mendengar suara takbir, maka ikatlah tali
alas kakimu; jika terdengar takbir kedua, bersiaplah dan jika terdengar
takbir ketiga, segera mulailah serangan ke sasaran. Ia memerintahkan kepada orang yang akan membacakan
ayat-ayat perjuangan agar dibacakan pada setiap satuan pasukan berkuda.
Perasaan mereka sekarang berubah menjadi
gembira, mereka lebih yakin apa yang sedang mereka hadapi. Setelah
pembacaan ayat-ayat itu selesai Sa'd bertakbir dan yang lain juga ikut bertakbir.
Kemudian pada takbir kedua mereka
bersiap-siap dan pada takbir ketiga mereka yang berpengalaman dalam perang mulai menyerbu dan tampil
bertanding dengan pasukan Persia.
Pasukan Persia juga maju menyerbu dengan semangat yang sama menyambut seruan
pihak yang mengajak bertarung. Ketika itu Galib bin Abdullah al-Asadi di
barisan depan orang yang sudah siap bertarung. Ia tampil sambil membaca syair
yang intinya berisi kebanggaan dirinya sebagai
pahlawan...
Dalam
pada itu Ormizd, salah seorang raja dengan memakai mahkota, datang
menghampirinya. Oleh Galib ia berhasil ditawan dan dibawanya kepada Sa'd,
kemudian dia sendiri kembali meneruskan pengejaran.
Sekarang
Asim bin Amr yang tampil membaca puisi yang juga berisikan
kepahlawanan yang tak kenal takut dan arti harga diri...
Sementara
ia sedang membaca syairnya ketika itu juga ia mengejar seorang Persia yang ntelarikan diri. Tetapi ia
menemukan seorang Persia lain
membawa seekor bagal. Ia juga lari, tetapi Asim berhasil menggiring bagal berikut muatannya. Ternyata orang
itu tukang roti raja, dan muatannya
berupa makanan untuk Rustum. Setelah dilihat oleh Sa'd, makanan itu dibagikan kepada pasukannya
untuk dimakan.
Sa'd
bertakbir yang k£empat kalinya. Sekarang kedua angkatan bersenjata itu
berhadapan muka. Pahlawan-pahlawan dari pasukan Muslimin itu benar-benar berjuang mati-matian. Hal
yang tak ada taranya yang pernah dilihat Sa'd. Pasukan Muslimin
memperkirakan apa yang menjadi sasaran
Persia dengan jumlah dan perlengkapan serupa itu. Sejak itu mereka tidak
lagi menanam rasa kasihan dalam hati. Amr bin Ma'di Karib sedang mengerahkan
pasukannya dalam dua barisan ketika tiba-tiba tampil seorang orang Persia melepaskan
anak panahnya tetapi tak ada yang
mengena. Sekali lagi ia melepaskan anak panahnya dan sekali ini mengenai
baju besi Amr. Ia menoleh kepada orang itu, diserangnya ia dan dipatahkannya
tengkuknya, setelah itu diletakkannya mata
pedangnya di leher orang itu dan disembelih. Sambil melemparkannya ia
berkata: Memang begini yang harus dilakukan terhadap mereka.
Kemudian ikat pinggang dan pakaian sutera prajurit Persia yang
terbunuh itu diambilnya.
Melihat
Banu Bajilah yang dipimpin oleh Jarir bin Abdullah sedang berlaga
dan menyerang kian ke mari, sepasukan Persia melepaskan tiga belas
ekor dari pasukan gajahnya untuk menyerang mereka. Kuda mereka
berlarian tunggang langgang dan tinggal orang-orangnya yang hampir binasa diterjang gajah. Melihat apa yang
dialami Banu Bajilah itu Sa'd segera memanggil Banu Asad untuk melindungi
mereka. Yang maju ketika itu Tulaihah bin Khuwailid dan sekelompok jemaah dari
kabilahnya, masing-masing dalam satuan
pasukan berkuda, dan Tulaihah berteriak kepada mereka: "Hai kabilahku! Kalau
Sa'd tahu ada yang lain lebih layak
daripada kalian untuk menolong mereka ia akan meminta pertolongan mereka. Mulailah menyerang
mereka, majulah, hadapilah mereka seperti singa yang geram. Kalian diberi
nama Asad1 supaya kalian
bertindak seperti singa. Perkuatlah barisanmu dan jangan menentang!
Seranglah dan j angan mundur! Seranglah sekuat tenaga, dengan nama Allah!"
Mereka pun terus maju menyerang dengan sekuat tenaga, sambil terus menikam
hingga dapat mencegah serangan gajahgajah
itu. Tetapi gajah-gajah itu datang lagi dan menyerang mereka. Ketika itu Sa'd memanggil Asim bin Amr. "Kalian
Banu Tamim," kata Sa'd, "bukankah kalian ahli dalam soal unta dan kuda?
Apa kiat kalian dalam menghadapi gajah?" Ya,
memang, jawab mereka. Asim memanggil pasukan pemanah untuk melindungi, mereka
dengan panah dari kawanan gajah, dan
membelakangi gajah-gajah itu kemudian memotong tali-tali pelananya. Ia
bergerak terus melindungi mereka sementara serangan kawanan gajah kepada Banu Asad terus
gencar. Anak buah Asim memperlakukan gajah-gajah itu seperti yang
diperintahkan. Mereka membelakanginya dan
menghujaninya dengan anak panah. Gajah-gajah itu melengking tinggi dan
terhempas ke tanah bersama pengemudipengemudinya, tewas. Kedua kabilah Asad dan
Bajilah kini merasa lega, setelah dari Asad saja terbunuh lebih dari lima
ratus orang.
Sa'd
masih tertelungkup dengan penyakitnya itu di Qudais sambil terus
mengikuti pertempuran yang berkecamuk begitu sengit. Kadang ia kagum melihat pahlawan-pahlawan itu, kadang cemas
juga melihat bencana yang menimpa
pasukan Bajilah dan Asad akibat serangan pasukan gajah. Pedih sekali
hatinya ia tidak ikut terjun dalam pertempuran sengit serupa itu, seperti yang
sering dialaminya sebelumnya. Saat itu Salma
binti Hafs—janda Musanna bin Harisah yang kemudian kawin dengan Sa'd —
berada di sebelahnya, melihat apa yang dilihatnya. Teringat ia segala pertempuran dalam
perang besar seperti yang dulu pernah dialami suaminya
almarhum.
Setelah
dilihatnya pihak Persia makin gencar menyerang dan membunuhi kelompok Asad, ia berteriak: "Oh
Musanna! Musanna tak ada dalam
pasukan berkuda sekarang!" Dia berkata begitu di depan seorang laki-laki
yang sudah merasa kesal atas apa yang dialami rekanrekannya dan yang dialaminya
sendiri. Kata-kata istrinya telah menggugah Sa'd. Sambil memukul mukanya sendiri ia
berkata: "Musanna tak dapat dibandingkan dengan satuan pasukan yang
sekarang sedang didera pertempuran semacam
ini!" yakni Banu Asad dan Asim. Tamparan itu tidak membuat perempuan
Badui yang angkuh itu mau menundukkan kepala, malah ia menatap Sa'd seraya
berkata: "Cemburu dan pengecut!" Sa'd
merasa malu dengan kata-katanya itu. Mukanya basah olelrkeringat.
"Sekarang tidak perlu orang memaafkan saya kalau Anda sendiri tidak memaafkan
sementara Anda lihat keadaan saya ini," kata
Sa'd. Orang sudah tahu apa yang terjadi antara Sa'd dengan Salma itu. Mereka
kagum sekali kepada perempuan Badui yang sangat berani itu. Setiap penyair merasa bangga melihat
sikapnya, sekalipun mereka tahu benar bahwa Sa'd bukan pengecut dan tidak
tercela.
Pertempuran Armas dan serangan pasukan gajah
Kendati
segala apa yang dilakukan pasukan Muslimin begitu cemerlang
serta perjuangannya yang sudah mati-matian, namun Sa'd merasa
sangat prihatin melihat jalannya pertempuran dengan cara pasukan
Persia yang begitu keras serta besarnya jumlah pasukan dan cara-cara
menggunakan pasukan gajah itu. Waktu siang hari sudah habis
dan matahari pun sudah terbenam, tetapi pertempuran tetap berkobar
sengit sekali. Sesudah malam mulai sunyi, kedua angkatan bersenjata
itu kembali ke posisinya masing-masing, satu sama lain membuat perhitungan untuk
hari esok. Lebih-lebih pasukan Muslimin, setelah malapetaka menimpa mereka hari
pertama itu.
Mengenai
Pertempuran Kadisiah hari pertama ini oleh para sejarawan
diberi nama "Armas", tanpa ada yang menjelaskan mengapa diberi nama demikian. Kalangan orientalis menduga Armas
adalah nama tern-pat terjadinya pertempuran itu. Rasanya tak ada alasan
yang dapat mendukung pendapat ini, karena Pertempuran Kadisiah itu terjadi
selama tiga
hari satu malam di satu tempat, dan untuk setiap harinya diberi nama
yang membedakannya.
Pada
petang hari terjadinya pertempuran Armas kedua angkatan bersenjata itu kembali ke posisinya masing-masing.
Begitu pagi keesokan harinya
terbit, pasukan Muslimin dan pasukan Persia sudah sama-sama sibuk menguburkan mayat dan mengangkut
mereka yang luka-luka. Pasukan Muslimin menguburkan mayat-mayatnya di
sebuah lembah di dekat Uzaib dan yang luka-luka dipindahkan ke Uzaib untuk
dirawat oleh kaum perempuan. Pihak Persia menguburkan mayat-mayat mereka di bagian belakang dan yang luka-luka
dibawa ke seberang sungai.
Sementara
kedua pihak sibuk dengan urusan itu Qa'qa' bin Amr at-Tamimi
cepat-cepat berangkat dengan seribu anggota pasukannya yang
dilepaskan dari Syam untuk memberikan pertolongan kepada pasukan
Irak sesuai dengan perintah Umar bin Khattab kepada Abu Ubaidah untuk menarik
kembali pasukan Irak itu sesudah Allah memberikan kemenangan di Damsyik. Sesudah Damsyik
dibebaskan dan pasukan Muslimin
mendapat kemenangan di Fihl, Hasyim bin Utbah berangkat dengan enam ribu anggota tentaranya
sebagai bala bantuan kepada Sa'd bin
Abi Waqqas, sedang Qa'qa' bin Amr di barisan depan cepat-cepat lebih dulu agar dapat menyusul Sa'd
sebelum terlambat. Qa'qa' inilah pahlawan yang menonjol yang oleh Abu
Bakr dulu diperbantukan kepada Khalid bin
Walid dalam perjalanan petang hari ke Irak. Ketika ada orang yang
mengatakan: Memakai orang yang pasukannya tak mampu menangkap satu orang pun,
Abu Bakr menjawab: Selama masih ada orang semacam dia pasukannya tak akan dapat
dikalahkan. Abu Bakr benar. Qa'qa'
berangkat bersama Khalid dalam menyerang Irak yang di mata Khalid kedudukannya
sama seperti Musanna bin Harisah,
bahkan lebih dekat di hatinya dan lebih mendapat tempat. Itu sebabnya ia
ditempatkan di Hirah menggantikannya ketika
ia bertolak ke Dumat al-Jandal sebagai bala bantuan untuk Iyad bin Ganm.
Kemudian ketika bertolak dari Irak ke Syam, di antara pasukannya itu dia yang dipilihnya. Dalam
keadaannya itu memang tidak heran dialah yang paling berani menghadapi Persia di
Irak dan yang paling mengetahui liku-liku perang mereka. Di samping itu
tidak heran pula jika Hasyim bin Utbah yang didahulukan dan mempercepat pemberian pertolongan kepada Sa'd dan pasukan
Muslimin. Dalam suatu pasukan yang di
dalamnya ada orang seperti Qa'qa' tak akan dapat
dikalahkan.
Pada
waktu subuh keesokan harinya setelah peristiwa Armas itu Qa'qa'
sudah berada di dekat Kadisiah. Untuk menunjang keteguhan hati
para prajuritnya dalam pertempuran yang sangat menentukan itu" ia membagi
keseribu anggota pasukannya ke dalam sepuluh kelompok, dengan
pesan supaya satu kelompok boleh mulai bergerak setelah kelompok yang sebelumnya masih dalam pandangan
mata. Kemudian dia sendiri bergerak memimpin kelompok pertama. Ia sampai
ke tempat Sa'd dan pasukannya di Kadisiah sebelum pertempuran dimulai lagi. Ia
memberi salam dan memberitahukan tentang
kedatangan pasukannya. Setelah itu ia maju ke depan barisan dan mulai
mengatur pertempuran setelah ia berkata kepada anak buahnya: Lakukanlah seperti
yang akan kulakukan. Sesudah kedua barisan
angkatan bersenjata itu berhadaphadapan, ia berkata: Siapa yang akan bertarung!
Ketika itu Pengawal Istana maju
memperkenalkan diri: Saya Bahman Jadhuweh! Saat itu Qa'qa' berteriak:
Pembalasan atas Abu Ubaid, Salit dan rekan-rekannya dalam Pertempuran Jembatan. Perang mulut antara
kedua orang itu tidak lama, Qa'qa'
segera menyerbu Bahman dan Pengawal Istana itu pun tersungkur
mati.
Orang
menyaksikan segala yang telah dilakukannya itu. Juga pasukan
yang datang berturut-turut dari Syam melihatnya. Mereka merasa
mendapat tenaga baru, dan bencana yang menimpa mereka kemarin
seolah tak pernah terjadi. Mereka merasa lebih bersemangat setelah sekali ini tidak lagi melihat pasukan
gajah. Peti-peti yang diangkut kemarin itu sudah hancur dan pasukan
Persia sedang sibuk memperbaikinya. Tetapi
sebelum pekerjaan itu dapat diselesaikan mereka sudah terlibat lagi dalam pertempuran
sengit. Ketika itu setiap melihat
satu regu dari pasukannya Qa'qa' bertakbir yang disambut pula oleh anggota-anggota pasukannya dengan takbir
pula. Dengan demikian semangat
mereka makin tinggi. dan sebaliknya pada pasukan Persia timbul rasa gamang,
bahwa bala bantuan itu datang tak putus-putusnya dan tak akan mungkin
rasanya pasukan Rustum akan mampu menghadapinya. Bagaimana akan mampu, mereka melihat
Qa'qa' sendiri saja sudah dapat menjatuhkan siapa yang dihadapinya.
Bahman si Pengawal Istana sudah dibuatnya
terkapar! Dua orang pahlawan kawakan Persia berpengalaman lainnya akan mengadakan
pembalasan atas kedua rekannya itu.
Mereka bertarung melawan Qa'qa' yang ketika itu ditemani oleh Haris bin
Zubyan bin al-Haris. Seperti nasib Bahman, kedua pahlawan kawakan Persia itu pun tewas dalam
duel itu. Kemudian Qa'qa' memanggil-manggil pasukannya: Hai kaum
Muslimin, teruskan dengan
pedang kalian! Mereka akan dapat dihabiskan hanya dengan itu!
Mereka bersama menghunus pedang, menyerbu dan menghujani pasukan
Persia dengan pukulan hingga sore.
Dalam
pada itu Mihjan as-Saqafi oleh Sa'd bin Abi Waqqas sudah dipenjarakan
dan diikat, seperti sudah disebutkan di atas. Abu Mihjan ini
termasuk kesatria Arab yang sudah mereka buktikan. Sesudah pertempuran makin
menjadi-jadi dan takbir mereka terus-menerus menggema di telinganya, sambil menyeret belenggu
yang mengikatnya itu ia berusaha menghampiri Sa'd untuk meminta maaf dan
minta dilepaskan. Tetapi Sa'd menghardiknya
dan menyuruhnya kembali. Ia pergi
menemui istrinya S alma binti Hafs. Ia meminta agar ikatannya itu dilepaskan dan meminjamkan si Balqa', kuda Sa'd.
Ia bersumpah, kalau Allah menyelamatkannya ia akan kembali dan akan
memasang lagi belenggu itu di kakinya.
Tetapi Salma menjawab: Itu bukan urusan saya! Mihjan kembali dan tampak sedih sekali.
Sambil melompatlompat dengan belenggu di kaki ia membaca syairnya, yang
intinya:
Betapa
sedih hatiku membiarkan kuda dalam kandang Dan
aku dibiarkan terbelenggu begini
Bila
sudah melesat menghadapi musuh
Aku
tak lagi mendengar siapa pun.
Dulu,
aku yang kaya raya, yang banyak saudara Kini
ditinggalkan sebatang kara.
Tetapi,
apa pun akibatnya
Aku
tak akan melanggar janjiku kepada Allah.
Mendengar
pembacaan sajak itu Salma merasa kasihan. Ia berkata: Saya
telah memohon kepada Allah kiranya pilihanku diterima-Nya, maka
kuterima janjimu. Ia pun dilepaskan. Sekarang kuda Balqa' itu dikeluarkan
dari kandang. Ia pergi dengan kuda itu berikut senjatanya. Ia
menyeruak ke tengah-tengah barisan dan sambil bertakbir ia memacu kudanya,
kadang ke sayap kanan, kadangkala ke sayap kiri dengan menggunakan pedang
membabati musuh-musuhnya. Orang tidak tahu, siapa pahlawan ini. Mereka mengira dia anak buah
Hasyim bin Utbah. Sa'd bin Abi Waqqas
yang melihatnya hanya dari gedung berkata: Kalau tidak karena Abu Mihjan
sekarang masih dalam penjara. tentu kukatakan, ini Abu Mihjan, dan itu Balqa'
kudaku.
Setelah
selesai hari itu, ia kembali ke tempatnya semula dan kembali
memasang belenggu di kakinya. Sa'd masih penasaran. Ketika ia turun
dan melihat kudanya basah oleh keringat, hal itu
ditanyakannya.
Salma
menceritakan segala yang sudah terjadi. Sa'd merasa senang sekali
dan Abu Mihjan pun dibebaskan.[6]
Pertempuran
hari itu berlangsung terus sampai malam hari dan pasukan Muslimin melihat ada
peluang akan menang. Sampai berapa jauh
kegembiraan mereka setelah itu kita dapat mengacu pada sumbersumber para sejarawan. Mereka menyebutkan bahwa
Qa'qa' sendiri ketika itu berhasil
membunuh tiga puluh orang. Dengan tak adanya pasukan gajah itu pasukan Muslimin merasa
diringankan, dan makin berani.
Sebaliknya pasukan Persia merasa dirinya bertambah lemah. Para sejarawan
itu menambahkan bahwa sepupu-sepupu Qa'qa' menyelubungi seekor unta dan menutupi mukanya lalu
disodorkan ke depan, yang oleh pasukan Persia dikira gajah. Pengaruhnya
terhadap mereka ketika itu seperti pengaruh pasukan gajah terhadap pasukan
Muslimin di Armas. Melihat itu kuda Persia berlarian. Ketika itulah pasukan Muslimin mendapat kesempatan menghajar
dan membantai anggota-anggota pasukan Persia. Begitu bersemangat sebagian
anggota pasukan itu sampai-sampai ada yang
menerobos masuk ke tengahtengah
barisan lawan dengan tujuan hendak membunuh Rustum. Sesudah ia berada di
dekatnya dan sudah siap menghantamkan pedangnya, dari pihak Persia ada yang
tampil menghadang dan Rustum diselamatkan.
Pertempuran Agwas dan peranan Qa 'qa' dan Abu Mihjan
Sampai
tengah malam pasukan Muslimin masih terus mengadakan tekanan terhadap musuh. Tujuannya hendak
mengusirnya dari tempat itu.
Ada sebagian yang mereka peroleh dan yang terbunuh pun makin banyak. Sebenarnya sudah hampir dapat mereka
kuasai kalau tidak karena jumlah
musuh yang sangat besar dan gigihnya perlawanan. Sesudah tengah malam itu
kedua pihak sudah harus kembali ke markas masing-masing. Mereka akan menyusun dan mengatur
barisan baru untuk kembali lagi bertempur keesokan
harinya.
Kalangan
sejarawan menamakan hari kedua Pertempuran Kadisiah ini
dengan sebutan "Agwas". Kalangan orientalis mengira bahwa pemakaian
nama tersebut karena Qa'qa' di tempat ini menolong[7] pasukan Sa'd
dengan pasukan yang datang dari Syam. Untuk menguatkan penafsiran
ini memang tidak mudah, kecuali kalau kita menemukan penafsiran serupa untuk peristiwa-peristiwa
pertempuran yang lain. Kita sudah melihat bahwa untuk pertempuran di
Armas tidak mungkin digunakan penafsiran seperti ini. Sedang malamnya, seusai
pertempuran antara Armas dengan Agwas para
sejarawan menyebutnya "malam tenang," dan malam sesudah Agwas mereka beri
nama "as-Sawad."
Begitu
gembira pasukan Muslimin dengan peristiwa Agwas itu sehingga sesudah itu mereka dapat bergabung
kepada kabilahnya masingmasing.
Begitu juga Sa'd senang sekali melihat kekuatan pasukan Muslimin sehingga
ketika mau pergi tidur ia berkata kepada beberapa orang di sekitarnya: "Kalau penggabungan mereka
sudah selesai, j angan bangunkan saya. Mereka sudah mampu menghadapi
musuh. Kalau mereka diam dan yang lain tidak
bergabung juga jangan bangunkan saya.
Mereka semua sama. Kalau mereka bergabung bangunkanlah saya, karena
penggabungan mereka itu tidak baik."
Sesudah
merasa puas Sa'd tidur. Tetapi Qa'qa' bin Amr malam itu mengirim rekan-rekannya yang datang bersama dia
dari Syam ke tempat mereka yang lama di Sahara pada pagi hari terjadinya
peristiwa Agwas itu. Ia mengeluarkan
perintah kepada mereka, begitu matahari terbit supaya mereka datang seratus demi
seratus orang seperti yang mereka lakukan kemarin. Kalau Hasyim bin Utbah dapat
menyusul mereka dengan membawa pasukannya bergabung dalam pertempuran,
itulah yang diharapkan. Kalau tidak, perbaruilah harapan mereka dalam bala bantuan, karena harapan akan menambah
keberanian dalam berperang dan mereka yakin akan mendapat
kemenangan.
Pertempuran kembali berkecamuk
Sampai
pagi hari itu kedua angkatan bersenjata itu dalam posisinya masing-masing. Dari kedua pihak yang tewas dan
luka-luka, dua ribu dari pasukan Muslimin dan sepuluh ribu dari pasukan
Persia. Mereka menguburkan jenazah
masing-masing dan membawa yang'luka-luka ke tempat mereka akan dirawat.
Muslimat mengurus dan merawat mereka. Perawat-perawat itu berusaha dengan berbagai cara
untuk menghibur dan meringankan
penderitaan mereka. Muslimat itu juga ikut terlibat dalam pertempuran
sengit. Peranan dan j asa mereka dicatat oleh para penyair dan diabadikan dalam
buku-buku sejarah.
Tatkala
matahari terbit Qa'qa' sudah berdiri di barisan belakang melihat
ke arah sahara. Sesudah pasukan berkuda muncul dan dia bertakbir,
disambut pula dengan takbir. Mereka berkata: Bala bantuan sudah datang. Hasyim
bin Utbah dan pasukannya datang menyusul pasukan Qa'qa'. Sesudah mengetahui apa yang
dilakukan rekan-rekannya itu ia membagi pasukannya ke dalam beberapa
regu dan memerintahkan mereka untuk saling menyusul berturut-turut. Jangan ada
regu yang bergerak sebelum regu yang lain hilang dari pandangan mata. Dia
sendiri berangkat memimpin regu yang pertama bersama Qais bin Hubairah. Bila ia
sampai di Kadisiah pasukan Muslimin sudah berbaris dalam keadaan siap tempur.
Tatkala saling melihat ia bertakbir dan disambut pula dengan takbir. Hasyim menyusup ke
tengah-tengah sampai mencapai sungai
sambil melepaskan panahnya ke arah musuh. Setelah itu ia mundur, kemudian
diulangnya lagi. Tetapi dari pihak lawan tak ada yang berani tampil
menandinginya.
Bala
bantuan yang datang untuk pasukan Muslimin tidak mengendorkan semangat pasukan Persia. Peti-peti yang
dibawa pasukan gajah sudah
diperbaiki dan sejak matahari terbit mereka sudah terlibat pula dalam pertempuran. Mereka yakin pasukan gajah
ini akan menghajar pasukan Muslimin
lebih hebat dari yang terjadi dalam pertempuran Armas. Mereka sudah
berjaga-jaga benar untuk tidak memberi kesempatan kepada pasukan Muslimin
melakukan tindakan seperti ketika mereka
memotongi tali-tali pelana dan menjungkirbalikkan peti-peti yang mereka
bawa serta menikam dan membantai anggota-anggota pasukannya, dengan akibat
gajah-gajah itu berlarian mundur, yang lalu dilindungi dengan mendapat
pengawalan pasukan berkuda. Di hadapan pawang-pawang itu gajah-gajah tersebut
menjadi jinak dan tidak menyerang mereka, tetapi juga tidak menyerafig musuhnya.
Gajah yang hanya sendirian akan lebih buas
daripada dalam lingkungan sesamanya:
mereka
akan lebih jinak. Pasukan berkuda Muslimin telah menyerang pengawal-pengawal pasukan gajah Persia itu.
Sekarang pertempuran terjadi di sekitar hewan-hewan raksasa itu. Mereka
dibiarkan dalam kebingungan, tak
tahu mana yang akan digempur dan mana yang tidak. Oleh karena itu
pertempuran sengit berkecamuk lagi, pasang surut di kedua pihak silih
berganti. Kadang pasukan Muslimin yang maju
dipukul mundur oleh pihak Persia; adakalanya pasukan Persia yang maju dipukul
mundur oleh pihak Muslimin. Pasukan
Persia merasa mendapat kekuatan dengan datangnya pengawalan Yazdigird dari
Mada'in sebagai bala bantuan. Tetapi semua itu tidak mengurangi semangat
pasukan Muslimin dalam perjuangan ini.
Kiat menghadapi gajah
Hanya
saja, tak lama ketika keadaan gajah-gajah itu sudah merasa terbiasa
dengan situasi setempat dan pertempuran di sekitarnya makin memanas mereka
kembali menyerang seperti ketika dalam pertempuran Armas. Sa'd melihat
gajah-gajah itu makin merajalela dan menceraiberaikan regu-regu pasukan
Muslimin. Ketika ia menanyakan titik kelemahan gajah kepada beberapa orang Persia yang
sudah menyerah dalam pertempuran, mereka berkata: Di belalai dan di
matanya. Ia mengirim pesan kepada dua
bersaudara Qa'qa' dan Asim dengan mengatakan: Wakililah saya menghadapi gajah putih
itu. Gajah ini berada di depan
mereka. Kepada Hammal dan Ribbil — keduanya dari Banu Asad — ia berpesan dengan
mengatakan: Wakililah saya menghadapi gajah yang berkudis itu. Gajah ini juga di depan
mereka — dua gajah yang sangat rakus. Gajah-gajah yang lain semua mengikutinya.
Qa'qa' dan Asim berjalan kaki lalu
menancapkan tombaknya di mata gajah putih itu. Binatang itu beranjak
mundur kesakitan sambil menggelenggelengkan kepala dan melemparkan saisnya,
kemudian ia mengayunayunkan belalainya. Ketika itu Qa'qa' menebasnya dengan
pedangnya. Hammal dan Ribbil menyerang gajah
yang berkudis dengan menusuk salah
satu matanya dan menebas belalainya. Kedua gajah itu melengkinglengking. Gajah yang berkudis kembali ke arah
barisan pasukan Persia. Tetapi karena
dihalau ia berbalik lagi menghadapi pasukan Muslimin. Di sini ia ditusuk sehingga sempoyongan kian ke
mari antara kedua barisan
itu,,sambil melengking-lengking seperti suara babi. Sesudah itu ia berjalan cepat-cepat lalu terjun ke dalam
sungai, yang kemudian diikuti semua
gajah yang ada. Penunggang-penunggangnya pun terlempar dari punggung kawanan- hewan itu. Gajah-gajah itu
sudah melewati sungai dan lari ke belakang tanpa menoleh
lagi.
Sekarang
perimbangan pertempuran itu menjadi kacau. Perbandingan
pasukan Persia sudah mulai timpang ketika pasukan gajah menceraiberaikan regu-regu pasukan Muslimin. Setelah
barisan pasukan gajah itu kacau balau, kedua pasukan itu melihatnya dan
berusaha menghalaunya dan menghindari
bahayanya. Sesudah dilihat menyeberangi Sungai Atiq dan lari membelakangi mereka,
semangat pasukan Muslimin terasa makin kuat. Larinya gajah-gajah itu
merupakan tanda kebesaran Allah dalam
memberikan kemenangan melawan musuh. Tetapi pihak Persia masih
membanggakan besarnya jumlah pasukan mereka dan bala bantuan yang dikirimkan Yazdigird kepada mereka.
Mereka kembali menyusun barisan dan
memulai lagi pertempuran dengan semangat yang makin dipacu oleh larinya gajah-gajah itu.
Dengan demikian ter-j adi lagi
bentrokan antara kedua angkatan bersenjata yang sekarang sudah saling
berhadapan itu. Pertempuran ini berlangsung sampai menjelang malam, dengan debu tebal yang sudah
membubung pekat. Baik Sa'd maupun
Rustum sudah sama-sama tidak tahu giliran siapa waktu itu yang menang
atau kalah.
Adakah
kita akan mengira pasukan-pasukan itu akan kembali ke induk
masing-masing seperti yang terjadi kemarin dulu? Ataukah meneruskan pertempuran sampai jauh malam kemudian
baru kembali seperti yang terjadi kemarin? Tidak. Pertempuran itu bahkan
berlangsung terus seolah dalam pikiran kedua
pihak — Persia dan Muslimin — sama-sama tidak akan meletakkan senjata sebelum
salah satunya hancur, dan seolah itu
datang dari pikiran mereka sendiri di luar pendapat Sa'd atau Rustum. Bahkan peristiwa itu
terjadi tanpa setahu kedua penanggung jawab itu. Ya, itulah, karena
takdir juga maka terjadi demikian. Dan jika
Allah sudah menghendaki sesuatu tak akan dapat
ditolak.
Sebenarnya
pertempuran itu sudah mulai reda ketika gelap malam sudah
mulai turun. Sa'd telah memperkirakan bahwa kedua angkatan bersenjata itu sedang mempersiapkan diri untuk
hari yang keempat dengan serangan yang lebih dahsyat dari Armas, Agwas dan Amas.
Tetapi dia khawatir musuh akan
datang dari tempat-tempat penyeberangan sungai yang dangkal di bawah
markasnya. Maka ia mengirim Tulaihah dan
Amr dalam satu regu dengan pesan: "Kalau mereka sudah mendahului kalian
ke sana, turunlah kalian di seberang mereka; kalau ternyata kosong beritahukanlah dan tinggallah di
sana sampai nanti datang
perintahku." Tetapi di tempat penyeberangan itu memang tak ada orang.
Mereka tergoda ingin menyeberangi bagian sungai yang dangkal
itu, dan mendatangi pihak Persia dari belakang. Mereka berselisih
pendapat mengenai caranya. Tulaihah mengambil tempat di belakang markas dan
bertakbir tiga kali. Pihak Persia sudah ketakutan, mereka mengira pasukan Muslimin bermaksud mengecoh
mereka. Pasukan Muslimin juga heran mendengar takbir itu. Mereka mengira
bahwa pasukan Persia sudah menyerang anak buahnya maka ia pun bertakbir meminta pertolongan. Di bawah tempat
penyeberangan itu Amr lalu menyerang sekelompok pasukan Persia. Mereka
yakin sekali pasukan Muslimin telah mengecoh
mereka. Mereka pun segera mengatur barisan dan mulai bergerak. Qa'qa' melihat
apa yang mereka lakukan itu! Ia pun
bergerak ke arah mereka tanpa meminta izin terlebih dulu kepada
Sa'd.
Sa'd
menjenguk dari tempat duduknya di Qudais. Bergeraknya pasukan
Persia itu sudah diperhitungkannya seribu kali. Melihat Qa'qa' juga bergerak ke
arah mereka, dalam hatinya ia berkata: Allahumma ya Allah, ampunilah dia, berikanlah pertolongan
kepadanya. Sudah kuizinkan dia,
kendati ia tidak meminta izin kepadaku! Dan katanya kepada stafnya: Kalau
mereka bertakbir tiga kali, mulailah kalian menyerang. Tetapi tak lama ketika terdengar takbir pertama
ia melihat Banu Asad sudah bergerak,
dan Banu Nakha' menyerang, Bajilah langsung terjun ke dalam kancah yang berbahaya itu dan kabilah
Kindah pun maju. Ia melihat api
peperangan itu kini berkobar di sekitar Qa'qa'. Ia memohonkan
pengampunan Allah untuk mereka semua dan berdoakan kemenangan bagi mereka. Kemudian berkumandang
takbir yang kedua dan ketiga. Setelah pasukan datang susul-menyusul,
mereka menyambut pasukan Persia dengan pedang dan menyusup masuk ke
tengah-tengah mereka. Bunyi pedang-pedang
itu bergemerincingan dan berdencangdencang seperti di tempat pandai
besi. Prajurit-prajurit itu tak ada yang berbicara; mereka hanya berteriak. Makin
mendekati malarn, pertempuran makin
dahsyat. Kedua pihak sama-sama berjuang mati-matian. Baik Sa'd maupun Rustum
sudah tidak mendengar lagi suara-suara itu dan berita-berita pun sudah terputus. Mereka tidak
tahu apa yang sekarang terjadi. Dengan penyakitnya itu Sa'd tak berbuat apa-apa
selain berdoa kepada Allah dengan
permohonan yang sungguh-sungguh agar pasukan Muslimin diberi kemenangan.
Malam itu Sa'd tidak tidur. juga anggota-anggota pasukan itu tak ada yang tidur.
.
Setelah
sinar pagi mulai menguak di ufuk timur, pasukan-pasukan Muslimin bergabung kepada kabilah masing-masing.
Ketika itu Sa'd merasa lebih tenang bahwa pasukannya Iebih unggul. Mereka
berhasil menebas
leher-leher pasukan Persia. Apalagi setelah mendengar Qa'qa' membaca
syairnya:
Sudah
banyak kelompok prajurit yang kami bantai
Bagi
kami melebihi kepala-kepala dalam mahkota yang berkuasa. Kuserukan:
Teruskan perjuangan, kendati mereka sudah mati.
Hanya
kepada Allah aku bertawakal, tetapi selalu
berhati-hati.
"Malam yang geram "
Udara
pagi telah melepaskan rnalam yang banjir darah itu. Peristiwa
ini oleh para sejarawan disebut Lailatul Harir ("Malam yang geram").
Belum ada dari kedua pihak yang dapat menentukan kemenangan. Sudahkah pasukan itu merasa letih
setelah menghabiskan waktu selama
dua puluh empat jam dalam perterripuran yang paling sengit mereka rasakan, dan sekarang sudah tiba
saatnya mereka beristirahat dan tidur? Tidak! Qa'qa' bahkan menemui
pasukannya dan mengatakan: "Kernenangan
dalam pertempuran sebentar lagi ini di tangan pihak yang mendahului.
Sabarlah sebentar. Mari kita lakukan penyerangan lagi. Kernenangan di tangan orang
yang sabar dan tabah."
Para
perwira itu bersama pasukannya berkurnpul di sekitarnya. Setelah
itu mereka menggempur Rustum dan menyusup masuk sampai kepada mereka yang berada
di belakangnya. Setelah kabilah-kabilah itu melihat kesigapan kaum Muhajirin dan
Ansar, salah seorang pemimpin mereka
menunjuk kepada pasukan Muslimin itu seraya berkata: Dalam soal agama
Allah janganlah mereka lebih bersungguh-sungguh daripada kalian. Kemudian mereka
menunjuk kepada pasukan Persia dengan mengatakan: Juga mereka, j angan sampai lebih
bertfhi menghadapi maut daripada
kalian. Kabilah-kabilah itu juga kemudian menyerbu musuh yang berada di
hadapan mereka. Mereka bertempur terus matimatian sampai ada orang menyerukan azan salat
lohor. Ketika itu barisan pasukan
Persia sudah mulai kacau-balau. Fairuzan dan Hormuzan yang di sayap kanan dan
kiri sudah mundur. Maka kini terbuka peluang ke baris tengah. Tetapi
tiba-tiba datang angin barat bertiup kencang. Barang-barang Rustum yang ringan-ringan
beterbangan dari peterananya ke
dalam Sungai Atiq. Qa'qa' dan pasukannya bergerak terus sampai mencapai
peterananya. Tetapi Rustum sudah meninggalkan takhtanya itu dengan beberapa ekor
bagal yang didatangkan untuk membawa
hartanya. la berdiri-di sampingnya
berlindu'ng dengan barangbarang
bawaannya itu. Anak buah Qa'qa' terus menerobos ke tepi sungai tanpa mcngetahui adanya harta yang dibawa
bagal-bagal itu atau Rustum
yang sedang berlindung di bawahnya. Ketika Hilal bin Alqamah
menghantam salah satu bagal itu dan memutuskan tali-tali pengikat
barang-barang muatannya — tempat Rustum sedang berlindung
di bawahnya — salah satu barang muatan itu jatuh menimpanya sehingga tulang belakangnya patah, tetapi Hilal
sendiri tidak menyadari. Rustum
merangkak-rangkak lalu menghempaskan diri ke sungai. Begitu melihat, Hilal segera mengenalnya. la pun terjun ke sungai mengejar di belakangnya. Orang itu diseretnya ke
luar, dihantamnya mukanya dengan
pedang dan di tempat itulah Rustum menemui ajalnya. Selanjutnya Hilal naik ke atas peterananya sambil
berteriak: Rustum sudah kubunuh! He ke mari! Ke mari! Anggota-anggota
pasukan datang mengerumuninya dengan bertakbir.
Mengetahui
apa yang telah menimpa panglima besarnya itu, pihak Persia terkejut sekali; mereka kebingungan.
Kekuatan mereka sekarang jadi rapuh.
Saat itu juga tampil Jalinus menyerukan pasukannya agar menyeberang sungai di bendungan besar itu seperti
yang pernah dilakukan oleh Fairuzan
dan Hormuzan. Tetapi bendungan sungai itu roboh dan menimpa mereka yang
sedang di sungai dengan arus yang begitu bergolak deras. Dengan robohnya
bendungan itu ada 3 0.000 orang dari pasukan
Persia yang saling terjalin dengan rantai tenggelam. Dirar bin ai-Khattab segera mengambil bendera Persia yang
besar — Daravasykabian — yang
harganya ketika itu satu juta dua ratus ribu.[8] Begitu
juga
pasukan Yazdigird telah pula mengalami kekalahan telak, dan sisasisa
anak buahnya berbalik mundur ke belakang, berlarian tanpa menoleh
lagi.
Sungguhpun
begitu, atas perintah Sa'd, Qa'qa' dan Syurahbil berangkat
mengikuti terus jejak mereka. Kemudian disusul pula oleh Zuhrah at-Tamimi disertai anak buahnya. Zuhrah
yang sudah tahu Jalinus sedang mengumpulkan anggota-anggota pasukannya
yang sudah tercerai berai, dibunuhnya.
Anggota-anggota pasukan Persia yang berikutnya ada yang dibunuh, dan ada
pula yang ditawan oleh pasukan Muslimin
tanpa mengadakan perlawanan. Malah ada beberapa sumber yang berpendapat bahwa
pasukan Muslimin memerintahkan pasukan Persia yang sudah kalah itu saling
berbunuh-bunuhan, dan itu mereka lakukan. Soalnya, semangat dan moral mereka
sudah hancur, untuk mengadakan perlawanan sudah tak bernafsu lagi. Mereka
melihat maut menjemput
teman-teman yang gigih bertahan, dan melihat juga komandan-komandan mereka
melarikan diri, lalu mereka menyerah. Anggota pasukan Muslimin yang masih muda menggiring
puluhan orang dari mereka, berjalan menekur di depannya, tak ubahnya
seperti sekawanan ternak, tanpa kemauan,
tanpa harapan, kecuali ingin hidup dengan menyandang aib dan hina. Tetapi
yang berhasil melarikan diri, mereka terpencar-pencar, masing-masing merasa
bahwa dengan lari itu besar harapan masih akan dapat bertahan
hidup.
Kemenangan yang sangat menentukan
Itulah
kemenangan meyakinkan yang telah diperoleh pasukan Muslimin,
sebagai mahkota yang patut dibanggakan. Tatkala mendengar berita itu, perempuan dan anak-anak mereka
berdatangan ingin ikut serta ke medan
perang. Umm Kasir, istri Hammam bin al-Haris anNakha'i, menceritakan:
"Kami ikut menyaksikan Pertempuran Kadisiah bersama suami-suami kami. Setelah
tugas mereka selesai kami menyingsing.
lengan baju kami, kami bekerja keras, kami mengambil tongkat-tongkat
besar lalu kami ke tempat korban-korban itu. Yang dari pasukan Muslimin kami
beri minum dan kami angkat, yang dari pihak musyrik kami habisi sekalian.
Anak-anak yang mengikuti kami serahi pekerjaan dan kami bimbing mereka." Dengan
demikian semua kaum Muslimin, laki-laki,
perempuan dan anak-anak, ikut serta dalam perjuangan yang sungguh berat ini.
Perjuangan ini sangat menentukan, membuat mereka yang beriman sungguh terangkat
martabatnya. Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap berdirinya sebuah
kedaulatan Islam, sama seperti pengaruh Perang Badr terhadap berdirinya
Islam.
Pasukan
Muslimin akan membayar dengan harga berapa pun untuk meneruskan
kemenangan yang sangat mendukung itu. Kita sudah melihat
tindakan mereka yang sungguh berjaya itu dan kita sudah melihat perjuangan
pahlawan-pahlawannya yang sudah bertempur mati-matian, seperti yang dilakukan oleh Qa'qa' bin Amr, semua
itu adalah contoh yang paling menonjol. Kita melihat bagaimana mereka
mengorbankan darah dan nyawa demi mencapai
kemenangan, maka Allah membalasnya dengan dua macam karunia yang indah sekali.
Selama tiga puluh hari yang berakhir dengan kemenangan itu, terbunuh dari
mereka 6000 orang, dan selama dua hari
pertempuran Armas dan Agwas 2500 orang. Jumlah korban sebanyak itu di luar yang dapat
dibayangkan pihak Arab masa itu.
Tetapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan yang terbunuh di pihak
Persia dalam prahara yang hiruk pikuk itu — yakni mereka yang
hanyut dan tenggelam di sungai dan yang mati tersungkur saat melarikan
diri.
Besarnya rampasan Kadisiah
Sekarang
Qa'qa' dan Zuhrah serta komandan pasukan yang lain sudah
kembali. Mereka mengerumuni Sa'd, dan melihat keadaan pang-lima
itu — berkat kemenangan — sudah berangsur sembuh dari penyakit yang
dideritanya. Segala harta dan rampasan perang kini dikumpulkan. Ternyata semua itu berada di luar khayalan orang
Arab. Sa'd memanggil Hilal bin
Alqamah dan menanyakan tentang Rustum; lalu katanya: Lucutilah dia
sekehendakmu. Semua yang ada pada korban itu sudah diambilnya, tak ada yang
tertinggal. Jumlah semuanya mencapai tujuh
puluh ribu. Sayang, kalau tidak karena topinya[9] jatuh ke sungai, bagian
Hilal tentu akan berlipat ganda. Kemudian Zuhrah bin al-Hawiah datang
membawa rampasan perang milik Jalinus. Sa'd memperkirakan terlalu besar untuk diberikan seluruhnya
kepadanya. Mengenai ini ia menulis
surat kepada Umar, yang dibalas oleh Umar dengan mengatakan: "Lakukanlah terhadap Zuhrah seperti yang
sudah dialaminya, dan sisa rampasan perang yang masih ada biarkan di
tangan Anda. Berikan rampasannya dan tambahkan lima ratus buat
teman-temannya."
Rampasan
perang itu oleh Sa'd dibagi-bagikan kepada anggotaanggota
pasukannya. Yang dari pasukan berkuda (kavaleri) enam ribu dan
yang berjalan kaki (infanteri) dua ribu. Kemudian ditambahkan untuk
penduduk negeri masing-masing lima ratus. Sungguhpun begitu, selain seperlima yang oleh Sa'd sudah dipisahkan
untuk dikirim ke Medinah, ra"mpasan perang itu masih banyak sisanya. Apa
yang sudah dilakukan Sa'd itu dilaporkannya
kepada Umar, dengan menanyakan apa yang harus dilakukannya dengan sisa
yang masih ada. Umar membalas: "Yang
seperlima kembalikan kepada pasukan Muslimin, dan berikan kepada yang
menyusul Anda yang tidak mengalami pertempuran."[10] Semua perintah Umar oleh Sa'd dilaksanakan. Tinggal Iagi
yang masih
ada di tangannya, terpaksa ditanyakan kepada Umar apa yang harus ia lakukan.
Umar memerintahkan agar dibagi-bagikan kepada orang-orang
yang hafal Qur'an. Ketika ia akan membagikan kepada mereka tiba-tiba datang Amr
bin Ma'di Karib dan Bisyir bin Rabi'ah al-Khas'ami.
Kedua orang ini sudah berjuang mati-matian dalam pertempuran itu. Mereka harus mendapat balasan
dua kali lipat. Karena pertempuran itu maka mereka ingin mendapat nasib
seperti penghafal Qur'an. Sa'd bertanya
kepada Amr bin Ma'di Karib: Firman Allah mana yang masih Anda hafal? Amr
menjawab: Saya masuk Islam di Yaman,
kemudian ikut berperang sehingga terlalu sibuk saya untuk menghafal
Qur'an. Sa'd menolak memberikan bagian harta penghafal Qur'an kepadanya. Ketika ia menanyakan kepada Bisyir
tentang Qur'an yang dihafalnya, ia
menjawab: Bismillahir-rahmanir-rahim! Mereka yang hadir di tempat
itu tertawa semua. Dan Bisyir pun tidak mendapat bagian.
Dengan
jawaban Sa'd itu sudah puaskah kedua kesatria itu lalu mereka
diam? Tidak! Malah Amr berkata (dalam bentuk syair):
Kalau
kami gugur, tak ada orang yang akan menangisi kami Malah
Kuraisy berkata: Bukankah itu sudah suratan?
Dalam
bertempur kami dipersamakan
Dalam
pembagian dinar persamaan tak ada.
Sedang
Bisyir bin Rabi'ah berkata (juga dalam bentuk syair):
Kuderumkan
untaku di gerbang Kadisiah
Dan
Sa'd bin Waqqas pemimpinku.
Sa'd
seorang pemimpin, segalanya yang baik
Ia
tak kenal yang buruk
Tetapi
Jarir pemimpin terbaik di Irak
Ingatlah-hentakan
pedangku, semoga Allah membimbingmu Di
pintu Qudais, medan perang yang sungguh sulit Petang
itu mereka berharap sekiranya ada dari mereka Yang dipinjmi sepasang sayap
burung
Sa'd
menulis surat kepada Umar mengenai cerita Amr dan Bisyir dan apa yang
dikatakannya kepada mereka serta jawaban mereka kepadanya,
dengan melampirkan sajak-sajaknya itu. Dalam balasannya Umar mengatakan, agar mereka diberi bagian atas
perjuangan mereka itu. Kemudian, agar tidak kecewa, Sa'd memberi kepada
kedua mereka masing-masing dua ribu dirham.
Orang semua tahu, dia memang dikenal sebagai pejuang yang tangguh, dan
mencintai harta melebihi yang lain.
Seperti
kita ketahui pertempuran itu berakhir dengan kemenangan yang
sangat meyakinkan, sementara perhatian orang di segenap penjuru di
Semenanjung, dengan mata dan hati mereka, diarahkan ke sana. Mereka
gelisah sekali, ingin mengetahui perkembangannya. Kalangan sejarawan
mengatakan: "Orang-orang Arab, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari Abella sampai Baitulmukadas
(Yerusalem) menanti-nantikan
terjadinya Pertempuran Kadisiah. Mereka melihat bahwa di sanalah kekuatan dan kehancuran kerajaan Persia. Setiap
daerah mengutus orang untuk memetik
berita-berita. Yang paling ingin tahu mengenai kesudahan segala peristiwa itu tentu Umar bin
Khattab sendiri. Setiap pagi ia keluar ke pinggiran kota Medinah
menanya-nanyakan kepada kaum musafir mengenai keadaan Kadisiah. Tengah
hari baru ia pulang kepada keluarganya.
Suatu hari ia melihat seorang penunggang unta yang sesudah ditanya diketahuinya orang itu
datang dari sana. Ditanyanya orang
itu: Coba ceritakan. Orang itu menjawab: Kaum musyrik sudah hancur. Umar terus menanyakan sambil
berlari-lari kecil mengikuti musafir yang bercerita dengan tetap di atas
untanya, tanpa mengetahui siapa orang yang
mengikutinya itu. Musafir ini bernama Sa'd bin Umailah al-Fazari, utusan Sa'd bin Abi Waqqas
kepada Amirulmukminin. Ketika itu ia membawa surat Sa'd buat Umar
mengenai kemenangan pasukannya serta beberapa korban pasukan Muslimin yang sudah
diketahui nama-namanya.
Sesudah
kedua orang itu memasuki kota, dan orang-orang memberi salam kepada Umar sebagai
Amirulmukminin, musafir itu berkata: Mengapa tadi tidak memberi tahu bahwa Anda
Amirulmukminin! Semoga rahmat Allah
dilimpahkan kepada Anda. Umar menjawab dengan bersahaja: Tidak apa
Saudaraku! Umar menerima surat Sa'd itu lalu dibacakannya di depan orang
ramai.
Sementara
Umar sedang membacakan surat Sa'd kepada penduduk Medinah mengenai kemenangan
itu, di Mada'in Yazdigird sedang dirundung kesedihan karena berita-berita
tersebut. Ia hanya termenung mengulang
kata-kata Rustum serta isyarat yang dulu pernah disebutsebut.
Begitu besar kesedihannya, sehingga tak dapat ia berpikir lagi apa
yang harus diperbuatnya... Ya, apa yang akan dapat dilakukannya? Bahkan Persia seluruhnya, apa yang akan
dilakukan?! Pasukan Muslimin sudah
berada di lembah Irak, di bagian atas sampai ke bawah. Orang semua sudah kembali patuh, dengan meminta maaf
atas kesetiaan mereka kepada pihak
Persia karena waktu itu mereka di bawah kekuasaannya. Untuk mengambil
hati dan menanamkan rasa aman, Sa'd memaafkan mereka. Bahkan kabilah-kabilah Arab yang
tersebar di sekitar Furat dan Tigris
telah pula menyambutnya ketika disebutkan bahwa saudara-saudara mereka yang
sudah lebih dulu masuk Islam, mereka orang-orang yang lebih pandai dan lebih
bijak. Kemudian di depan Sa'd mereka
pun menyatakan keimanannya kepada Allah dan kepada
Rasul-Nya.
Sekarang
apa yang akan dapat dilakukan Yazdigird menghadapi semua
itu, berita-berita yang sampai kepadanya malah menambah kerisauan
hatinya, memperbesar rasa putus asanya — kalau tidak karena semangat mudanya
yang bagaikan fatamorgana penuh harapan masih
berkedip di depannya, namun ternyata ia tertipu oleh kenyataan. Tertipu karena
masih mengharapkan takhta yang sudah hilang di masa kecilnya. Sesudah ia naik
takhta, takhta itu pun goyah, sendi-sendinya berlepasan! Tetapi ya, alangkah j
auhnya fatamorgana akan dapat mewujudkan suatu harapan, atau akan dapat menolak
kehendak takdir!
***
Pengaruh Kadisiah atas berdirinya Kedaulatan Islam
Inilah
peristiwa Kadisiah yang telah membukakan jalan ke Majelis Takhta Kisra di ibu
kota kerajaannya, dan melicinkan jalan untuk bergantinya kedaulatan yang sekaligus merupakan
pukulan terakhir atas kekuasaannya.
Kisahnya secara terinci yang disampaikan oleh kebanyakan sejarawan sama
seperti Perang Badr yang secara terinci pula diceritakan oleh buku-buku biografi
(sirah), dengan menambahkan beberapa peristiwa mukjizat yang sukar
dipercaya selain karena pengaruh perang ini yang sangat positif dalam sejarah
dunia. Seperti sejawaransejawaran Muslim yang menguraikan kisah itu dengan
panjang lebar, kalangan orientalis dan
Persia juga menguraikannya dengan panjang lebar. Tentu hal ini tidak mengherankan,
mengingat Pertempuran Kadisiah itu
dampaknya begitu besar dalam sejarah umat manusia, dari perang Timurlenk
dan perang Napoleon, bahkan dari semua peperangan yang pernah terjadi sampai masa kita sekarang
ini. Dalam mengarahkan peradaban, pengaruhnya memang dalam
sekali.
Khusus
mengenai Pertempuran Kadisiah, tentu sudah menjadi kewajiban sejarawan untuk
meneliti segala yang di balik itu dan dapat menemukan isinya. Khalid bin Walid sudah
membebaskan kawasan Irak, sudah
menjelajahinya dari selatan ke utara, menaklukkan desadesa dan
kota-kotanya dan sudah menguasai segalanya. Dalam perang dengan Persia ia sudah mencatat suatu mukjizat
yang abadi dalam sejarah. Adakah kemenangannya itu karena Persia sedang
dalam kesibukan menghadapi kekacauan di dalam istana serta persaingan antara
para putra mahkota memperebutkan takhta,
dengan akibat mereka saling
berbunuhan, kadang dengan pembunuhan terang-terangan, kadang pembunuhan gelap, sehingga dalam waktu empat tahun
saja sudah sembilan raja yang naik takhta? Kalaupun itu juga yang
menyebabkan Khalid mengalahkan mereka,
bagaimana pahlawan-pahlawan Kadisiah itu juga dapat mengalahkan mereka, padahal
sesudah perselisihan itu Persia sudah
bersatu kembali, para pemimpin dan rakyatnya sudah sepakat untuk
menggalang satu kesatuan dalam lingkungan Yazdigird, membantu dan memberikan
dukungan kepadanya? Ya, bagaimana penyakit
itu masih juga melekat padahal penyebabnya sudah dikikis habis? Bagaimana pasukan Muslimin dengan jumlah
yang begitu kecil dapat mengalahkan
Persia dengan jumlah yang luar biasa besarnya, dan di negeri sendiri mereka mempunyai perlengkapan,
dengan kebudayaan yang sudah tinggi.
Sebaliknya pasukan Muslimin, bagi mereka termasuk orang-orang asing, yang
kebanyakan orang-orang badui yang masih hidup bersahaja, tidak mempunyai
perlengkapan perang seperti yang
mereka miliki, tidak mengetahui segala taktik dan cara-caranya seperti
pengetahuan mereka!
Rahasia
yang ada di balik itu, bahwa persatuan pihak Persia itu tidak
mengubah apa yang ada dalam jiwa mereka. Yang ada hanyalah gejala
lahir yang berlangsung karena dorongan sementara, sesudah itu berbagai masalah
yang berkecamuk dalam lubuk hati tejtap tak berubah. Kaum bangsawan dan pembesar-pembesarnya masih
tetap berpikir hanya tentang diri dan ambisinya masing-masing, sebelum
memikirkan bangsa dan tanah airnya. Sekiranya mereka yang menang menghadapi
pasukan Muslimin dan berhasil mengusir dari daerah itu, keadaannya niscaya akan
kembali seperti semula. Istana akan kembali goyah, akanlebih mengutamakan ambisi pribadi daripada yang
lain. Kita sudah melihat bagaimana Rustum yang begitu santai, tak mau
maju ke depan memimpin sendiri pasukannya,
kalau tidak karena terpaksa, khawatir masyarakat marah kalau sampai Yazdigird yang
tampil. Kita sudah melihat bagaimana
ia dan perwira-perwiranya yang lain berlambatlambat dalam perjalanan
hingga untuk mencapai Kadisiah dari Mada'in sampai memakan waktu empat
bulan!
Sebenarnya
apa yang dilihat Rustum dalam penujuman itu hanyalah
pencerminan yang ada dalam lubuk hatinya sendiri. Karena egoismenya sudah
begitu besar, pantang rasanya kalau sampai dia kalah atau terbunuh. Lalu
terlihat dalam penujuman itu nasib tanah airnya masih berhubungan erat dengan kekalahan dan
kematiannya. Kalau dia memahami
Persia dan melupakan dirinya dan melihat hidup dan matinya sama demi tanah air, niscaya ia tak akan
mencari-cari dalih dan berlambat-lambat. Ia akan melihat dalam penujuman
apa yang dilihatnya. Jiwanya akan berada di
atas rasa takut dan rasa prihatin, dari dalam dirinya akan" memancar
kekuatan dan akan mengalir kepada para perwira dan prajurit-prajuritnya,
sehingga mereka akan mau bergelimang dalam
maut tanpa peduli lagi. Tetapi para perwira dan prajurit-prajurit itu seperti
Rustum juga, sangat terikat pada pribadinya dan prihatin memikirkan nasib
sendiri masing-masing. Baginya, jiwa tiap pribadi itu lebih berharga daripada
Persia dan segala isinya. Kalaupun mereka berangkat juga menuju medan
pertempuran hanyalah karena pembesarpembesar mereka sudah didorong oleh ambisi
dan nafsu, dan prajuritprajurit itu sudah terbawa oleh adanya keharusan tunduk
dan rasa hina, yang memang sudah lama berakar, dari generasi ke generasi.
Bukankah sudah kita lihat bahwa persatuan
yang terjadi karena dorongan sementara itu tidak akan mampu mengikis
segala anasir yang tersimpan dalam hati,
yang sudah begitu mengakar sehingga setiap orang yang dalam kekuasaan hidupnya hanya untuk kepentingan
pribadi, dan setiap kelompok hanya memikirkan kepentingan
kelompoknya?
Rahasia Kadisiah dan pelajaran yang dapat ditarik
Pengaruh
anasir demikian itu telah menghilangkan konsep cita-cita luhur dalam hati orang-orang Persia, yang akan
membuat bangsa itu hidup dan berjuang demi cita-citanya. Apabila manusia tidak
seia sekata untuk cita-cita luhur yang sudah tergambar dalam suatu misi
yang dengan sungguh-sungguh ingin diwujudkan, maka tak ada yang akan menjadi
pendorong perjuangannya itu selain egoisme dan nafsunya yang
ingin bertahan hidup. Demikian inilah yang terjadi dengan para pembesar dan
pangeran-pangeran di Persia, seperti halnya dengan Yazdigird sendiri. Hal ini
menyebabkan kecintaannya kepada kepentingan sendiri lebih besar daripada kecintaannya kepada
kehormatan bangsanya. Demikian juga egoisme para pembesar dan
pangeran-pangeran itu, karena kecintaan
kepada ambisinya yang begitu besar, maka hatinya telah tertutup dari
segala yang lain. Semangat ini telah menjalar kepada semua orang Persia. Ini pula yang menyebabkan
penduduknya tunduk dan senang hidup
dalam kehinaan. Mereka telah tertipu dengan keadaan itu tatkala pihak Rumawi mengalahkan mereka, lalu
Syam dan Mesir pun lepas dari tangan
mereka. Mereka lupa bahwa Rumawi dulu juga seperti Persia, runtuh dan
terpecah belah. Setelah oleh Rumawi mereka dipukul mundur ke tempat semula, mereka mengira
bahwa perang akan ada pasang
surutnya, kalah dan menang silih berganti. Mereka lupa bahwa kekuatan yang bersih dari segala noda tak
akan dapat dipukul mundur. Kalaupun pada suatu waktu terjadi demikian
tentu karena ada cacat di dalamnya. Pihak
Persia tidak begitu peduli atas serangan pasukan Muslimin yang pertama.
Dikiranya bahwa tak lama mereka akan mundur sendiri melihat kekuatan dan
kehebatan nama Persia. Setelah mereka
melihat kemenangan yang diperoleh lawannya, baru mata mereka terbuka,
tetapi terbuka untuk melihat kekalahan dan hilangnya kerajaan
mereka.
Masih
akan ada gunanyakah angkatan bersenjata yang kekuatan moralnya sudah hancur demikian rupa j ika kelak
berhadapan dengan angkatan bersenjata yang berkekuatan sempurna? Kekuatan ini
ialah berjuang demi cita-cita yang luhur, yang sudah dijadikan
keyakinannya, dan melihat mati untuk itu
merupakan mati syahid yang dipersembahkan kepada Tuhannya, dan karenanya
pula pintu-pintu surga akan selalu terbuka
untuk dimasuki sebagai tempat bahagia, dengan mendapat rida Allah untuk
selamanya! Kaum Muslimin sudah seia sekata dengan citacitanya itu, dan untuk
itulah ia menyerahkan hidupnya kepada Allah. Untuk mewujudkannya, ia lebih
memilih mati daripada hidup. Dengan demikian
ia mendapat kekuatan yang sudah tersedia dalam dirinya untuk
mengembalikan umat manusia ke jalan yang lurus, dan untuk menyampaikan suatu risalah, suatu ajaran yang
harus diperdengarkan kepada dunia untuk melestarikan kehidupan dunia
itu.
Kekuatan
semacam itu tidak akan dapat dibendung oleh kekuasaan betapapun besarnya, dan
tak ada kekuatan apa pun yang akan dapat merintangi penyampaian risalah demikian
itu.
Karena
itulah, maka pasukan gajah Persia itu lari dan barisan mereka
porak poranda dalam ketakutan ketika menghadapi pasukan Muslimin. Maka jalan untuk menyampaikan risalah
pun terbuka. Ternyata orang begitu patuh menyambut risalah itu. Mereka
melihat kebenaran begitu kuat tergambar
pada setiap kata, pada setiap kalimat dalam ajaran itu. Kemudian mereka
melihat di dalamnya tak ada tempat untuk segala yang batil, yang palsu, dan
bagaimanapun kebatilan harus binasa.
Inilah
rahasianya mengapa pasukan Muslimin menang menghadapi pasukan Persia dalam
Pertempuran Kadisiah. Pelajaran yang dapat kita simpulkan dan yang terbaik, di antaranya yang
dapat kita baca dalam firman Allah ini:
"Sungguh,
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa sebelum
bangsa itu mengubah keadaan diri sendiri. " (Qur'an,
13: 11).
Keimanan
kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengubah jiwa kaum Muslimin, mereka dibimbing ke jalan yang benar,
yang sebagai landasannya sudah
berdiri sebuah peradaban yang tinggi. Maka dengan Islam mereka menjadi
kuat dan mereka pun memperkuatnya. Sebaliknya Persia dan Rumawi, kecintaan mereka kepada
kenikmatan hidup duniawi masih lebih kuat daripada prinsip-prinsip yang
luhur, yang telah memberi arti dan nilai tersendiri bagi kehidupan umat manusia,
dan membuat kita benar-benar menghayatinya. Sedang mereka telah diperbudak oleh kenikmatan hidup, yang dalam
kenyataannya memang tak memberikan apa-apa kepada
mereka.
Muslimin
telah mengubah keadaan diri sendiri tatkala mereka beriman
kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka berpegang pada cita-cita
luhur yang dilukiskan oleh Allah dalam ajaran-Nya kepada Nabi-Nya. Berkat adanya
perpaduan itu kaum Muslimin telah menjadi satu
umat, setiap orang dari mereka dalam umat ini sudah seperti anggota badan dalam
tubuh, bukan kekuatan yang berdiri sendiri, melainkan kekuatan tubuh seluruhnya. Setiap laki-laki dan
setiap perempuan sebagai anggota umat, mempunyai kekuatan yang diangkat dari
cita-cita luhur itu, kemudian mendorongnya kuat-kuat untuk memasuki
perjuangan mahaberat demi
cita-citanya itu. Dengan itu ia dibawa ke suatu titik yang sudah tak mengenal lemah, mundur atau
kalah. Malah ia lebih memilih mati sebagai pribadi terhormat daripada
hidup dalam kehinaan.
Kita sudah melihat betapa lemahnya Tulaihah bin Khuwailid ketika berhadapan dengan Khalid bin Walid dalam
Perang Riddah, tetapi bagaimana
kemudian ia menjadi begitu kuat berhadapan dengan pasukan Persia di
Kadisiah! Kita juga sudah melihat bagaimana Amr bin Ma'di Karib dan Asy'as bin Qais tak berdaya dalam
pemberontakan mereka ketika
menghadapi pasukan Muslimin, tetapi setelah itu bagaimana pula mereka mati-matian bertempur di
Kadisiah yang kemudian dikenang orang demikian rupa! Soalnya, ketika
Tulaihah mendakwakan diri nabi begitu kuat, penuh semangat tetapi keimanannya
lemah, maka semangat yang tinggi dengan keimanan yang lemah itu ternyata tak ada
artinya. Begitu juga Amr bin Ma'di Karib,
Asy'as bin Qais dan yang lain yang pernah membangkang dan memerangi
kekuasaan Muslimin. Tetapi setelah mereka
kembali kepada Islam dan menjadi bagian dari umat yang bangga karena keimanannya, maka dengan
keimanannya, kekuatan itu bertambah.
Bagaimana peranannya dalam Pertempuran Kadisiah sudah kita lihat, dan sesudah Kadisiah
pun kepahlawanan dan kejayaannya diabadikan dalam
sejarah.
Dalam
tubuh ini kedudukan Amirulmukminin sama dengan kepala, mengatur berbagai masalah demi kebaikan semua. Ia
meninggalkan kesenangan dengan hidup
menderita demi kesejahteraan semua. Dalam hal ini Umar telah mengambil teladan dari
Rasulullah, kemudian dari Abu Bakr. Dia sendiri adalah teladan yang
sangat ideal dalam hal keadilannya, keteguhan hatinya dan setiap pribadi
sebagai anggota umat, lebih diutamakan
daripada dirinya. Dia lebih mengutamakan kepentingan umat daripada
kepentingan perorangan. Dia berpendapat, seperlima rampasan perang Kadisiah itu lebih baik
dikembalikan kepada para prajurit,
maka itu pun dikembalikannya, dan memerintahkan Sa'd agar melimpahkan
pemberian secukupnya kepada penduduk negeri serta mengambil hati penduduk Irak
yang sudah meminta maaf atas pembangkangannya terhadap pasukan Muslimin dulu.
Semua itu dilaksanakan oleh Sa'd sebagaimana mestinya. Tak ada penduduk Medinah
yang marah karenanya, padahal mereka sendiri
masih dalam kekurangan, sebab mereka
melihat semua tindakan Amirulmukminin itu demi kebaikan Islam. Mereka
melihatnya, dalam soal-soal besar dan penting, ia mengajak mereka bermusyawarah. Apa yang baik untuk
Islam baik untuk mereka. Sikap altruisme, tidak mementingkan diri sendiri,
termasuk salah satu perintah Allah. Oleh karena itu mereka mendukung apa yang
dilakukan Umar. Allah akan memberikan balasan kepada mereka berlipat
ganda.
Inilah
beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa Kadisiah. Dengan karunia Allah juga
hikmah dan pelajaran inilah yang
telah mendukung berdirinya kedaulatan dan kejayaan Islam. Seterusnya akan kita ikuti pembinaan Kedaulatan
ini dan orang-orang yang telah mengangkat panji kejayaan ini. Kita akan pergi
bersama mereka, sebab tak lama lagi
mereka akan meneruskan perjalanan ke Mada'in dan akan membebaskan kota itu. Sa'd
pun tak lama lagi akan juga duduk di takhta Kisra sesudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar